Headline
Gaikindo membeberkan penyusutan penjualan mobil di Tanah Air.
Gaikindo membeberkan penyusutan penjualan mobil di Tanah Air.
INDONESIA sampai saat ini masih saja direpotkan atas pencapaian target swasembada pangan. Padahal strategi swasembada lebih banyak bersifat politik ketimbang ekonomi. Dan itu sudah berlangsung sejak jaman Belanda, bahkan konon Amangkurat I juga melakukan strategi serupa.
Demikian pernyataan Prof Parulian Hutagaol, Guru Besar FEM IPB yang di dampingi Dr Dahril dari Pusat kajian Resolusi Konflik dan Pemberdayaan IPB, saat berbincang dengan sejumlah wartawan di Kampus IPB Branangsiang, Bogor, Jawa Barat, Selasa (23/10).
Sudah waktunya Indonesia mengoreksi kebijakan swasembada sebagai motor pencapaian keberhasilan pangan nasional. "Indikator swasembada itu kan jumlah produksi domestik yang mampu memenuhi kebutuhan konsumsi nasional. Ini bahaya loh untuk ketahanan pangan nasional di masa depan," jelas Parulian.
Parulian menambahkan, hendaknya Indonesia bisa meniru Thailand atau Vietnam. Negara tersebut tidak menggunakan strategi swasembada untuk mencukupi kebutuhan pangan nasionalnya. Mereka pacu produksi beras sekaligus membangun komoditas pangan unggulan lainnya, sehingga masyakarat mempunyai pilihan bahan pangan pokok.
Kehadiran perusahaan asing yang ada juga didayagunakan. Kemajuan teknologi yang biasanya dimiliki perusahaan multinasional malah diberdayakan untuk didorong memproduksi komoditas unggulan berdaya saing.
"Akhirnya negara mereka mampu mengejar ketertinggalan di kawasan Asia Tenggara. Bahkan kini menjadi eksportir besar ke negara lain, termasuk Indonesia," ungkapnya.
Indonesia pun seharusnya mampu melakukan hal yang sama. Sejumlah perusahaan benih multinasional agrikultur berbasis sains dan riset telah lama masuk di Indonesia.
"Sekarang tinggal pemerintah yang seharusnya mendorong industri yang ada untuk lebih produktif, menciptakan benih-benih yang spesifik lokasi tidak melulu benih global untuk ditanam petani. Jika itu dilakukan kita bukan hanya mampu penuhi kebutuhan pangan nasional, tetapi malah menjadi eksportir produk pangan," paparnya optimistis.
Bagaimana dengan industri benih dalam negeri agar jadi tuan di negeri sendiri?
"Kawal industri benih dalam negeri untuk menjadi kuat sehingga produktif juga menciptakan komoditas pangan yang marketable baik di pasar domestik maupun mancanegara, sehingga hasil produksi yang dihasilkan petani kita sudah sesuai permintaan global,” sambungnya.
Dalam kesempatan terpisah, Direktur Eksekutif Suara Petani Institute Tony Setiawan menyatakan sudah sepatutnya kegaduhan masalah pangan nasional segera disudahi.
"Sebagai negara agraris yang pernah mendapatkan penghargaan dunia tentang pangan di 1984, rasanya tak pantas lagi Indonesia terantuk masalah pangan yang biasa dialami negara-negara miskin. Apalagi saat ini sudah menjadi salah satu negara anggota G20," tukasnya. (O-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved