Headline
AS ikut campur, Iran menyatakan siap tutup Selat Hormuz.
Tren kebakaran di Jakarta menunjukkan dinamika yang cukup signifikan.
KESEPIAN atau keterasingan kian diakui sebagai masalah yang mengganggu kesehatan mental manusia. Di masa pandemi ini masalah keterasingan sebagai dampak dari isolasi mandiri ataupun lockdown wilayah, pun semakin dialami banyak orang.
Sebuah penelitian terbaru Icahn School of Medicine di Mount Sinai, New York, Amerika Serikat pun memberi wacana dampak baru keterasingan. Isolasi selama dua minggu nyatanya sudah mampu menurunkan kemampuan bersosialisasi. Memang, penelitian ini baru diterapkan dengan pengujian kepada tikus. Namun hasil penelitian, mengungkapkan perubahan aktivitas otak yang juga bisa terjadi pada mahluk hidup lain, termasuk manusia.
Dilansir Science Daily, penelitian yang telah terbit di jurnal Nature Neuroscience edisi 31 Agustus itu mengisolasi hewan uji selama dua minggu. Dalam amatannya, peneliti menemukan sel otak yang sebelumnya tidak dikenal yakni neuron korteks prefrontal medial. Bagian ini rupanya mampu memproyeksikan berbagai sinyal ke beberapa komponen otak, yang jika direplikasi pada manusia dapat digunakan untuk memahami masalah gangguan jiwa akibat keterasingan.
"Selain mengidentifikasi sirkuit khusus yang sangat rentan terhadap masalah isolasi sosial di masa kanak-kanak ini, kami juga menemukan bagian yang bisa menjadi target perawatan defisit perilaku sosial. Melalui stimulasi sirkuit prafrontal spesifik yang memproyeksikan ke area thalamic di masa dewasa, kami mungkin dapat menyelamatkan defisit sosial yang disebabkan oleh isolasi," tutur Ahli Psikiatri yang menyusun makalah ini, Hirofumi Morishita.
Setelah diisolasi selama dua minggu, tikus tersebut mengalami kegagalan aktivasi neuron korteks prefrontal medial. Adanya penurunan rangsangan sinyal di bagian tersebut juga menghambat kinerja neuron lainnya, yang kemudian menunjukkan adanya defisit kemampuan bersosialisasi.
Morishita mengatakan defisit perilaku sosial pada dasarnya adalah dimensi umum dari banyak gangguan perkembangan saraf dan kejiwaan, seperti autisme dan skizofrenia. Adanya identifikasi neuron prefrontal selanjutnya dapat diterapkan untuk perbaikan defisit perilaku sosial yang terjadi karena berbagai masalah atau gangguan kejiwaan lainnya. (M-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved