Headline

Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.

Menuju Produsen Udang Nomor Satu

MI/FARIO UNTUNG
05/9/2015 00:00
Menuju Produsen Udang Nomor Satu
(MI/AKHMAD SAFUAN)
DI tengah ancaman serangan penyakit EMS (early mortality syndrome) yang melanda banyak negara produsen udang, produksi udang Indonesia justru mengalami peningkatan. Tak pelak, ini memicu optimisme di kalangan pelaku usaha terhadap industri udang.

"Kebanyakan negara produsen udang selama 2014 mengalami penurunan produksi karena serangan penyakit EMS (early mortality syndrome). Tapi hanya Indonesia, India dan Ekuador saja yang mengalami peningkatan," kata Ketua Shrimp Club Indonesia (SCI), Iwan Sutanto, kepada Media Indonesia, Senin (17/8).

Iwan menjelaskan beberapa negara yang mengalami penurunan produksi ialah Tiongkok yang turun hingga 600 ribu ton, Thailand merosot 360 ribu ton, dan Vietnam yang turun sebesar 175 ribu ton. Sebaliknya, Indonesia justru mengalami peningkatan produksi 100 ribu ton, bersama India 175 ribu ton dan Ekuador 20 ribu ton.

"Dari angka tersebut, justru menjadi kesempatan kita untuk terus meningkatkan jumlah produksi dan menambah pasar internasional," ujar Iwan.

Menurutnya, pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah menargetkan pertumbuhan jumlah produksi udang sebesar 786.000 ton pada 2015. Angka ini terdiri dari udang vannamei sebanyak 518.600 ton, udang windu 189.700 ton, dan jenis udang lain sebesar 77.600 ton.

"Di periode tahun 2014, produksi udang kita mencapai angka 623.000 ton. Jadi, peningkatan produksi di tahun ini harus bisa tercapai," sambung Iwan.

Ketua Asosiasi Pengusaha Pengelolaan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I) Thomas Darmawan mengatakan, bahwa saat ini produksi udang Indonesia sudah menempati posisi kedua di pasar udang Amerika Serikat (AS). Menurutnya, setiap tahun, udang Indonesia yang masuk ke 'Negeri Paman Sam' terus meningkat.

"Pada 2013, jumlah ekspor udang kita ke AS di angka sekitar 80.000 ton. Angka itu meningkat di tahun 2014 yang mencapai 100.000 ton, atau naik sekitar 25%," ujar Thomas.

Masih kalah
Meski produksi salah satu komoditas kelautan andalan Indonesia di pasar internasional itu terus meningkat, produksinya masih kalah dari negara-negara ASEAN. Untuk produk udang beku (frozen shrimp), misalnya, Indonesia hanya berada di urutan kedua setelah Filipina. Sedangkan untuk produk udang segar (fresh shrimp), Indonesia justru berada di tempat ketiga setelah Filipina dan Thailand.

Menurut Ketua Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Riza Damanik, Senin (17/8), pemerintah dan pelaku industri di sektor kelautan dan perikanan harus melakukan terobosan guna mendongkrak Indonesia menjadi produsen udang peringkat satu dunia. Di antaranya ialah pengembangan dan pemanfaatan riset yang tepat guna.

"Misalnya, dilakukan pengembangan pakan dalam negeri untuk mengurangi ketergantungan impor dan menekan biaya produksi," jelas Riza.

Terobosan lainnya, tambah Riza, ialah pemantapan kebijakan tata ruang guna melindungi keberlanjutan usaha kelautan dan perikanan, seperti memastikan kualitas air yang bersih dan lingkungan di sekitar sentra budi daya udang dan garam.

"Kita juga berharap adanya sinergi berupa dukungan dari lembaga keuangan dengan usaha hilir di desa serta menjamin ketersediaan pasar berkeadilan untuk menyerap berbagai produk perikanan rakyat, termasuk udang," papar Riza.

Turun Tangan Pemerintah

Menanggapi hal itu, Direktur Jenderal Perikanan Budi Daya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Slamet Soebjakto mengatakan, saat ini pemerintah terus berusaha mengembangkan sektor budi daya udang untuk mencapai target produksi yang sudah ditentukan. Di antaranya dengan memanfaatkan segala teknologi pengembangan yang sudah ada.

"Kita terus berupaya memanfaatkan lahan-lahan yang ideal dengan teknologi semiintensif dan tradisional serta yang berbasis pada klaster," ujar Slamet ketika dikonfirmasi.

Selain itu, Pemerintah juga akan menghidupkan kembali komoditas udang windu dan galah dengan menggunakan teknologi semiintensif serta three in one yang sifatnya berkelanjutan dan jangka panjang. Yang tak kalah penting, menurut Slamet, ialah melakukan monitoring terhadap pencegahan berbagai penyakit yang kerap menyerang udang.

"Kita juga terus melakukan monitoring penyakit serta memperbanyak pembinaan kepada para petambak, khususnya di daerah-daerah sentra produsen udang seperti di Lampung dan Sulawesi Barat dengan meningkatkan kualitas benih udang dengan menggunakan induk-induk unggulan hasil breeding program yang besertifikat," sambung Slamet.

Ia mengakui masih banyak kendala yang harus dibenahi guna terus menjadi produsen nomor satu di ASEAN, bahkan merangkak naik ke level yang lebih tinggi seperti Asia. "Kendala tentu masih ada, seperti masih banyak pembudi daya tradisional yang harus dibina, khususnya dalam penerapan klaster. Begitu juga dengan produsen benih yang masih harus dibina dengan maksimal agar bisa menciptakan benih-benih yang memiliki kualitas terbaik," jelasnya. (M-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya