Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

YUNITA ROHANI : Dikontrak ART, tetapi Diperkerjakan di Pabrik

(*/M-1)
16/10/2022 05:25
YUNITA ROHANI : Dikontrak ART, tetapi Diperkerjakan di Pabrik
YUNITA ROHANI( MI/SUMARYANTO BRONTO)

PERKENALAN dengan dunia pekerja migran dialami Yunita Rohani pada 2003 selepas lulus SMP. Demi membantu ekonomi keluarga, Yuni memilih menjadi pekerja migran. Apalagi ia melihat seorang tetangganya yang tampak makmur sepulang bekerja di Malaysia.

“(Pertama), tertarik karena gajinya tinggi. Kedua, dengan pekerjaan yang mudah dan dengan imingiming yang manis. Selain itu, saya butuh kerja setelah lulus SMP karena buat lanjut SMP tidak memiliki biaya karena kendala ekonomi,” katanya saat hadir sebagai bintang tamu Kick Andy episode Jangan Terulang! yang tayang pada Minggu (16/10).

Anak pertama dari dua bersaudara itu diimingimingi bekerja sebagai penjaga toko di Negeri Jiran. Saat calo datang ke rumahnya, Yuni bahkan belum memiliki KTP. Dengan begitu, segala dokumen diserahkan pada agen. Yuni ingat tahun lahir yang tertera di paspornya saat itu 1976, yang artinya usianya dinaikkan sebelas tahun menjadi 26 tahun.

Setelah dinyatakan sehat, Yuni ditempatkan di penampungan untuk calon pekerja migran selama lima bulan. Biaya hidup selama di penampungan dihitung sebagai utang yang dibayar dengan pemotongan gaji. Saat tanda tangan kontrak, ia dicatat bekerja sebagai ART yang menjaga tiga orang anak dengan gaji 400 ringgit atau lebih dari Rp1,3 juta.

Kenyataannya, Yuni justru bekerja di sebuah pabrik rumahan yang memiliki izin menerima pekerja dari luar negeri. Dua bulan bekerja di pabrik, Yuni mengalami kecelakaan kerja akibat ketidaksengajaan rekan sekerjanya.

Kecelakaan itu membuat jari tengahnya harus diamputasi. Keadaannya makin nestapa karena ia justru mendapat perundungan dari sesama pekerja Indonesia. Mereka merasa kesal lantaran ikut terkena omelan ketika Yuni mengalami kecelakaan kerja.

Di sisi lain, meski tangannya cacat, kinerja Yuni bagus hingga diminta melanjutkan bekerja saat dua tahun masa kontrak selesai. Yuni pun setuju karena kondisi kerja juga lebih kondusif selepas rekan-rekan yang mem-bully-nya tidak diperpanjang masa kerja setelah kontrak mereka habis.

“Setelah tiga tahun, saya memutuskan untuk pulang karena saya rindu dengan rumah. Waktu pulang, saya bawa uang kurang lebih Rp12 juta selama tiga tahun kerja,” katanya.

Sepulangnya dari Malaysia dengan pengalaman pahitnya, ia berkomitmen menjadi aktivis di Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI). Ia merasa terpanggil untuk menjadi relawan SBMI Lampung Timur sebagai koordinator pengorganisasian wilayah barat untuk SBMI nasional. Yuni kini berkiprah memberikan pendampingan bagi para buruh migran Indonesia yang bermasalah. (*/M-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Triwinarno
Berita Lainnya