Headline
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.
Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.
KALANGAN ekonomi kelas atas dari berbagai negara, dinilai paling bertanggung jawab atas perubahan iklim. Tak sekadar tuduhan, hal itu dibuktikan dari studi yang menyatakan kalangan ekonomi kelas atas menyumbang emisi yang sangat besar setiap tahunnya.
Dilansir dari theguardian.com, Sabtu, (5/2), sebuah studi yang dilakukan oleh tim peneliti dari Sheffield Hallam University, Inggris, menemukan fakta aktivitas sehari-hari masyarakat ekkonomi kelas atas meninggalkan jejak karbon berpuluh kali lipat dari masyarakat berpenghasilan rendah. Baik dari kegiatan di dalam rumah ataupun di luar rumah.
Studi tersebut menyebutkan, pada tahun 2010, 10% rumah tangga paling makmur mengeluarkan 34% CO2 secara global. Sementara itu, 50% populasi global dalam kelompok berpenghasilan rendah hanya menyumbang 15% CO2. Pada tahun 2015, 10% orang terkaya bertanggung jawab atas 49% emisi, jumlahnya jauh lebih tinggi dibandingkan 7% emisi yang dihasilkan oleh 50% populasi dunia yang berekonomi kelas bawah.
Ketua tim penelitian tersebut, Profesor Aimee Ambrose mengatakan cita-cita menekan laju perubahan iklim hanya akan dapat tercapai jika ada upaya dari masyarakat berekonomi kelas atas di semua negara untuk mengubah gaya hidup mereka. Itu merupakan cara tercepat untuk memangkas keluaran emisi tahunan secara global.
Salah satu yang bisa mereka lakukan ialah mengubah konsep hunian mereka jadi lebih ramah lingkungan dan hemat energi. Selama ini mayoritas orang kaya hanya memikirkan kenyamanan rumahnya tanpa memikirkan emisi yang dihasilkan. Sumber emisi besar mereka adalah dari penggunaan barang elektronik bertenaga listrik berlebihan.
Emisi dari orang kaya juga dihasilkan dari pola konsumsi yang berlebihan. Misalnya, kepemilikan kendaraan bermotor yang sangat banyak dan tidak efisien dan keengganan menggunakan transportasi massal publik. Ditambah lagi, emisi yang mereka hasilkan dari liburan atau travel menggunakan pesawat dan helikopter pribadi.
“Orang kaya tidak memikirkan biaya yang harus mereka keluarkan untuk memenuhi kepuasan pribadinya tersebut. Misalnya biaya listrik atau bahan bakar, berbeda dengan masyarakat kelas bawah,” ujar Ambrose.
Lebih lanjut, ia menyatakan jika berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah banyak negara untuk menekan perubahan ilim tak akan berjalan maksimal kalau tak ada upaya untuk membatasi pola konsumsi dari para konglomerat. Ia menyarankan pemerintah negara-negara dunia mulai memikirkan cara untuk melakukan pengarahan bagi para konglomerat agar lebih bertanggung jawab dalam menjalani kesehariannya yang menghasilkan emisi tinggi. (M-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved