TERLAHIR di Sampang, Madura, pada 13 Mei 1957, nama Mohammad Mahfud MD sudah tak lagi asing di dunia politik, hukum, dan pemerintahan Indonesia. Jauh sebelum terpilih sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) di Kabinet Indonesia Maju, Mahfud MD telah aktif sebagai politikus dan pakar hukum tata negara terkemuka.
Sepanjang perjalanan kariernya, Mahfud telah merasakan berbagai posisi strategis di pemerintahan. Sebelum menjadi Menko Polhukam, ia pernah menjabat sebagai Menteri Pertahanan Indonesia serta Menteri Kehakiman dan HAM di era Presiden Abdurrahman Wahid. Setelah itu, ia pernah menjabat sebagai anggota legislatif sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) untuk periode 2008–2013.
Telah banyak memakan asam garam di dunia polhukam rupanya membuat Mahfud gemar menelaah berbagai hal yang terjadi di dalam negeri. Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesia Yogyakarta itu kerap memberikan tanggapan terkait berbagai hal yang terjadi di dalam negeri, khususnya yang berhubungan dengan bidang hukum.
Menariknya, layaknya pemuda generasi milenial dan Z, Mahfud gemar menuangkan pendapatnya lewat media sosial. Dari tahun ke tahun, pria yang belakangan gemar mengenakan kacamata sport itu selalu mendapat predikat sebagai menteri yang paling sering menuliskan pendapat dan pandangannya tentang isu negara lewat media sosial.
Tak jarang Mahfud juga menjawab berbagai pertanyaan dan melakukan diskusi kecil dengan para pengikutnya di media sosial. Karena keaktifannya itu, ia memiliki lebih dari empat juta pengikut di Twitter dan lebih dari 600 ribu pengikut di Instagram.
Meski terkesan jadi lebih dinamis, terbuka, dan dekat dengan rakyat, tidak sedikit pula yang menilai bahwa Mahfud terlalu cerewet. Ia dinilai terlalu banyak berkomentar tentang hal-hal yang seharusnya diungkapkan dengan cara lebih formal mengingat jabatannya sebagai seorang menteri koordinator.
Mahfud juga kerap mendapat pandangan sinis karena cicitannya di media sosial dinilai sering bersifat subjektif. Bertubi-tubi mendapat sindiran, pria yang beberapa kali masuk daftar kandidat cawapres itu tidak bergeming.
Rasa penasaran masyarakat atas alasan Mahfud MD sangat gemar membuat cicitan di media sosial itu akan terjawab lewat program Kick Andy Double Check Mahfud Cari Panggung. Episode tersebut tayang pada Minggu (19/2) pukul 19.05 WIB di Metro TV.
Membuka acara, Andy F Noya menyambut Mahfud MD dengan pertanyaan tajam yang juga menggelitik. "Banyak orang merasa Menko Polhukam kita nyinyir, bawel, dan cari perhatian. Apakah Anda tahu banyak yang menganggap membicarakan Anda demikian di media sosial?" tanya Andy.
Mahfud tak bisa menahan raut mukanya yang kaget sekaligus merasa lucu dengan pertanyaan tersebut. Dengan sedikit candaan, tetapi tetap serius, ia menjawab yakin hanya segelintir orang yang merasa dirinya cerewet dan suka ikut campur berbagai persoalan.
"Saya tahu, tapi tidak apa-apa karena ada banyak hal yang menurut saya harus diangkat lewat media sosial untuk mendapat dukungan publik," tukasnya.
Jawaban itu tidak membuat Andy puas. Ia mempertanyakan kesan bahwa Mahfud menggiring publik untuk membela Richard Eliezer, salah satu terpidana kasus pembunuhan Brigadir Joshua Hutabarat.
Memang sejumlah pihak menilai Mahfud cenderung menggiring publik untuk meyakini bahwa Ferdy Sambo bersalah, sementara persidangannya masih berjalan. "Anda ini, kan, Menko, (Menteri) Koordinator. Mengapa Anda gemar sekali ikut campur hingga ke substansi-substansi masalah?" tanya Andy penasaran.
"Apa pun yang saya lakukan dan katakan selalu sesuai (dengan) landasan hukum," jawab Mahfud. Dalam kesempatan itu, ia juga menjelaskan pada Andy alasan personal yang mendorongnya sering mengeluarkan pendapat di medsos.
Ia mengaku tak bisa hanya diam melihat ketidakadilan yang terjadi. Dengan tegas, Mahfud MD mengatakan pendapatnya dirasa bisa mendorong terciptanya keadilan. Ia merasa tak ragu untuk mengeluarkannya pada publik. "Kalau saya tidak begitu, mungkin Eliezer tidak akan berani seperti yang kita lihat sekarang ini,” tukasnya.
Tentang hukuman mati pada Ferdy Sambo, Mahfud MD mengatakan menghormati dan mendukung putusan majelis hakim. Sementara itu, ketika ditanya soal kontroversi hukuman mati, dengan lantang ia menjawab, "Saya mendukung adanya hukuman mati. Why not?"
Tidak berniat intervensi
Selain soal kasus Ferdy Sambo, Andy juga menanyakan beberapa isu lain yang juga kerap dibahas Mahfud MD lewat media sosialnya. Di antaranya soal kasus dugaan korupsi Gubernur Papua Lukas Enembe.
"Anda membuat statement keras bahwa Lukas Enembe pasti bersalah. Itu, kan, ikut campur tangan dan intervensi namanya?" tanya Andy.
Mahfud MD menjawab dengan penuh keyakinan bahwa tak memiliki niat melakukan intervensi. Ia juga menjelaskan beberapa hal terkait detail kasus Lukas Enembe yang saat ini masih dalam proses penanganan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia ikut berdialog dengan Ketua KPK Firli Bahuri dan jajaran pemerintahan lainnya untuk membahas penanganan kasus Lukas Enembe.
Masih seputar Papua, Andy juga menanyakan pendapat Mahfud MD tentang kelompok kekerasan bersenjata (KKB) di Papua. Dengan penuh keheranan, Andy bertanya mengapa pemerintah seakan bersikap lunak dan tak tegas dalam mengatasi masalah KKB.
Mahfud menegaskan menangani Papua bukanlah hal yang mudah. Ada banyak aspek yang harus dipertimbangkan, termasuk tentang masalah HAM di Papua yang selama ini selalu disorot dunia internasional. Namun, ia meyakinkan pemerintah dan TNI akan bisa melakukan yang terbaik untuk menyelamatkan Kapten Marthin.
Tak ketinggalan, Andy juga menanyakan tentang silang pendapat yang kerap terjadi antara Mahfud dan beberapa tokoh publik. Dua di antaranya ialah dengan mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (2011-2014) Denny Indrayana dan Mantan Menko Maritim Rizal Ramli.
Mahfud menjelaskan kejengkelannya bukan tanpa alasan. Ia merasa wajar merasa kesal karena banyak pernyataan dari Rizal Ramli yang tidak berdasar, tidak memiliki fakta, dan cenderung ngawur. Ia mengaku berusaha terbuka dengan kritik, tetapi jika dirasa pendapat orang lain itu melantur, ia tak ragu menanggapinya dengan keras. Kritikan halus akan dijawab dengan jawaban halus, sedangkan kritikan keras juga akan ia tanggapi dengan jawaban keras.
"Tapi katanya Anda senang dikritik?" tanya Andy. "Iya, tapi masa tidak boleh menjawab," jawab Mahfud.
Menutup episode tersebut, Andy bertanya tentang persiapan negara menghadapi tahun politik pada 2024, termasuk soal politik identitas, kekhawatiran-kekhawatirannya menjelang tahun politik, hingga soal isu koalisi dan keinginan segelintir pihak menambah periode jabatan presiden.
"Anda cerewet terus ini jangan-jangan Anda punya agenda. Jangan-jangan Anda juga tengah menyiapkan diri untuk menuju 2024?" tanya Andy dengan nada menggoda Mahfud. "Saya tidak akan menjawab pertanyaan itu sekarang," tutup Mahfud sambil tertawa. (M-1)