Headline

Mantan finalis Idola Cilik dan kreator konten juga memilih menikah di KUA.

Fokus

Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan

Bulog Gagal Serap Gabah Saat Harga Merosot Tajam

Andhika Prasetyo
05/4/2019 14:00
Bulog Gagal Serap Gabah Saat Harga Merosot Tajam
Warga menjemur gabah di Gunung Talang, Kabupaten Solok, Sumatera Barat, Rabu (3/4)(ANTARA/Wahdi Septiawan)

HARGA gabah di berbagai sentra produksi terus merosot di tengah puncak panen raya. Di Lombok, Nusa Tenggara Barat, harga hasil pertanian itu turun hingga Rp3.500 per kilogram (kg). Hal serupa terjadi di Indramayu, Jawa Tengah, Jombang, Jawa Timur, dan sentra-sentra padi lainnya.

Padahal, pada pertengahan Maret, harga gabah masih menyentuh Rp4.500-Rp5.000 per kg.

Curah hujan tinggi menjadi penyebab utama merosotnya harga gabah. Hal itu diperparah dengan minimnya mesin pengering yang dimiliki para petani.

Ketika harga terperosok tajam seperti saat ini, Perum Bulog diharapkan menjadi instansi yang menyelamatkan para petani dari kerugian.

Pasalnya, melalui Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2015 Tentang Pengadaan Gabah/Beras, perseroan diwajibkan menyerap gabah dengan harga pembelian pemerintah sebesar Rp3.700 per kg dengan fleksibilitas 10% menjadi Rp4.070 per kg.

Baca juga: Mendag Pastikan Harga Bahan Pangan di Cirebon Aman

Yang menjadi persoalan, saat ini, Bulog seperti tidak memiliki kemauan untuk melakukan serapan hasil produksi petani.

Ketua Kelompok Tani Lingko Bake asal Lombok Sabri Amin mengatakan, dua tahun lalu, pihaknya masih melakukan kerja sama pengadaan gabah dengan perseroan. Namun, setelah itu kemitraan terputus dan hasil gabah para petani tidak lagi diserap Bulog.

"Bulog dulu, ketika masih pimpinan yang dulu, itu ada MoU dengan kami. Tapi sekarang tidak ada. Hilang ceritanya ini serap gabah, dulu kan menggema-gema," ujar Ketua Kelompok Tani Lingko Bake Sabri Amin kepada Media Indonesia, Jumat (5/4).

Di Indramayu, Kepala Dinas Pertanian setempat Takmid menganggap serapan gabah Bulog selama ini masih sangat minim yakni berkisar 200 ribu ton per tahun. Padahal, produksi di kabupaten mencapai 1,7 juta ton.

"Seharusnya 50% bisa diserap Bulog. Itu minimal," pintanya.

Adapun, Ketua Umum Perpadi Soetarto Alimoeso mengatakan, jika memang Perum Bulog kesulitan melakukan serapan gabah, pemerintah daerah (pemda) setempat harus bisa membantu membeli hasil produksi petani. Skema tersebut sedianya telah diterapkan di beberapa daerah seperi DKI Jakarta dengan Pasar Induk Beras Cipinang serta di Kulonprogo, Yogyakarta.

"Kita memang tidak bisa bergantung selamanya kepada Bulog. Ketika ini terjadi, pemerintah daerah bisa membantu melakui BUMD mereka," ucapnya. (OL-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya