Headline
Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.
Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.
Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.
TIDAK sedikit orangtua yang ingin anaknya cepat bersekolah. Salah satu alasannya adalah anggapan tentang anak menjadi lebih cerdas.
Namun berbagai studi menunjukkan dampak sebaliknya. Studi baru dari Institute of Psychiatry, Psychology & Neuroscience (IoPPN) di King's College London yang bekerja sama dengan Institut Karolinska dan Universitas Orebro menemukan jika usia bersekolah yang terlalu muda menghasilkan dampak buruk pada anak untuk jangka panjang dibandingkan dengan teman-teman mereka yang lebih tua.
Dari hasil temuan tersebut, tim mengingatkan untuk lebih memperhatikan usia untuk seorang anak dapat mulai memasuki tahapan sekolah yang sesuai dengan yang seharusnya.
Studi yang telah diterbitkan di Journal of American Academy of Child and Adolescent Psychiatry (JAACAP), meninjau data dari 300.000 individu dari Swedish National Registers. Tim menemukan mereka yang termuda di kelas lebih mungkin mengalami prestasi pendidikan yang rendah, gangguan penyalahgunaan zat, dan depresi di kemudian hari.
Studi yang lebih awal juga menunjukkan bahwa anak yang berusia tidak sebaya dengan teman-temannya relatif tidak memiliki pola pikir kedewasaan yang lebih rendah sehingga dapat berkontribusi pada peningkatan risiko attention deficit hyperactivity disorder (ADHD). ADHD adalah gangguan mental yang menyebabkan seorang anak sulit memusatkan perhatian. Kondisi ini dimulai di masa kanak-kanak dan dapat bertahan hingga dewasa.
"Perbedaan antara anggota termuda dan tertua dari suatu kelas bisa mencapai 11 bulan. Pada tahap awal masa kanak-kanak, ini adalah perbedaan yang signifikan dalam hal kedewasaan, perilaku, dan kemampuan kognitif," kata penulis senior studi, Profesor Jonna Kuntsi dari King's IoPPN, seperti dikutip dari sciencedaily.com, Rabu (11/8).
"Karakteristik perilaku yang normal pada anak-anak yang lebih muda dalam beberapa kasus dibandingkan dengan anak-anak yang jauh lebih tua, dan kita dapat melihat dari data bahwa ada konsekuensi yang sangat nyata dan jangka panjang untuk menjadi yang termuda di kelas," lanjutnya.
Tim menyarankan untuk golongan anak-anak kecil yang mungkin belum siap untuk mulai sekolah memiliki kesempatan untuk mulai sekolah nanti dan dengan demikian memiliki risiko lebih kecil mengalami dampak buruk tersebut.
"Menjadi anak bungsu di kelas dapat memiliki konsekuensi perkembangan yang kompleks, dan dapat menempatkan mereka di kerugian pada tahap awal kehidupan masa akademis mereka. Jika kita ingin mengatasi ini, perlu ada pemahaman yang lebih besar dari pengambil keputusan, guru, dan dokter sehingga semua anak memiliki kesempatan yang sama untuk berhasil di kemudian hari," papar Profesor Kuntsi.
Lalu, kapan sebaiknya anak mulai masuk sekolah? Penelitian lain menemukan bahwa anak yang mulai menjajaki sekolah di usia 6 tahun saat masuk sekolah TK memiliki nilai kontrol diri yang lebih baik pada usia 7 dan 11 tahun dibandingkan dengan anak-anak yang masuk TK sejak usia 5 tahun atau kurang.
Penelitian dari Universitas Stanford tersebut mengungkapkan bahwa anak yang masuk TK lebih terlambat memiliki hasil kontrol diri 73% lebih baik dibandingkan anak yang masuk TK lebih dini. Secara akademis, anak yang masuk sekolah lebih terlambat menunjukkan prestasi akademik rata-rata lebih tinggi.
Kesiapan seorang anak memasuki sekolah menjadi faktor utama. Di Indonesia, pendidikan formal SD rata-rata dimulai pada usia 7 tahun. Berdasarkan beberapa penelitian, usia ini telah cukup sesuai untuk mulai menjajaki pendidikan formal. Jika menginginkan anak yang berusia di bawah 7 tahun untuk bersekolah informal maka disarankan untuk memilih pendidikan informal PAUD dan TK yang lebih banyak menekankan waktu bermain dan kemampuan sosial pada anak. (M-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved