Headline

Pengacara Tannos menggunakan segala cara demi menolak ekstradisi ke Indonesia.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

Moraa, Tradisi Lisan Panen Padi di Sulawesi Tengah

ASRIF
15/1/2023 05:40
Moraa, Tradisi Lisan Panen Padi di Sulawesi Tengah
Tarian(DOK PEMDA KABUPATEN TOJO UNA-UNA, SULAWESI TENGAH.)

ETNIK Lalaeyo menempati sebuah kawasan di tengah Pulau Sulawesi. Sebagian dari mereka mendiami Desa Uekuli, Kecamatan Tojo, Kabupaten Tojo Una-Una, Sulawesi Tengah. Wilayah itu diapit oleh Kabupaten Poso di sebelah barat dan Kabupaten Banggai di sebelah timur. Tanah di wilayah etnik Laleyo subur. Oleh karena itu, sebagian besar masyarakatnya bekerja sebagai petani. Padi, cokelat, kelapa, dan tanaman lainnya tumbuh melimpah di berbagai tanah pertanian etnik Lalaeyo.

Pada pekan ketiga Oktober 2022, masyarakat etnik ini merayakan pesta panen padi yang dikenal dengan nama Moraa. Moraa merupakan upacara adat atas suksesnya panen padi.

Moh Arsyad, Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Tojo Una-Una, menyatakan bahwa upacara adat Moraa merupakan puncak atau akhir dari sebuah proses panjang menanam padi yang dimulai dari ritus menentukan tanah untuk lahan pertanian, masa membersihkan lahan, ritus pemilihan bibit, masa menanam, hingga masa memanen.

Masyarakat etnik Lalaeyo memiliki tradisi khas untuk menanam pagi. Bibit padi tidak begitu saja langsung ditanam. Mereka memiliki serangkaian tahapan. Pertama, tradisi menyiapkan lahan pertanian. Kedua, tradisi saat menanam bibit hingga memanen padi. Ketiga, tradisi upacara adat atas panen yang berhasil. Tradisi yang ketiga ini disebut Moraa.

Ritual ini diperlakukan sebagai pesta panen atau pesta syukur atas panen yang melimpah. Moraa menjadi penegas rasa syukur atas proses panjang menanam tanaman hingga tiba masa panen.

Menanam bibit padi bagi etnik Lalaeyo tidak dapat dilakukan begitu saja. Mereka memiliki cara khas bahkan jauh sebelum menanam padi. Hal itu terlihat dari proses menyiapkan lahan pertanian. Mereka tidak begitu saja menyiapkan lahan dan selanjutnya menanam bibit padi.

Para petani padi etnik Laleyo wajib melaksanakan sejumlah tahapan yang telah mentradisi. Tahapan itu yakni:
1) mampo’ole yopo (melihat lahan),
2) motila yopo (membagi lahan),
3) membakati yopo (menandai lahan),
4) mevafu (menebang pohon kecil),
5) monovo (menebang pohon besar),
6) monipo (memangkas ranting),
7) monunju (membakar lahan),
8) mongkuasi (memotong dahan yang tidak terbakar),
9) moruru (mengumpulkan ranting dan dahan untuk dibakar),

10) mokavo (membersihkan lahan),
11) movaya (membuat pagar), dan
12) mombangutaka (menanam tumbuhan sirandindi, tivumbane, dan katilalo di tengah lahan).

Dua belas tahapan di atas merupakan rangkaian pengetahuan dan kearifan lokal petani padi pada masyarakat etnik Laleyo. Pengetahuan dan kearifan lokal itu menjadi tradisi lisan yang telah terdokumentasi dan memori kolektif masyarakat setempat, diwariskan secara terus-menerus, dan dipedomani oleh seluruh masyarakat etnik Lalaeyo.

Tahapan penyiapan lahan pertanian tersebut diawali dengan pembacaan doa oleh tokoh adat yang memiliki kuasa untuk itu. Petani selalu mengawali dengan doa agar tanah yang akan ditanami selalu subur dan memberi hasil melimpah.

Petani memberi penghormatan kepada tanah yang akan ditanami agar mereka mendapat berkah dari tanah yang digunakan. Begitulah cara petani pada etnik Lalaeyo membangun keselarasan hidup dengan unsur-unsur yang akan menopang hidup mereka.

Menanam bibit padi akan dilakukan jika lahan telah benar-benar siap ditanami. Artinya, jika lahan pertanian telah melalui seluruh tahapan persiapan dengan baik, akan dilanjutkan prosesi menanam bibit padi. Tahapan itu ialah:
1) momuya (menanam bibit padi),
2) momanangi bingka (merangsang padi
agar mengeluarkan bulir),
3) momota (menuai padi),
4) mosampe (mengeringkan padi),
5) moteyo (mengangkut padi),
6) mopariyala (menyimpan padi di lumbung),
dan
7) mombaju (menumbuk padi).

Upacara adat

Moraa merupakan upacara adat petani atas keberhasilan memanen hasil pertanian. Ritual ini senantiasa dilaksanakan sebagai ruang mengucapkan syukur kepada Sang Pencipta, kepada sesama masyarakat etnik Lalaeyo, juga kepada tanah yang telah memberi hasil panen yang melimpah. Pada upacara adat ini, warga bahu-membahu menyiapkan dan merayakan pesta tersebut dengan gembira.

Walaupun upacara adat Moraa merupakan akhir dari proses pertanian, tahap-Tarian Kayori Moganci Gasing Kuntao annya cukup banyak. Prosesnya antara lain motompo, yakni menyembelih ayam jantan dan betina yang darahnya diguyurkan ke tumpukan gabah padi. Selain itu, ada sejumlah permainan anak-anak seperti motela, yakni permainan tradisional dengan menggunakan bambu, serta moganci, yakni permainan gasing.

Di samping itu, ada pula ritual modoa, yakni berdoa diikuti oleh seluruh masyarakat dengan dipimpin oleh tokoh agama, yang dilanjutkan dengan mangkoni safi afi
a, yakni makan bersama dengan menu makanan khas etnik Lalaeyo. Matoro, atau tarian khas untuk menghibur masyarakat, juga menjadi bagian dari upacara ini. Begitu
pun dengan malaolita, yakni nyanyian salam kepada masyarakat atau tamu yang datang dari jauh, serta makayori, nyanyian etnik berbalas seperti pantun.

Ritual Moraa tahun 2022 telah berlalu. Bahasa, sastra etnik, budaya, dan agama masyarakat etnik Lalaeyo menyatu dalam tradisi lisan tersebut. Selama tradisi lisan ini dijaga, selama itu pula pertanian akan terus tumbuh subur di tanah-tanah mereka. Moraa dan petani tidak dapat dipisahkan. Keduanya merupakan satu kesatuan melaksanakan dan merayakan keberhasilan menanam padi.

Ada permulaan dan tentu akan ada penutupnya. Begitulah makna dalam tradisi lisan Moraa: ruang ucap syukur atas keberhasilan menanam padi sekaligus sarana merawat kebersamaan etnik Lalaeyo di tengah Pulau Sulawesi. (M-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Triwinarno
Berita Lainnya