Headline
Disiplin tidak dibangun dengan intimidasi.
Para peneliti menemukan beberapa sumber air potensial yang merupakan dampak dari letusan gunung berapi jutaan tahun lalu yang terjadi di Bulan, sehingga para astronaut diprediksi bisa meminum air yang didapat dari permukaan benda langit tersebut.
Letusan tersebut menghasilkan dampak jangka panjang pada kondisi Bulan. Salah satunya adalah permukaan es yang berasal dari uap air akibat letusan.
“Mungkin 5 sampai 10 meter di bawah permukaan, Anda akan mendapatkan lapisan es yang sangat besar,” kata Paul Hayne, asisten profesor di Department of Astrophysical and Planetary Sciences (APS) dan Laboratory for Atmospheric and Space Physics ( LASP) University of Colorado Boulder, seperti dilansir Phys, Rabu (18/5).
Para ahli sepakat dan memiliki kesimpulan demikian setelah melakukan simulasi ulang menggunakan teknologi komputer untuk mengetahui kondisi bulan jutaan tahun lalu. Dari simulasi tersebut, para ahli melihat terjadi berbagai letusan gunung api di bulan menghasilkan jumlah uap air yang sangat banyak.
Hal ini mengakibatkan adanya efek seperti embun perak di permukaan bulan yang terlihat di antara pergantian siang ke malam. Para ahli juga memperkirakan Bulan pernah dilapisi oleh zat berupa es selebar 6 ribu mil persegi.
Mayoritas lapisan es itu berada di sekitar Kutub Utara dan Selatan Bulan. Namun, para ahli belum mengetahui asal-usul mengenai kuantitas dari air tersebut.
“Ada banyak sumber potensial saat ini,” kata Hayne.
Penemuan tentang lapisan es di Bulan ini juga dipublikasikan dalam The Planetary Science Journal. Masih dalam jurnal yang sama, para ahli menduga bahwa 18 kuadriliun pound air vulkanik yang terjadi akibat letusan tersebut berubah menjadi es jutaan tahun lalu sehingga mengendap di bawah tanah Bulan. Akan tetapi, lapisan es tersebut tidak mudah untuk ditemukan karena berada di kedalaman tanah.
“Kita benar-benar harus mengebornya dan mencari lapisan es itu,” kata Hayne.
Sementara itu, Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) berencana mengirim kembali astronaut ke Bulan untuk menjalankan sebuah misi Artemis III. Pengiriman itu kemungkinan dapat dilaksanakan pada 2026 dengan tempat tujuan ke wilayah Kutub Selatan Bulan. Misi Artemis juga dilakukan untuk menindaklanjuti temuan air di Bulan. (M-4)
Kemitraan ini mendukung pendidikan STEM (Science, Technology, Engineering and Math) bagi pemuda kurang mampu dalam program enam tahun.
Nestlé terus memberi dukungan terus mendorong karyawan perempuannya untuk berkarya di bidang STEM (Science, Technology, Engineering and Math).
Kontestan asal Arab Saudi meraih medali emas dalam ajang World Invention Creativity Olympics (WICO) 2022.
Egelman mengatakan penelitiannya dapat memberikan pemahaman baru dan membantu untuk membuka jalan bagi teknologi yang didasarkan pada baling-baling mini.
PRESTASI membanggakan dicetak Imran, siswa Madrasah Tsanawiyah (MTsn) 1 Tangerang Selatan, Banten di Internasional Youth Metaverse Robot Challenge 2022.
INOVASI dari dunia farmasi terutama obat berbahan dari alam atau Green Pharmacy/fitofarmaka bisa menjadi jawaban bagi dunia kesehatan untuk isu penaggulangan bahan kimia.
Misi Lunar Trailblazer NASA yang bertujuan memetakan air di Bulan berakhir setelah kehilangan kontak sehari pasca peluncuran.
Dalam studi yang dipublikasikan pada 30 Juli di jurnal Science Advances, para ahli geofisika meneliti lokasi pendaratan Apollo 17 di lembah Taurus-Littrow di Bulan.
NASA mempercepat rencananya untuk membangun reaktor nuklir bertenaga 100 kilowatt di Bulan pada 2030.
Pelajari tentang Teleskop James Webb, teleskop terbesar dan terkuat yang dikembangkan NASA.
Klaim Bumi gelap total 2 Agustus 2025 terbukti hoaks. Simak fakta ilmiah, klarifikasi NASA, dan jadwal gerhana matahari yang sebenarnya terjadi.
Wahana antariksa NASA, Solar Dynamics Observatory (SDO), menyaksikan dua peristiwa langka dalam satu hari: transit bulan dan gerhana bumi yang menutupi matahari.
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved