Headline

Tidak ada solusi militer yang bisa atasi konflik Israel-Iran.

Fokus

Para pelaku usaha logistik baik domestik maupun internasional khawatir peningkatan konflik Timur Tengah.

Kumpulan Komplain Penumpang Lewat YLKI Tidak Ditanggapi Lion Air

Fetry Wuryasti
03/11/2018 13:14
Kumpulan Komplain Penumpang Lewat YLKI Tidak Ditanggapi Lion Air
Suasana di Kantor Pusat Lion Air(MI/Panca Syurkani)

KECELAKAAN yang menimpa Lion Air JT 610 merupakan klimaks dari persoalan mereka dalam hal pelayanan dan pengaduan konsumen. Bermula dari pengaduan-pengaduan kecil, menandakan ada persoalan serius di internal mereka.

Ketua Harian Umum Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, mengatakan pengaduan transportasi udara paling tinggi dalam tujuh tahun terakhir. Lion Air memegang rekor keluhan tertinggi, mulai dari delay, pengembalian pembayaran tiket yang sulit, dan pembebasan perusakan bagasi yang sering terjadi di dalam penerbangan Lion Air.

Bahkan dalam salah satu pengaduan konsumen sekitar 3 tahun lalu, kata Tulus, ada bangku yang tidak ada seatbelt dan tetap terbang. Kasus ini bisa men-downgrade reputasi penerbangan Indonesia karena menjadi antiklimaks dari apresiasi internasional atas pencapaian tingkat keselamatan oleh dunia penerbangan di Indonesia.

Sayangnya, kata Tulus, sanksi yang diterapkan oleh regulator masih lembek. Kementerian perhubungan memberikan sanksi lunak kepada Lion Air dalam berbagai kasus yang mereka buat.

“Tidak cukup hanya menggeser direktur teknik perusahaan, audit tarif, tetapi saya lihat nyali kementerian perhubungan terhadap Lion Air masih lembek,” ujar Tulus di Jakarta, Sabtu (3/11).

 

Baca juga:

Basarnas: Keluarga Korban Dilarang Buka Peti Jenazah

Mahkamah Penerbangan harus Dibentuk untuk Tindaklanjuti Hasil KNKTt

 

Antara tingkat pelanggaran yang dilakukan, dengan sanksi yang diberikan tidak setimpal. Meskipun Menhub telah mengatakan akan melihat hasil black box KNKT, namun itu persoalan nanti. Tetapi fakta maskapai telah melakukan pelanggaran, itu tidak bisa dibantah.

Tulus menilai, konsumen memiliki hal keselamatan dan keamanan, yang harus dipenuhi Lion Air. Maka, dia menuntut dilakukan audit pembiayaan keselamatan pada perusahaan, juga audit kemampuan dirjen perhubungan udara untuk mengawasi maskapai tersebut.

Sebab Tulus melihat, rute mereka telah terlalu menggurita dan bisa dikatakan menguasai hampir 50% rute penerbangan di Indonesia. Hal itulah yang membuat potensi pelanggarannya pun semakin besar.

“Ironi berikutnya, pengaduan sangat tinggi, tapi manajemen tidak kooperatif untuk menanggapi pengaduan YLKI. Di sisi lain, penumpang pun seperti tidak punya pilihan dengan tetap menggunakan Lion Air dengan tingkat dikeluhkan maskapai tersebut yang tinggi,” tukas Tulus.

Ia menekankan, saat ini tidak ada lagi penerbangan murah, yang ada penetapan tarif batas bawah dan atas. Inilah yang harus diawasi.

Tulus menantang Kemenhub untuk mengaudit komprehensif terhadap Lion Air, dengan membuka laporan akuntan publik mereka untuk melihat berapa biaya maintenance. Maskapai berbiaya murah (LCC) mungkin secara fisik bisa diawasi masyarakat pada pengurangan layanan makanan dan hiburan.

“Namun kami menduga yang dikurangi adalah biaya maintenance. Oleh karena itu harus dibuka, demi safety yang ada,” tuturnya.

Selain itu, selain Kemenhub juga harus berani mengaudit pejabat terkait di perusahaan dan di bawah mereka. Sebab kini banyak pensiunan pejabat negara memiliki posisi komisaris di maskapai. Ini yang membuat pengawasan tidak optimal.

“Pemerintah sebagai bentuk hukuman ke Lion harus berani melakukan moratorium pembukaan rute-rute tertentu dan moratorium ke beberapa rute. Alasannya penerbangan mereka semakin menggurita, Kemenhub tidak memiliki cukup SDM dan persaingan industri penerbangan menjadi tidak sehat,” tukas Tulus. (OL-3)
 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dwi Tupani
Berita Lainnya