PANGLIMA TNI Jenderal Moeldoko mengaku telah dimintai secara langsung oleh pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar prajuritnya mengisi jabatan sekretaris jenderal (sekjen) di lembaga antirasywah tersebut.
"Tidak ada permintaan dari KPK agar anggota saya menjadi penyidik KPK, tetapi yang saya tahu hanya untuk mengisi jabatan sekjen," katanya kepada wartawan seusai memberikan pengarahan kepada sejumlah prajurit TNI-Polri di Kupang, Nusa Tenggara Timur, kemarin.
Ia menjelaskan TNI memberikan kesempatan bagi anggotanya untuk masuk ke kepengurusan KPK.
Namun, bila resmi bergabung dengan KPK, prajurut tersebut akan dipensiunkan.
"Ini kan demi kepentingan negara. Jika negara meminta, semua prajurit harus siap menjadi bagian dari lembaga itu sesuai dengan syarat-syarat yang ditentukan," jelasnya.
Dalam menanggapi hal itu, Pelaksana Tugas (Plt) Pimpinan KPK Johan Budi menegaskan bahwa aparat TNI yang rencananya direkrut menjadi anggota KPK bukan untuk menempati posisi penyidik.
"Bukan penyidik, melainkan untuk posisi pendukung," ujarnya.
Ia tidak menyebutkan dengan jelas apa posisi pendukung yang dimaksud. KPK pun belum membicarakan lebih jauh dengan Panglima TNI tentang mekanisme perekrutan dan detail realisasi kebijakan tersebut.
"Masih harus dilihat dulu dari sisi aturan dan undang-undangnya," tuturnya.
Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Gatot Nurmantyo menegaskan wacana menjadikan anggota TNI sebagai penyidik KPK perlu dievaluasi terlebih dulu.
"TNI jadi penyidik KPK itu wacana. Orang wacana itu boleh-boleh saja, tapi tepat atau tidak perlu evaluasi," katanya di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, kemarin.
Menurutnya, evaluasi diperlukan mengingat selama ini TNI hanya bisa menyidik anggota TNI, sedangkan KPK penyidikannnya sangat luas dan khusus.
Bukan penegak hukum Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq menyatakan sesuai undang-undang, TNI bukanlah lembaga penegak hukum dan tupoksinya bukan di bidang penegakan hukum.
"Jadi keliru besar jika KPK meminta penyidik dari TNI, juga sama keliru jika TNI menawarkan atau memenuhi permintaan KPK itu," ujarnya.
Lebih lanjut, kata dia, jika hal itu terjadi, artinya pemerintah keliru.
Usai reses nanti dalam rapat kerja dengan TNI, pihaknya akan mempertanyakan hal itu.
"Harus hati-hati, jika KPK punya penyidik dari Polri dan TNI, keduanya bisa diadu dan saling tikam. Bisa rusak negara ini," pungkasnya.
Berdasarkan data yang dirilis Imparsial, setidaknya ada 21 MoU TNI dengan sejumlah instansi, di antaranya dengan Kementerian Kehutanan 2014, Kementerian Perhubungan terkait Pengamanan objek vital, Jakarta Industrial Estate Pulo Gadung, Kementerian Pertanian 2014 dalam konteks mewujudkan ketahanan pangan nasional, KONI, KPK, dan Pertamina.
"Langkah ini dinilai sebagai legalisasi TNI untuk masuk dan menjalankan operasi militer selain perang. Ada upaya perlahan, tapi pasti untuk membangkitkan militerisme," ungkap Direktur Program Imparsial Al Araf.
Karena itu, Imparsial mendesak Presiden Jokowi mencabut semua MoU yang memberi ruang kepada TNI untuk masuk pada jabatan-jabatan atau ranah yang seharusnya hanya bisa diisi oleh aparat sipil.