Headline

Dengan bayar biaya konstruksi Rp8 juta/m2, penghuni Rumah Flat Menteng mendapat hak tinggal 60 tahun.

Fokus

Sejumlah negara berhasil capai kesepakatan baru

Gencatan Perang Dagang AS-Tiongkok Positif buat Rupiah

Fetry Wuryasti
02/12/2018 19:20
Gencatan Perang Dagang AS-Tiongkok Positif buat Rupiah
(AFP)

PERTEMUAN antara Presiden AS Donald Trump dengan Presiden Tiongkok Xi Jin Ping pada forum G20 di Argentina menghasilkan keputusan penundaan kenaikan tarif pada produk ekspor Tiongkok senilai US$200 miliar yang sebelumnya dijadwalkan pada 1 Januari 2019.

'Gencatan senjata' yang ditandai dengan penundaan naiknya tarif dari 10% menjadi 25% itu akan diberlakukan 90 hari.

Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah melihat kesepakatan itu positif untuk menahan eskalasi perang dagang yang saat ini berlangsung antarkedua negara.

Namun dengan catatan dalam 90 hari ke depan akan ada kemajuan dalam negosisiasi yang menguntungkan AS. Jika tidak, tarif 10% untuk barang ekspor Tiongkok yang bernilai $200 miliar akan dinaikkan menjadi 25%. Bahkan sisanya $267 miliar juga akan dikenakan tarif yang sama.

"Dugaan saya kedua negara akan memanfaatkan kesempatan itu sebab sejatinya keduanya dirugikan dengan kebijakan ini," ujar Piter saat dihubungi, Minggu (2/12).

Bagi Indonesia, gencatan senjata itu juga positif. Sebab Indonesia merupakan supply chain produk-produk Tiongkok dan AS. Kedua negara tersebut juga merupakan tujuan ekspor utama Indonesia. Dengan penundaan ini setidaknya ekspor Indonesia ke Tiongkok maupun AS tidak lebih buruk dari saat ini.

Penundaan itu, kata dia, juga menambah sentimen positif terhadap rupiah yang masih dalam tren menguat. Sedikit meredanya perang dagang dan keputusan The Fed menahan suku bunga akan mendorong derasnya aliran modal asing ke Indonesia sekaligus melanjutkan penguatan rupiah.

"Setidaknya kita bisa meyakini tidak ada gejolak global yang akan menekan rupiah sampai akhir tahun ini," ungkap Piter.

Selain ke rupiah, penguatan juga ke mata uang emerging market lainnya. Meski begitu, dampak dari meredanya sementara perang dagang tidak akan signifikan memengaruhi pasar keuangan.

Untuk kondisi saat ini, dengan the Fed menunda kenaikan suku bunga, harga minyak yang terus menurun, serta terakhir kesepakatan AS dan Tiongkok menunda pengenaan tarif baru, dia memperkirakan rupiah sampai dengan akhir tahun nanti akan berada di kisaran Rp14.100-Rp14.400 per dolar AS.

"Kabar baik saat ini datangnya bergelombang dan saling menguatkan. Rupiah bisa saja menembus Rp13.000 per dolar AS. Tapi saya perkirakan kecil kemungkinannya. Kalaupun terjadi lonjakan penguatan ke Rp13.000-an tidak akan bertahan lama dan akan kembali ke posisi di atas 14.000."

Adapun ancaman Trump untuk mengatur ulang perdagangan dunia, dia lihat hanya sekadar retorika menutup kesepakatan penundaan yang sebenarnya sedikit banyak adalah bukti kekalahan Trump dalam perang dagang dengan Tiongkok.

Relokasi investasi diperkirakan akan jadi strategi Tiongkok menghadapi intensi perang dagang dengan AS. Nah, dalam hal ini, dia melihat Indonesia tidak cukup siap memanfaatkan peluang tersdebut.

Banyak faktor yang menurut Piter masih menghambat investasi yang belum bisa diselesaikan oleh pemerintah. Masalah kurang konsistennya kebijakan, perizinan, perburuhan, pembebasa lahan, ketersediaan bahan baku adalah sedikit di antara begitu kompleksnya permasalahan investasi di Indonesia. (X-12)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ahmad Punto
Berita Lainnya