Headline
Sebaiknya negara mengurus harga barang dulu.
PERUSAHAAN tambang batu bara terkemuka di Indonesia PT Adaro Energy Tbk (ADRO) membeli lahan eksplorasi coking coal di Queensland, Australia, dari perusahaan batu bara kelas dunia Rio Tinto.
Dengan mengambil alih eksplorasi coking coal di luar negeri itu, Adaro mulai memasuki bisnis coking coal secara internasional dan bahkan ingin menempatkan Indonesia berada pada peta perdagangan global coking coal.
"Kami membelinya bersama EMR Capital seharga US$2,25 miliar. Adaro menguasai 49% saham. Proses pembelian, insya Allah, selesai Mei atau Juni," ungkap Direktur Utama Adaro Garibaldi Thohir, di Singapura, Sabtu (28/4).
Coking coal biasa disebut dengan kokas. Berbeda dengan batu bara yang biasa digunakan untuk pembangkit lisrik, coking coal diproduksi untuk keperluan pembuatan baja.
"Kami ingin diversifikasi produk batu bara, tidak hanya batu bara untuk pembangkit, tetapi juga batu bara untuk baja. Apalagi coking coal secara bisnis margin-nya juga tinggi," tutur Garibaldi Thohir.
Adaro sendiri sudah menghasilkan coking coal di tambang di Kalimantan Selatan dengan produksi sekitar 1 juta ton per tahun. Lahan ekplorasi batu bara yang dibeli Adaro di Australia menghasilkan sekitar 5,5 juta ton coking coal per tahun. Itu artinya, Adaro sekarang ini menghasilkan 6,5 juta ton coking coal per tahun.
Garibaldi Thohir berharap 10 tahun ke depan Adaro bisa menghasilkan 15 juta ton coking coal per tahun sehingga menjadi salah satu pemain terbesar di dunia. Dewasa ini, bisnis coking coal dikuasai Broken Hill Proprietary Company Limited (BHP) asal Australia, Rio Tinto (Inggris-Australia), Rusia, dan Tiongkok.
"Kalau kita bisa menghasilkan 15 juta ton sampai 20 juta ton, kita menjadi salah satu yang terbesar dan Indonesia bisa masuk peta perdagangan coking coal dunia," tutur pria yang biasa dipanggil Boy Thohir itu.
Kantor perdagangan
Lebih jauh, Boy Thohir menyampaikan produksi coking coal sangat diperlukan di masa mendatang saat Indonesia bertransformasi menjadi negara industri. Industri, menurutnya, jelas memerlukan baja.
Untuk memasuki pasar global batu bara itu, Adaro sejak Januari lalu membuka kantor perdagangan di Singapura yang bernama Coaltrade Service International Pte Ltd atau Adaro Service.
"Kami membuka kantor di Singapura karena di sinilah (Singapura) banyak transaksi perdagangan berlangsung. Selain itu, di Singapura mudah mendapatkan pembiayaan," pungkas General Manager Pemasaran dan Perdagangan Internasional Adaro Service Neil Little.
Tahun lalu, PT Adaro Energy Tbk (ADRO) mencatatkan pertumbuhan laba tahunan (yoy) sebesar 62% menjadi US$646 juta dari US$389 juta pada 2016. Pertumbuhan laba yang positif itu antara lain ditopang kinerja dari pendapatan usaha dan pendapatan operasional. Tercatat, peningkatan pendapatan usaha bersih tahunan mencapai 29%, yakni menjadi US$3.258 juta dari US$2.524 juta pada 2016.
Dari peningkatan pendapatan usaha, divisi pertambangan dan perdagangan batu bara menyumbangkan 93% pendapatan usaha seiring dengan pengembangan yang berkelanjutan terhadap bisnis nonbatu bara. (E-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved