Headline
Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.
Baru-baru ini, ilmuwan berhasil menanamkan dan mengintegrasikan sel otak manusia pada tikus yang baru lahir. Upaya ini menciptakan cara baru untuk mempelajari gangguan kejiwaan yang kompleks seperti skizofrenia dan autisme.
Para ilmuwan dapat merakit bagian-bagian kecil dari jaringan otak manusia yang terbuat dari sel punca dalam cawan petri, dan telah melakukannya dengan lebih dari selusin daerah otak. Tapi di cawan itu, "neuron (sel saraf) tidak tumbuh ke ukuran yang seharusnya tumbuh di otak manusia," kata Sergiu Pasca, penulis utama studi dan profesor ilmu psikiatri dan perilaku di Stanford University. "Cara ini juga tidak dapat memberi tahu kita gejala apa yang akan ditimbulkan," imbuihnya.
Untuk mengatasi keterbatasan tersebut, para peneliti menanamkan pengelompokan sel saraf otak manusia, yang disebut organoid, ke dalam otak tikus muda. Usia tikus itu penting, sebab neuron manusia telah ditanamkan ke tikus dewasa sebelumnya, tetapi otak hewan itu berhenti berkembang pada usia tertentu, membatasi seberapa baik sel yang ditanamkan dapat berintegrasi. "Dengan mencangkoknya pada tahap awal ini, kami menemukan bahwa organoid ini dapat tumbuh relatif besar, mereka menjadi vaskularisasi (dapat menerima nutrisi) dan mereka dapat menutupi sekitar sepertiga belahan (otak) tikus," kata Pasca.
Untuk menguji seberapa baik neuron manusia terintegrasi dengan otak dan tubuh tikus, udara dihembuskan ke hidung hewan tersebut yang memicu aktivitas listrik dalam neuron manusia. Itu menunjukkan koneksi input, stimulasi eksternal dari tubuh tikus diproses oleh jaringan manusia di otak. Para ilmuwan kemudian menguji kebalikannya: dapatkah neuron manusia mengirim sinyal kembali ke tubuh tikus? Mereka menanamkan sel-sel otak manusia yang diubah untuk merespons cahaya biru, dan kemudian melatih tikus untuk mengharapkan "hadiah" berupa air minum ketika cahaya biru menyinari neuron melalui kabel yang dihubungkan di tengkorak hewan tersebut.
"Setelah dua minggu, kedipan cahaya biru mampu menstimulasi tikus-tikus bergerak ke cerat (wadah air minum)," menurut penelitian yang diterbitkan Rabu (13/10) di jurnal Nature.
Tim peneliti sekarang telah menggunakan teknik tersebut untuk menunjukkan bahwa organoid yang dikembangkan dari pasien dengan sindrom Timothy ( kelainan multisistemik langka yang menyebabkan terganggunya irama jantung dan beberapa fungsi organ tubuh), berkembang lebih lambat dan menunjukkan aktivitas listrik yang lebih sedikit daripada yang berasal dari orang sehat.
Tara Spires-Jones, seorang profesor di Institut Penelitian Demensia Inggris Universitas Edinburgh, mengatakan pekerjaan itu memiliki potensi untuk memahami lebih jauh tentang perkembangan otak manusia dan gangguan perkembangan saraf. Tapi dia mencatat neuron manusia tidak meniru semua fitur penting dari otak manusia yang sedang berkembang. Menurut dia penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memastikan apakah teknik ini merrupakan model yang tepat.
Debat etis
Spires-Jones, yang tidak terlibat dalam penelitian, juga mengingatkan pertanyaan etis yang kemungkinan muncul di masyarakat, termasuk apakah tikus-tikus ini akan memiliki pemikiran yang lebih mirip manusia dan memiliki kesadaran. Pasca mengatakan pengamatan yang cermat terhadap tikus menunjukkan bahwa implan otak tidak mengubahnya, atau menyebabkan rasa sakit. "Tidak ada perubahan pada perilaku tikus,.. tidak ada penambahan fungsi," katanya.
Dia berpendapat bahwa keterbatasan pada seberapa dalam neuron manusia berintegrasi dengan otak tikus memberikan "penghalang alami" yang menghentikan hewan itu menjadi 'terlalu' manusia. Otak tikus berkembang jauh lebih cepat daripada otak manusia, "Jadi hanya ada begitu banyak korteks tikus yang dapat berintegrasi," katanya.
Tetapi pada spesies yang lebih dekat dengan manusia, seperti simpanse, penghalang itu mungkin tidak ada lagi. Namun, Pasca mengatakan untuk saat ini dia tidak akan mendukung penggunaan teknik tersebut pada primata. Dia percaya bahwa ada "keharusan moral" untuk menemukan cara untuk mempelajari dan mengobati gangguan kejiwaan dengan lebih baik. "Gangguan kejiwaan sebagian besar adalah khas manusia. Jadi kita harus berpikir dengan sangat hati-hati... seberapa jauh kita ingin melangkah dengan beberapa model penelitian agar bergerak maju." (M-3)
DERETAN kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh oknum dokter di berbagai wilayah telah memicu kemarahan publik karena tercela dan mencoreng profesi kedokteran.
DUNIA kedokteran regeneratif berkembang sangat pesat. Hal terutama dalam inovasi terapi sel punca dan teknologi kedokteran masa depan.
Proktologi adalah cabang spesialisasi kedokteran bedah yang menangani penyakit area anorektal, seperti wasir (hemoroid), fistula ani, fisura ani, striktur, abses, hingga prolaps rektum.
KEMENTERIAN Agama terus memperkuat kajian terkait integrasi Islam dan sains, terutama dalam konteks kedokteran dan kesehatan masyarakat.
KESEHATAN masyarakat merupakan salah satu pilar ketahanan negara.
Deby Vinski menekankan pentingnya teknologi ini sebagai masa depan dunia kedokteran.
Ingin minta maaf dengan tulus? Ini panduan minta maaf dari para ahli.
Dilansir dari The Atlantic, pareidolia merupakan fenomena psikologi saat setiap orang dapat melihat bentuk tertentu pada gambar biasa, namun persepsinya cenderung berbeda dengan orang lain.
Perasaan sedih dan stres saat harus kembali ke rutinitas usai liburan dalam dunia psikologi disebut dengan istilah post holiday blues.
Pondok Pesantren Darunnajah menghadirkan Darunnajah Assessment and Development Center (DADC), sebuah pusat asesmen dan pengembangan psikologis bagi santri, pendidik, dan masyarakat umum.
Pentingnya peran psikologi sebagai disiplin ilmu dan praktik dalam mendukung pembangunan bangsa, terutama dalam menciptakan masyarakat yang sehat secara mental dan berdaya saing.
Saat ini, timnas U-20 sedang menjalani pemusatan latihan di Jakarta, yang dijadwalkan berlangsung sejak 5-30 Januari sebelum tampil di Piala Asia U-20 di Tiongkok.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved