Maestro Bulantrisna Djelantik, Renjana yang Tiada Padam

Putri Rosmalia
24/2/2021 16:40
Maestro Bulantrisna Djelantik, Renjana yang Tiada Padam
Maestro tari Legong, Ayu Bulantrisna Djelantik.(Instagram @poetryreading (Ni Ketut Putri Minangsari) )

Maestro seni lari Legong asal Bali, Ayu Bulantrisna Djelantik, meninggal dunia usai berjuang menghadapi kanker pankreas, pada Rabu (24/2), di usia 74 tahun. Bulantrisna tutup usia dengan meninggalkan semangat dan optimisme bagi seni tari Indonesia.

Perempuan kelahiran Deventer, 8 September 1947, tersebut merupakan keturunan raja terakhir Karangasem, AA Anglurah Djelantik. Ayahnya, dr AA Made Djelantik, adalah tokoh dunia kesehatan dan budayawan Bali. Sementara itu, sang ibu merupakan warga asli Belanda.

Biyang Bulan, panggilan akrabnya, merupakan seorang maestro tari yang juga seorang dokter spesialis telinga, hidung, tenggorokan (THT). Ia meraih gelar dokter dari Universitas Padjajaran, Bandung, pada tahun 1965. Ia juga Doktor lulusan Antwerp University, Belgia.

Keseriusan Biyang Bulan menjalani pendidikan sebagai seorang dokter tak menyurutkan gairah dan kecintaannya terhadap seni tari. Hal yang ia kenal sejak usia 7 tahun ia gemari, dan terus ia tekuni hingga jelang tutup usia.

Pada usianya yang baru 12 tahun, ia telah mendapat kesempatan menari di Istana Tampaksiring Bali. Ia tampil di depan Presiden Soekarno dan tamu-tamu negara yang hadir.

Sejak lulus dari Universitas Padjajaran, ia mulai semakin serius menekuni dunia seni tari. Pada tahun 1972, Biyang Bulan menjadi salah satu pendiri Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI), di Bandung. Sejak saat itu, kiprahnya di seni tari seakan tak pernah surut.

Tidak terhitung pertunjukan tari Legong yang telah ia lakoni. Baik di dalam ataupun luar negeri. Dalam perjalanan kariernya, Biyang Bulan juga telah menciptakan pelbagai kreasi tari, seperti Legong Smara Dahana, atau Legong Mintaraga. Ia kerapkali menampilkan tarian-tarian ciptaannya itu dalam berbagai pertunjukan.

Ia juga aktif mengajar, melakukan regenerasi penari. Didirikannya Bengkel Tari AyuBulan bagi para penari profesional, dan kemudian Lestari AyuBulan sebagai wadah persemaian benih-benih penari baru.

Komitmen dan kesungguhan Biyang Bulan dalam melanggengkan seni tari Bali tak perlu diragukan. Renjana yang tak pernah padam tersebut menjadikan ia guru yang dikagumi dan ditiru banyak muridnya, termasuk penari Ni Ketut Putri Minangsari.

“Bulantrisna Djelantik atau biasa kami, murid-muridnya, panggil Biyang Bulan, di mata saya adalah seorang penari dengan totalitas tinggi,” ujar Putri ketika dihubungi Media Indonesia, Rabu (24/2).

Penari yang sudah bergabung dengan Bengkel Tari AyuBulan selama satu setengah dekade itu menceritakan, sebagai seniman tari yang namanya telah mendunia, Biyang Bulan punya citarasa estetika tinggi. Karya-karya koreografi, kostum, serta properti tari yang didesainnya selalu tertata indah dan rapi.

“Itu membuat kami murid-muridnya terpacu untuk selalu mengutamakan kualitas dalam berkarya. Sebagai guru, semua yang saya ketahui tentang pengajaran tari Bali, saya dapatkan dari beliau,” ujarnya.

Selama hidupnya, lanjut Putri, Biyang Bulan selalu senang berbagi ilmu tari yang ia miliki. Khususnya pada generasi muda yang memiliki minat dan keingintahuan akan dunia seni tari.

“Beliau tak pernah menahan ilmu, semua yang beliau ketahui, beliau ajarkan. Sangat terasa bagi kami-kami muridnya, betapa beliau bercita-cita bukan membesarkan namanya, tapi membesarkan kesenian tari Bali, khususnya seni Legong klasik gaya Peliatan yang sudah menyatu dengan nafasnya,” tuturnya.

Semangat Biyang Bulan dikatakan Putri akan selalu terkenang dan tak akan lekang termakan waktu bagi setiap pencinta seni tari Nusantara.

Kiprah Biyang Bulan selama hidupnya telah menyumbang optimisme yang besar pada seni tari di Indonesia saat ini dan untuk masa yang akan datang.

Matur suksma, Biyang Bulan. (M-2) 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Irana Shalindra
Berita Lainnya