Headline
Kemenu RI menaikkan status di KBRI Teheran menjadi siaga 1.
SEJAK 2015, bisnis startup teknologi finansial/financial technology (tekfin/fintech) di Tanah Air mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Selain ditandai dengan banyaknya startup yang muncul, investasi yang dikucurkan para investor untuk ranah tekfin pun cukup besar.
Perkembangan tekfin di Asia Tenggara sangat menjanjikan. Nilai investasi di sektor ini dalam dua tahun terakhir mengalami lonjakan, yakni mencapai US$484 miliar per 2018.
"Kami melihat pertumbuhan fintech dalam dua tahun terakhir cukup signifikan. Jumlah pemainnya juga sangat beragam dengan segmen masing-masing," papar Ketua Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), Adrian Asharyanto Gunadi, dalam acara bertajuk Mendigital Ekonomikan FEBUIzen, di Universitas Indonesia, pekan lalu.
Co-founder dan CEO Investree itu mengatakan, sektor tekfin di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, sangat menarik untuk dirambah dan dikembangkan. Ia berdalih aksesnya masih sangat terbatas. Begitu pun kemunculan teknologi dan investasinya.
Kemunculan tekfin sangat menarik karena masih banyak penduduk Indonesia yang belum memiliki rekening bank, tidak punya akses ke pembiayaan, dan belum dapat melakukan pembayaran masih sangat besar. Potensi yang tak kalah penting, yaitu sekitar 50% penduduknya tergolong milenial.
Gunadi melanjutkan, ada sekitar 88 perusahaan tekfin yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Bank Indonesia dan OJK disebutnya sangat proaktif untuk menyambut inovasi tersebut.
Peranan bank mulai disintermediasi. Dengan keberadaan tekfin, peminjam dan pemberi pinjaman dapat berhubungan langsung (peer-to-peer lending).
Keuntungan peer-to-peer lending, yaitu memberikan akses, kemudahan, dan kecepatan. Tekfin mampu menyalurkan peminjaman untuk UKM dalam dua hari rata-rata sebesar Rp700 juta. Artinya, teknologi memotong beberapa proses bisnis.
Kolaborasi
Mungkinkah tekfin menggantikan peran bank di masa depan? Menurut Gunadi, untuk beberapa produk dapat ditangani tekfin, misalnya, pinjaman bersifat retail, UKM, dan individu. Prosesnya tidak harus melalui perbankan lagi, tetapi perpindahan dana tetap melalui bank.
Namun, tekfin dan perbankan sejatinya memiliki produk berbeda. Perbankan berfokus produk-produk yang tradisional (deposit dan saving). Tekfin biasanya fokus ke produk yang lebih inovatif, tetapi juga tersegmen.
Karena itu, kolaborasi antara tekfin dengan perbankan dan industri keuangan lain menjadi penting. Hal tersebut, imbuh Gunadi, mempercepat inklusi dan terbukanya akses keuangan kepada masyarakat.
"Bank punya pasar sendiri dan perusahaan fintech punya pasar sendiri. Akhirnya, keduanya bisa bekerja sama. Ini yang kami sebut sebagai tingkat kolaborasi antara perbankan dan fintech," tandasnya.
Pembicara lain, Managing Partner Kejora Ventures, Eri Reksoprodjo, menekankan Indonesia selalu menjadi market dan target investor atau pemain startup luar negeri. Hal itu lantaran potensi pasar negara yang berpenduduk 260 juta jiwa ini.
Ia menegaskan jangan sampai ke depan Indonesia hanya menjadi target pasar. Karenanya, kerja sama antara para pihak-pihak terkait, seperti perbankan, regulator, dan investor lokal harus terus didodorng agar kita menjadi kuat.
"Pertumbuhan fintech di Indonesia sangat luar biasa. Empat unicorn di Asia Tenggara semua berasal dari Indonesia. Jadi, e-commerce ini shifting karena digital," pungkas senior investment banker dan eksekutif private equity berpengalaman itu. (S-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved