Headline

Presiden Prabowo resmikan 80.000 Koperasi Merah Putih di seluruh Indonesia.

Fokus

Terdapat sejumlah faktor sosiologis yang mendasari aksi tawur.  

Kreativitas di Tengah Pagebluk

Furqon Ulya Himawan
14/6/2020 02:10
Kreativitas di Tengah Pagebluk
(Dok Screenshoot Katalog/Furqon)

SINAR mentari begitu terik. Udara begitu panas. Seorang lelaki bermasker ungu berdiri membelakangi pagar pembatas yang teranyam dari besi. Saking panasnya, kaus cokelat yang dikenakan lelaki itu dibuatnya untuk menutupi kepala bagian belakang.

Sementara itu, tangan kirinya memegang sebungkus minuman lengkap dengan sedotannya. Matanya tajam melirik ke kanan. Tanah lapang di belakangnya tampak kering, tak ada pepohonan, tandus. Semakin menambah hawa panas di hari itu.

Lelaki itu tak bernama, tapi bertuan. Dia merupakan karya lukis seorang seniman bernama Yaksa Agus, seorang seniman yang kerap mengikuti pameran seni dan beberapa kali menggelar pameran tunggal.

Terik #1. Itulah judul karya Yaksa yang memiliki dimensi 90 cm x 70 cm dan dibuat pada 2019. Karya itu dia ikutkan dalam sebuah Pameran Amal Covid-19 yang diselenggarakan sejumlah seniman di Yogyakarta.

Cuma satu karya yang diikutkan, tapi bukan berarti tak banyak karya yang ikut dalam pameran. Ada 128 karya dari 80 seniman yang ikut pameran itu. Tak hanya karya lukis, ada karya 3 dimensi yang juga diikutkan, seperti karya Nurroh mad berjudul Kemesraan berdimensi 80 cm x 80 cm x 60 cm dan Saroni berjudul Subuhku Dipathok Ayam yang berdimensi 45 cm x 40 cm x 60 cm.

Selain Yaksa, sederet seniman lain juga ikut andil dalam Pameran Amal Covid-19 ini, seperti karya Nasirun berjudul Bulan Jingga dengan dimensi 25 cm x 25 cm, tarikh 2020; Kartika Affandi berjudul A Hanging House berdimensi 100 cm x 70 cm, tarikh 2020; dan karya Gusmen Heriadi berjudul Lampias Butuh No 2 berdimensi 70 cm x 70 cm yang dibuat pada 2019.

Namun, ratusan karya itu tidaklah dipajang di ruang pamer sebuah galeri seni rupa yang pembukaannya tak pernah sepi pengunjung. Pagebluk covid-19 membuat penyelenggara tidak bisa menggelar pameran secara langsung.

Penyelenggara harus mematuhi aturan pemerintah untuk social distancing dan larangan mengumpulkan banyak orang untuk menghindari tertularnya covid-19 yang sampai sekarang belum ketemu vaksinnya.

Karya itu semua dipajang secara daring (online) di Instagram Pameran Amal Covid-19. “Kami memajangnya di etalase secara online,” kata A Anzieb, kurator pameran, Sabtu (6/6). 

Begitulah cara seniman menghadapi pagebluk covid-19. Di tengah keterbatasan ruang dan waktu, mereka tetap berkarya dan ikut beramal. “Kami berusaha di tengah keterbatasan,” imbuh Anzieb. Seniman lukis yang tak asing namanya di dunia seni rupa Indonesia, Jim Supangkat, memberikan apresiasi pada para seniman yang terlibat yang jumlahnya puluhan. Apresiasi itu diberikan Jim dalam sambutan tertulisnya secara singkat.

‘Para peserta pameran amal di Yogyakarta, semoga sukses. Tidak hanya pada amalnya, tapi juga tecermin dari karya-karya yang dipamerkan. Selamat,’ tulis Jim yang juga seorang kritikus seni rupa.


Strategi pameran

Pameran seni rupa secara virtual bukanlah hal baru dan tentunya memiliki keterbatasan karena pengunjung tidak bisa menikmati karya seni secara langsung. Tidak seperti biasanya pengunjung bisa menikmati langsung dan berinteraksi dengan karya seni ketika melihat pameran di sebuah galeri.

Dalam pembukaan pameran, misalnya, biasanya dihadiri banyak pengunjung. Pihak penyelenggara pun tak lupa menyuguhkan berbagai hiburan berupa tarian dan musik serta aneka camilan dan minuman.

Ketika pintu galeri dibuka atau pita digunting, puluhan atau bahkan ratusan pengunjung langsung kemruyuk masuk menikmati karya. Namun, hal itu semua mendadak hilang dan sunyi di pameran yang digelar pada pagebluk covid-19 seperti saat ini. ‘Pembukaan tanpa pengunjung, tanpa pidato, dan tanpa tarian yang dapat dilihat secara fisik.

Semua berjalan secara virtual,’ tulis Oei Hong Djien (OHD) dalam sambutannya di katalog Pameran Amal Covid-19. Harus ada cara dan strategi baru untuk memamerkan karya seni rupa. Gagasan pameran seni rupa virtual bertajuk Pameran Amal Covid-19 yang diselenggarakan Galeri Ruang Dalam, Nalar Roepa, dan Lesbumi DIY, menurut Oei Hong Djien, ialah sebentuk optimisme dan cara para seniman menyiasati situasi yang penuh ketidakpastian.

‘Untuk keluar dari situasi ini dituntut semangat  optimsme, kerja sama, saling membantu, kepatuhan, rasionalitas, dan tak lupa kreativitas,’ tulis OHD. Situasi pagebluk covid-19 memang membuat sejumlah seniman mengeluh dan kaget, seperti diakui Anzieb, kurator Pameran Amal Covid-19. Mereka syok lantaran banyak pameran yang terpaksa ditunda tanpa kepastian gara-gara pagebluk.

Sebagai kolektor yang sudah lama bergelut di dunia seni, Oei Hong Djien mengerti mengapa banyak seniman yang kaget dan bingung menghadapi pagebluk. Namun, bagi Oei, seniman harus tetap berkarya dan mampu memanfaatkan situasi pandemi sebagai inspirasi yang
belum pernah dilihat sebelumnya.

“Seniman justru mempunyai peluang. Karya hebat akan tetap dicari,” katanya. 

Yaksa Agus, seniman yang ikut dalam Pemeran Amal Covid-19, mengakui pameran seni rupa virtual di masa pandemi menjadi solusi bagi seniman yang ingin memamerkan karyanya kepada publik. Itu karena tidak mungkin mengadakan pameran dengan mengundang banyak
pengujung di masa social distancing.

“Tentunya tidak sekadar memajang foto karya di Facebook, Instagram, atau media sosial lainnya. Tetapi ada sesuatu yang menjadikan menarik dari sisi gagasan dan wacananya,” kata Yaksa yang pernah menggelar pameran virtual bertajuk Titir. “Kondisinya (pandemi) bisa lama, jadi bisa saja semua pameran akan secara virtual semua,” imbuhnya.

Pameran Amal Covid-19 itu digelar selama sebulan. Sudah dimulai sejak 15 Mei dan akan berakhir pada 15 Juni nanti. Separuh hasil penjualan karya nantinya disumbangkan untuk membantu masyarakat yang terdampak pandemi covid-19.

Sampai Sabtu (6/6), baru empat karya yang terjual dengan nilai penjualan mencapai Rp52.350.000. Sebanyak 50% dari hasil penjualan selanjutnya diamalkan untuk membantu masyarakat yang terdampak covid-19.

“Selanjutnya proses pembayaran ke seniman sebanyak 50% dari hasil penjualan,” kata Titik Suprihatin dari Galeri Ruang Dalam.

Baru empat yang terjual, masih banyak karya lainnya yang terpajang secara virtual di Instagram Pameran Amal Covid-19. Penikmat seni dan masyarakat masih punya waktu untuk menikmati dan mengoleksinya. Harganya beragam, mulai Rp4,5 juta–Rp25 juta.

Seperti harapan Jim Supangkat, semoga para seniman seni rupa yang ikut dalam Pameran Amal Covid-19 sukses dalam beramal dan mampu terus berkarya di masa pandemi. (M-4)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya