Headline

Pertambahan penduduk mestinya bukan beban, melainkan potensi yang mesti dioptimalkan.

Fokus

Ketegangan antara Thailand dan Kamboja meningkat drastis sejak insiden perbatasan

Kurangi Paparan Arsenik, ini Cara Memasak Beras yang Aman

Galih Agus Saputra
04/11/2020 08:00
Kurangi Paparan Arsenik, ini Cara Memasak Beras yang Aman
Petani Memanen padi(ANTARA/Ari Bowo Sucipto)

BERAS barang kali merupakan salah satu makanan yang paling banyak dikonsumsi di dunia. Meski begitu, sedikit yang mengetahui sumber makanan ini rupanya juga mengandung arsenik (As), unsur kimia yang berbahaya jika dikonsumsi berlebih..

Adanya kandungan arsenik dalam beras dikarenakan ia berasal dari padi,  tumbuhan yang hidup dalam genangan air. Oleh karena itu pula, ia lebih mudah menyerap senyawa karsinogenik yang secara alami ada di dalam tanah. Air tanah yang terkontaminasi dan digunakan untuk irigasi persawahan, juga dianggap sebagai ancaman terbesar bagi kesehatan manusia terkait paparan arsenik.

Kesadaran manusia tentang toksisitas arsenik sebenarnya sudah dimulai sejak ribuan tahun silam. Akan tetapi kesadaran akan bahaya yang sama dalam konsumsi beras boleh dibilang sebagai perkembangan yang baru dalam ilmu pengetahuan. Beberapa negara di Eropa kini sudah memiliki sejumlah peraturan yang dirancang untuk membatasi paparan arsenik melalui konsumsi beras, akan tetapi di Asia, dimana konsumsi berasnya cukup tinggi, belum banyak yang memiliki aturan seperti itu.

Pakar tanah dari The University of Sheffield, Inggris, Manoj Menon dalam studinya menguji 55 varietas beras yang beredar di Inggris dan menemukan lebih dari setengahnya mengandung kadar arsenik lebih tinggi. Kadar itu bahkan dipercaya melebihi aturan yang dibuat untuk menjaga kesehatan bayi dan balita.

Selain itu, Menon juga menemukan korelasi antara konsumsi beras dan risiko kematian akibat penyakit kardiovaskular. "Ada keprihatinan  tentang konsumsi nasi karena arsenik," katanya, seperti dilansir dari Sciencealert, Selasa, (3/11).

Untungnya, lanjut Menon, dalam beberapa tahun terakhir sudah dipahami bahwa kadar arsenik anorganik dalam beras dapat ditekan melalui berbagai cara. Beberapa di antaranya ada yang memasak beras dengan metode pencucian maupun pembilasan, namun sayangnya masih ada juga langkah yang justru menurunkan kadar nutrisi dalam beras itu sendiri.

Dalam studinya, Menon dan tim lantas menyelidiki berbagai metode memasak beras untuk mengetahui cara yang di satu sisi dapat menekan arsenik, dan di sisi lain tetap dapat menjaga nutrisi. Setidaknya ada empat metode yang mereka teliti, yang mana semuanya melibatkan proses menanak dengan metode absorpsi, baik menggunakan beras yang belum dicuci, beras yang sudah dicuci, maupun beras yang sudah direndam sebelumnya, atau nasi setengah matang.

Hasil analisis kemudian menunjukan, beras lebih baik dimasak menggunakan metode absorsi setengah mendidih (parboiling with absorpsi/PBA). Dengan cara ini, menurut Manon, arsenik dalam beras benar-benar dapat dikurangi sementara nutrisinya tetap terjaga.

Sebagai panduan memasak di rumah, mereka lantas menyarankan agar konsumen mula-mula dapat mendidihkan empat cangkir air tawar untuk satu cangkir beras. Setelah itu, masukan beras tersebut dalam air mendidih dan rebus selama lima menit. Setelahnya, buang air yang sudah memiliki kandungan arsenik tersebut, dan ganti menggunakan air bersih. Terakhir, tutup dan masak beras tersebut hingga menjadi nasi.

"Dengan metode baru kami, paparan arsenik berkurang secara signifikan tetapi tidak menghilangkan nutrisi utamanya. Kami sangat merekomendasikan metode ini terutama saat menyiapkan nasi untuk bayi dan anak-anak karena mereka lebih rentan terhadap risiko paparan arsenik," tutur Menon.

Menon dan tim mengatakan, cara memasak ini mampu menghilangkan sekitar 54 % senyawa anorganik dalam beras merah dan sekitar 73 % dalam beras putih. Secara umum, nutrisi yang terjaga dengan metode ini ialah seperti fosfor, kalium, magnesium, seng, dan mangan.

PBA sebagai metode memasak beras, menurut mereka juga lebih hemat air, energi, dan durasi ketimbang metode lain. Meski begitu, mereka juga memberi catatan agar metode ini kembali diulang beberapa kali, seturut dengan lingkungan, jenis beras, maupun kualitas air yang berbeda. (M-4)

 

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Adiyanto
Berita Lainnya