Headline
Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.
Kenaikan harga minyak dunia mungkin terjadi dalam 4-5 hari dan akan kembali normal.
Presiden menargetkan Indonesia bebas dari kemiskinan pada 2045.
SEBANYAK 1.224 warga Badui Luar dan 42 warga Badui Dalam turun gunung berjalan kaki puluhan kilometer dari pedalaman Desa Kenekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, Sabtu (29/4). Kehadiran mereka disambut ribuan wisatawan dari berbagai daerah yang menunggu di sepanjang jalan dan alun-alun Rangkasbitung. Seba Badui diselenggarakan setiap tahun oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata atas nama Pemda Kabupaten Lebak.
Sekitar pukul 16.30 WIB mereka tiba di pendopo Kantor Bupati Lebak di Rangkasbitung untuk beristirahat. Malam harinya dimulai acara Seba Badui. ‘Seba’ dalam bahasa Badui bermakna silaturahim. Dalam Seba Badui, masyarakat Badui membawa hasil bumi dengan berjalan kaki dan tanpa alas kaki sepanjang puluhan kilometer dari tanah adat untuk dibagikan pada pemerintah setempat atau yang dijuluki sebagai Penggede. Seserahan yang dibawa masyarakat Badui ialah hasil pertanian, seperti pisang, padi, gula aren, dan palawija.
Seba Badui dilakukan setelah ritual Ngawalu atau berpuasa selama tiga bulan dan Ngalaksa, yakni membagikan hasil bumi kepada saudara dan tetangga. Tanggal pelaksanaan Seba Badui ditentukan dengan metode tanggalan suku Badui berdasarkan hasil musyawarah Jaro Tujuh Tangtu Tilu. Inti dari Seba selain menyerahkan hasil pertanian, ialah menyampaikan wasiat.
Masyarakat Badui memiliki tradisi yang disebut Pikukuh Baduy. Pikukuh diartikan sebuah tata cara dan tradisi lisan dalam kehidupan masyarakat Badui dengan berlandasan pada konsep tanpa perubahan. Mereka memegang teguh dan mempertahankan Pikukuh dalam menjaga keseimbangan hidup antara alam dan manusia. Masyarakat Badui tidak mengenal budaya tulis sehingga segala sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan mereka disampaikan dalam tradisi lisan.
Suku Badui sangat meyakini amanat buhun, di antaranya:
Buyut nu dititipkeun ka puun
Nagara satelung puluh telu
Bangawan sawidak lima
Pancer salawe negara
Gunung teu menang dilebur
Lebak teu menang dirusak
Larangan teu meunang dirempak
Buyut teu meunang dirobah
Lojor teu meunang dipotong
Pondok teu meunang disambung
Nu lain kudu dilainkeun
Nu ulah kudu diulahkeun
Nu enya kudu dienyakeun
Aturan yang dititipkan kepada puun
Negara tiga puluh tiga
Sungai enam puluh lima
Tanah dua puluh lima negara
Gunung tidak boleh dihancurkan
Lembah tidak boleh dirusak
Larangan tidak boleh dilanggar
Aturan tidak boleh diubah
Panjang tidak boleh dipotong
Pendek tidak boleh disambung
Yang bukan harus dikesampingkan
Yang dilarang harus ditiadakan
Yang benar harus dibenarkan
Menurut Kepala Museum Multatuli, Ubaidilah Muchtar, Seba Badui Urang Kanekes 2023 itu termasuk Seba Gede (Seba Besar). Seba secara bahasa bermakna menghadap. Seba merupakan ritual setahun sekali bagi masyarakat Kanekes sebagai wujud dan pernyataan kesetiaan kepada pemerintah.
“Ibu Gede atau Bupati Lebak disebut ibu karena perempuan bupati saat ini. Jika bupatinya laki-laki disebut Bapa Gede,” kata Ubaidilah.
Acara ritual dipimpin Jaro Tanggungan Dua Belas sebagai wawakil puun, Saidi Putra. Seba diterima Bupati Lebak Iti Octavia Jayabaya. Dalam seba tahun ini bupati menyerahkan Salinan Peraturan Bupati No 38 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Desa Adat Kanekes.
Patuhi pemerintah
Ungkapan Seba oleh Jaro Tanggungan Dua Belas disampaikan dalam bahasa Sunda diwujudkan dalam kalimat berikut ini. Hari ini kami datang untuk menghadap kepada Ibu Gede sebagai kelanjutan dari para leluhur kami untuk melaksanakan silaturahim. Dan merupakan kewajiban untuk membawa amanat Pusaka, yang diserahkan puun kepada kami. Sebelumnya, kami atas nama leluhur warga memohon maaf bila ada salah cara, keliru ucap, kami orang-orang yang hidup di ujung kampung. Kaum kami bukan berlindung di balik gunung, berkelana di hutan belantara, dan mengembara di lereng lembah yang tidak punya akuan. Kami minta diakui dan dilindungi karena kami juga rakyat Ibu Gede walaupun batin kami berkiblat ke puun, tapi tetap jiwa lahiriah kami patuh kepada pemerintah.
Kami orang yang bodoh, tidak dapat berbuat basa-basi acara hari ini karena adat melarang anak turunan kami berbuat yang bersifat fantasi. Kami ada membawa hasil ladang dan kebun, yang sudah merupakan suatu kebiasaan untuk kami sampaikan kepada Ibu Gede sebagai ungkapan kesetiaan seluruh warga kami. Inilah adanya, jangan dinilai lahiriahnya karena ini merupakan ketulusan dan keikhlasan seluruh warga kami yang merupakan amanat leluhur. Jadikanlah salah satu sarana dari ikatan batin untuk mendekatkan tali silaturahim antara sesama manusia. Tersurat dalam kodrat, saling memberi dan menerima merupakan satu kewajiban sesama hidup karena saling membutuhkan.
Keesokan harinya masyarakat Badui melanjutkan perjalanannya ke Serang, pusat pemerintahan Provinsi Banten, untuk melakukan acara yang sama, Seba Badui.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved