Headline

Putusan MK dapat memicu deadlock constitutional.

Fokus

Pasukan Putih menyasar pasien dengan ketergantungan berat

Witnowati: Bidan Pejuang Desa

Nike Amelia Sari
26/6/2022 05:05
Witnowati: Bidan Pejuang Desa
Wiwied(MI/SUMARYANTO BRONTO)

KARYA dan pengabdian bagi masyarakat luas sesungguhnya tidak terbatas profesi. Seseorang dapat berkarya jauh lebih dari profesinya berkat ketulusan dan tekad kebaikan.

Hal itu pula yang terlihat dari sosok Witnowati, yang kerap dipanggil Wiwied. Perempuan yang berprofesi sebagai bidan ini memberi sumbangsih besar bagi daerah tempat tinggalnya, Desa Cibodas, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, dengan mendirikan klinik, PAUD, dan sanggar seni yang ditujukan bagi keluarga kurang mampu.

Wiwied hadir dalam Kick Andy episode Sahabat Masyarakat yang tayang malam ini. Bagi penonton setia Kick Andy, mulai minggu ini Kick Andy Show pindah jam tayang menjadi pukul 21.05 WIB.

Wiwied menjadi bidan non-PNS sejak 1996 di usia 22 tahun. Sejak kecil, perempuan kelahiran Tasikmalaya 47 tahun silam ini sudah bercita-cita ingin menjadi seorang bidan.
Cita-cita ini muncul dari kekagumannya atas tindakan sang ibu yang dengan senang hati menolong perempuan-perempuan hamil di desanya meski serba terbatas. Ibunya adalah seorang dukun beranak dan tukang urut. Adapun ayahnya merupakan seorang petani.

“Awalnya saya melihat seorang perawat memakai topi dan baju putih, sangat rapi, dan pekerjaannya bisa menolong orang lain. Itu sesuatu yang membanggakan. Kepuasan menolong orang itu nomor satu,” ungkap Wiwied.

Ketika usianya menginjak 8 tahun, Wiwied pun mengikuti sekolah di SOS Kinderdorf di Lembang, Bandung. SOS Kinderdorf adalah semacam perkampungan yang didirikan oleh Yayasan Hermann Gmeiner di wilayah-wilayah tertentu bagi anak-anak yang berasal dari keluarga miskin dan yatim piatu. Di sana mereka memiliki orangtua asuh. Anak-anak itu dibimbing dan memperoleh pendidikan yang layak.

Pada masa liburan sekolah, barulah ia bisa kembali ke kampungnya. Setelah lulus SMP, Witnowati memilih untuk melanjutkan ke Sekolah Perawat Imanuel. Ia pun masuk asrama. Seiring berjalannya waktu, ia berhasil lulus D-1 SPK Imanuel tanpa mengeluarkan biaya sepeser pun, dengan syarat harus mengabdi karena alasan ikatan dinas selama 2 tahun.

Berawal dari kontrakan garasi

Pada tahun 2000, Wiwied mulai menetap di Desa Cibodas, Lembang. Bersama suami, ia menyewa sebuah kamar dan garasi kosong untuk tempat praktik. Rumah sakit terdekat sangatlah jauh letaknya dan puskesmas di malam hari tutup.

“Sebelum saya menjadi bidan, orangtua sudah tidak ada. Terakhir ketemu sama orangtua, pesannya untuk melanjutkan supaya menjadi bidan. Tahun 2000, saya bertemu dan berinteraksi dengan paraji di Desa Cibodas. Jadi, saya mengajak mereka untuk bekerja sama. Saya memperlakukan paraji itu bukan sebagai pesaing, tapi sebagai ibu buat saya,” tuturnya.

Di lahan seluas 1.000 meter persegi, ia mendirikan klinik bersalin dan perawatan bagi ibu hamil bernama Klinik Pratama Wiwied Arsari. Kini, ia mempekerjakan sekitar 15 orang yang membantu di kliniknya.

Mendorong program pendidikan dan seni

Pada 2008, Wiwied mendirikan PAUD. Sekolah ini dibangun sebagai tempat bermain bagi anak-anak belia yang belum mengecap pendidikan formal. PAUD Kartini merupakan kelompok bermain yang sebagian besar dikhususkan bagi warga kurang mampu. Biaya digratiskan, dari uang pendaftaran hingga fasilitas PAUD, kecuali seragam.

Bantuan Operasional Penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini BOP dari Kemendikbud.

Setelah PAUD, ia juga mendirikan pendopo seni yang dikhususkan bagi anak-anak muda usia 10–17 tahun di sekitar Cibodas. Namanya Sanggar Seni Sunda Sabilulungan. Jumlah siswa yang tergabung di dalam sanggar itu sekarang 50 anak. Harapannya, ketika sudah lulus sanggar, anak-anak itu bisa bekerja di industri wisata.

Berkat usaha keras dan ketekunannya dalam memperjuangkan kesehatan warga, pada 2006 ia diganjar penghargaan Hermann Gmeiner dari lembaga internasional SOS Children’s Village, sebuah organisasi nirlaba nonpemerintah yang mendukung hak-hak anak di Kota Innsbruck, Austria.

Wiwied pun berhak atas hadiah uang sebesar 15 ribu euro atau sekitar Rp180 juta kala itu. (M-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Triwinarno
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik