Headline
Reformasi di sisi penerimaan negara tetap dilakukan
Operasi yang tertunda karena kendala biaya membuat kerusakan katup jantung Windy semakin parah
ADA alasan transisi dipilih menjadi tema Festival Teater Jakarta (FTJ) 2016. Begitu pula dengan pementasan kolaboratif yang didapuk sebagai gong pembuka perhelatan tahunan itu. Juga pentas oleh kelompok seni MuDA asal Jepang pada malam penutupan FTJ 2016. FTJ 2016 yang berlangsung selama 19 hari hingga 9 Desember 2016 itu bertempat di Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat. Sebagai dewan juri atau kurator ialah Autar Abdillah, Dindon WS, Gandung Bondowoso, Nirwan Dewanto, dan Zen Hae.
Pembukaan FTJ 2016 menampilkan pentas kolaboratif sejumlah seniman dari disiplin berbeda. Pentas disutradarai Yustiansyah Lesmana dengan dramaturgi Taufik Darwis. Kolaborasi itu akan menanggapi instalasi bambu karya Jonas Sestakresna. “Ide dasar kolaborasi ini diturunkan dari tema besar FTJ 2016. //TRANS>To the Tit adalah perjalanan menuju evakuasi,” kata Yustiansyah Lesmana.
Para kolaborator pementasan ini ialah Jonas Sestakresna & Rumah Kreatif Jati Tujuh yang membuat seni instalasi. Lalu ada After Party Experiment (APE) dan VJ Macula yang bermain dengan multimedia atau video mapping. Masih ada Ensemble Tikoro (guttural vocal ensemble) sebagai pengisi suara musik dan Taufik Darwis yang ambil bagian sebagai dramaturg.
Pentas berdurasi 30 menit itu diberi judul T.T.T (To the Tit) dan berlangsung di sekitar sekaligus merespons instalasi bambu berbentuk paus raksasa The Leviathan Lamalera karya Jonas Sestakresna (Denpasar). Kolaborasi itu menyapai pesan sekaligus menghadirkan perasaan kegelisahan, lazimnya pada setiap proses transisi. Segala sesuatu akan menggalami kondisi ‘di antara’. Situasi berpindah dari yang lama menuju bentuk baru, bentuk yang dituju, atau yang diharap.
Pengalaman regeneratif
Adapun pentas MuDA AREA .04 pada malam penutup FTJ 2016 akan menyampaikan pesan tentang beberapa pengalaman regeneratif perihal kehidupan, seperti ‘memulai sesuatu yang baru setelah tabrakan’, dan ‘terus berdiri setelah jatuh ke bawah’. Mereka memaparkannya ke dalam pertunjukan yang penuh ritual. Berbagai komponen di dalam pementasan, termasuk musik, proyeksi video, dan yang lain-lain akan dipadukan sehingga memungkinkan sebuah perasaan stres bisa dilihat maupun dirasakan.
Uniknya, tema utama Transisi—yang ditulis dengan gaya bahasa pemrograman komputer menjadi <TRANS>-<ISI>--seolah semakin mempertegas kesan berubah-menuju dan bertransisi dari perhelatan ini. Berdasarkan pengantar kuratorial FTJ 2016, transisi diancang untuk sejumlah perubahan. Pertama, FTJ kali ini mencoba menempatkan diri dalam konteks penting perubahan masa kini sebab medan teater di Jakarta ternyata sangatlah beragam.
Kedua, transisi juga bermakna perubahan dari festival teater yang bersifat kompetisi menjadi festival yang benar-benar festival. Itulah sebabnya, FTJ 2016 tidak melulu menampilkan para finalis dari lima kota di DKI Jakarta, tetapi juga menampilkan kelompok-kelompok teater dari produk festival di luar FTJ, baik dari khazanah tradisi maupun modern.
Pada akhirnya, apa yang dipahami sebagai ‘transisi’ juga diharapkan menjadi barometer perkembangan teater, tak hanya di Jakarta, tetapi juga di Indonesia. Itulah mengapa secara perlahan-lahan watak internasional festival ini juga mulai diperkuat sehingga bisa menjadi daya tarik Kota Jakarta yang mengancang dirinya sebagai sebagai kota seni-budaya bertaraf internasional. (Abdillah M Marzuqi/M-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved