Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Kinerja masih akan Bertumbuh, Reksa Dana Saham Prospektif

Fetry Wuryasti
14/2/2019 13:55
Kinerja masih akan Bertumbuh, Reksa Dana Saham Prospektif
INVESTASI ERA DIGITAL: Head of Wealth Management & Retail Digital Business Bank Commonwealth, Ivan Jaya(ANTARA/Audy Alwi)

AWAL 2019 dibuka dengan sangat menarik untuk para investor karena ketegangan perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok mereda. Hal ini mengurangi ketidakpastian arah pasar keuangan di 2018 lalu

Bank Commonwealth merekomendasikan reksa dana saham sebagai pilihan investasi jangka panjang dengan imbal hasil yang optimal ketimbang reksa dana lainnya.

Head of Wealth Management & Client Growth Bank Commonwealth Ivan Jaya memaparkan, Januari 2019 lalu, The Fed memutuskan untuk menahan suku bunga acuan Amerika Serikat di angka 2,25%-2,50%, yang mengurangi kekhawatiran investor akan terlalu cepatnya kenaikan suku bunga Amerika Serikat.

Selain itu, investor juga memiliki keyakinan bahwa perang dagang antara Amerika  Serikat dan Tiongkok dapat terselesaikan, yang meredakan ketegangan mengenai ketidakpastian pasar keuangan global selama tahun 2018.

Sebagai respon atas kebijakan The Fed tersebut, Bank Indonesia mempertahankan suku bunga acuan 7 Days Reverse Repo Indonesia di level 6,00%.

"Selain itu, prediksi mengenai perlambatan pertumbuhan ekonomi global di tahun 2019, cenderung menjadi sentimen yang cukup baik bagi emerging market, karena walaupun pertumbuhan developing market diprediksi akan melambat tetapi pertumbuhan emerging market diperkirakan akan tetap stabil dan cenderung membaik," kata Ivan Jaya, Kamis (14/2).

Indonesia sebagai salah satu negara emerging market dengan fundamental yang kuat memberikan tingkat return dan risiko yang menarik untuk menjadi tujuan investasi para investor asing.

Hal ini terlihat dari total dana asing yang tercatat net buy sebesar Rp11,31 triliun di pasar saham Indonesia sepanjang bulan Januari 2019. Di periode yang sama, penguatan mata uang Indonesia rupiah terhadap dolar Amerika Serikat mencapai 2,88%.

Dari sisi domestik, fundamental Indonesia yang kuat terlihat dari terjaganya nilai inflasi sepanjang tahun 2018, tercatat sebesar 3,13%, yang menunjukkan kondisi perekonomian yang stabil.

 

Baca juga:Pemerintah Terbitkan Sukuk Wakalah Global US$2 Miliar

 

Di bulan Januari lalu juga dibuka dengan kondisi politik Indonesia yang relatif stabil, setelah debat pertama antara capres-cawapres berakhir dengan baik.

Iklim investasi pada bulan Februari 2019 masih akan terfokus pada kelanjutan perundingan antara Amerika Serikat dan Tiongkok untuk menyelesaikan perselisihan perdagangan diantara kedua negara ekonomi terbesar tersebut.

Investor juga akan melihat perkembangan dari Brexit di Eropa, dan hasil laporan keuangan perusahaan tahun 2018 yang mulai dirilis bulan Februari 2019.

“Walaupun pertumbuhan ekonomi Global diperkirakan akan melambat di tahun 2019, tetapi pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi masih akan akan positif 5%-5,4% sepanjang tahun 2019 ditopang oleh daya beli konsumen yang terjaga dan dampak positif persiapan pemilu," tambahnya.

Pertumbuhan ekonomi umumnya positif ke pertumbuhan pasar saham, sehingga untuk nasabah dengan profil risiko growth masih dapat mempertahankan alokasi saham sebesar 70% di dalam portofolio.

Meski demikian, Ivan menyebutkan ada beberapa agenda yang masih harus diperhatikan. Dari sisi global yang harus diperhatikan ialah perkembangan politik Inggris, terutama menjelang persetujuan proposal Brexit oleh Parlemen Inggris, pertumbuhan ekonomi global yang melambat, yang dimotori oleh perlambatan ekonomi Amerika Serikat dan Tiongkok. 

Sementara dari sisi domestik, yang menjadi perhatian investor ialah jelang Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden Indonesia tahun 2019. (OL-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dwi Tupani
Berita Lainnya