Headline

Tidak ada solusi militer yang bisa atasi konflik Israel-Iran.

Fokus

Para pelaku usaha logistik baik domestik maupun internasional khawatir peningkatan konflik Timur Tengah.

Ekspor Impor Ilegal masih Marak

Tesa Oktiana Surbakti
09/11/2015 00:00
 Ekspor Impor Ilegal masih Marak
(ANTARA/Wahyu Putro A)
Dengan garis pantai yang panjang serta memiliki karakteristik wilayah kepulauan, celah untuk kegiatan ekspor impor ilegal di Tanah Air masih terbuka lebar. Pengawasan yang belum optimal berikut tingginya permintaan pasar pun memantik masuknya produk-produk ilegal.

Masih masifnya pergerakan arus eskpor impor ilegal terbukti dari hasil pemberantasan yang dilakukan antar kementerian/lembaga, mencakup Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Perindustrian sampai Kepolisian RI. Diketahui tangkapan empat kontainer tekstil impor ilegal asal Tiongkok tersebut, mengakibatkan potensi kerugian negara sebesar Rp 3,3 miliar. Ini merupakan pengembangan atas kasus sebelumnya, yakni impor tekstil ilegal oleh perusahaan pengguna fasilitas Kawasan berikat dengan inisial PT KHYI.

"Kita tindaklanjuti fakta tersebut dan lakukan analisa mendalam, ternyata PT KHYI kembali melakukan importasi produk tekstil berupa kain dalam gulungan roll. Sudah ditangkap juga seorang tersangka berinisial Al. Adapun tindakan impor ilegal tekstil itu diduga melanggar UU Nomor 10 Tahun 1995 junto UU Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan dengan ancaman pidana penjara dan denda," papar Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro dalam konferensi pers di kantornya, Senin (9/11).

Upaya pemberantasan ini seiring dengan instruksi Presiden Joko Widodo yang dengan lugas menabuh genderang perang terhadap peredaran produk ilegal yang mana telah mengancam keberlangsungan industri lokal.

Tidak sampai di situ, melimpahnya sumber daya mineral dan batu bara (minerba) Bumi Pertiwi dimanfaatkan sejumlah perusahaan untuk melakukan eksportasi ilegal. Hasil penelusuran mengungkapkan sebanyak 21 perusahaan dengan skala bervariasi berhasil mengekspor hasil minerba secara diam-diam ke negara tujuan ekspor potensial. Di antaranya Belanda, Taiwan, Hongkong, India, Singapura dan Thailand.

Dari sekian banyak terduga pelaku pelanggaran, terdapat perusahaan yang mengantongi izin alias perusahan legal. Kendati demikian, pemerintah belum bisa menjabarkan identitas perusahaan legal yang melakukan eksportasi ilegal. Modus yang digunakan bermacam-macam. Ada perusahaan legal yang memanipulasi data pengajuan perizinan ekspor. Misalnya dengan menyertakan jumlah dan jenis barang yang tidak sesuai dengan pemberitahuan pabean. Kemudian, adapula perusahaan yang sengaja mengumpulkan hasil mineral dari penambangan ilegal.

Jenis mineral yang laris manis dijual ke pasar gelap ialah bijih besi, terak timah (tin slag), biji cinnabar (mercury), konsentrat seng, batu mulia, feldspar, zinc powder, bijih tembaga dan bijih chromite. Dengan total hasil tangkapan minerba ilegal sebanyak 80 kontainer, Bambang menuturkan potensi kerugian negara berupa kerugian materil mencapai Rp73 miliar. Ini diklaim sebagai penangkapan terbesar eksportasi minerba ilegal di sepanjang tahun 2015.

"Ekspor ilegal minerba ini praktis tidak hanya mengganggu upaya pemerintah mendorong hilirisasi minerba, namun juga menggangu penerimaan pajak. Saya kira investor smelter (pabrik pengolahan dan pemurnian mineral) kecewa jika aksi ekspor ilegal minerba ini dibiarkan," cetusnya.

Pelaku ekspor ilegal minerba tidak hanya melanggar UU Nomor 17 tahun 2006 tentang Kepabeanan, namun juga melanggar UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara serta Peraturan Menteri Perdagangan (permendag) Nomor 44 Tahun 2012 tentang Barang Dilarang Ekspor. Pasalnya, belakangan diketahui komodtas tambang berupa bijih cinnabar bukan merupakan komoditas mendapat izin ekspor dari Kementerian ESDM.

Mengatasi permasalahan tersebut, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Bambang Gatot menyatakan pemerintah tidak segan mencabut izin perusahaan tambang lbila terbukti melakukan eksportasi ilegal. Sedangkan terhadap masih maraknya pertambangan rakyat ilegal juga akan ditertibkan agar segera mengantongi izin pertambangan rakyat (IPR).

"Asal mineral yang diekspor ilegal itu dari beberapa wilayah seperti Sulawesi dan Kalimantan. Kami juga sedang meneliti mana saja perusahaan yang mengantongi izin tapi berani melakukan eksportasi ilegal. Dan ini membutuhkan pembuktian ya untuk segera dilakukan penindakan," pungkas Bambang.(Q-1)




Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya