Headline

Presiden Prabowo resmikan 80.000 Koperasi Merah Putih di seluruh Indonesia.

Fokus

Terdapat sejumlah faktor sosiologis yang mendasari aksi tawur.  

Jejak Inspirasi Ananda Sukarlan

Abdillah Marzuqi
31/5/2020 01:45
Jejak Inspirasi Ananda Sukarlan
Ananda Sukarlan (Dok Rumah Daksha)

JEMARI itu menari lincah di atas tuts piano. Tidak ada sejengkal ruang yang tidak terjelajahi, semua tuts berada dalam kuasa jemarinya. Dua tangan mungkin biasa, tapi Ananda Sukarlan keluar dari zona itu. Ia memberikan inspirasi bahwa siapa pun bisa bermusik.

Pada satu bagian, ia berunjuk main hanya menggunakan satu tangan. Begitulah konser virtual Ananda Sukarlan bertajuk Intimate Inspirations with Ananda yang ditayangkan langsung di saluran Youtube Budaya Saya, Kamis (28/5). Ananda membuka penampilannya dengan
komposisi Variations on Ibu Pertiwi. Ia punya dua alasan terkait pilihan komposisi itu, yakni pandemi covid-19 dan tema penampilannya.

“Kenapa saya membuka dengan Variations on Ibu Pertiwi, apakah itu terkait dengan pandemi? Iya, di Indonesia, Ibu Pertiwi sedang berduka. Kenyataannya, bukan hanya Ibu Pertiwi kita yang sedang menangis, seluruh dunia juga tengah menangis karena pandemi ini,” ungkap pria yang dikenal sebagai pianis sekaligus komposer itu.

Tajuk Intimate Inspirations, menurutnya, bukan hanya soalan inspirasi yang didapat dari Ananda tentang kekaryaan, melainkan juga inspirasi dari komposisi yang dibawakan. Inspirasi itu bisa bermacam-macam, bisa soal hak cipta, semangat bermusik, ataupun musik untuk mereka yang berkebutuhan khusus.

“Juga, untuk memberikan permisalan apa yang akan Anda lakukan dengan melodi, yang mana aslinya bukan milik Anda, dan Anda menjadikannya sebuah karya musik. Konser ini adalah Intimate Inspirations. Berarti Anda terinspirasi dengan lagu lain,” terangnya.

Ananda juga mengingatkan jika ingin menulis lagu dan mengopi dari musik klasik, pastikan kalau komposer masih hidup atau tidak karena hal itu terkait dengan hak cipta serta royalti. Ananda memang tidak sekadar berhadapan piano dan bermain dengan dirinya, tetapi juga memberikan edukasi dan komunikasi apik dengan para audiens.

Sebelum memainkan komposisi, Ananda memberi penjelasan tentang asal mula komposisi tersebut. “Sebagaimana yang telah saya katakan, Ibu Pertiwi adalah lagu nasional Indonesia yang sangat populer. Tapi nyatanya bukan lagu orisinal. Lagu itu ditulis pada abad 19, tepatnya 1855, oleh Joseph Scriven dengan judul What a Friend We Have in Jesus,” jelasnya.

Ananda lalu meneruskan penjelasannya bahwa lagu itu lalu diadaptasi di Sumatra Utara, kemudian menjadi lagu yang sangat populer di Indonesia. Komposisi kedua yang dibawakannya ialah Happy Birthday Remix. Komposisi itu terdiri atas lagu yang dipadu menjadi
satu.

“Apa yang saya lakukan? Saya mengambil musik orisinal, mengambil musik pop, dan lagu Happy Birthday dengan variasi yang saya buat sendiri,” ujarnya.

Sedemikian padunya, audiens akan kesulitan memilah dan membedakan mana yang orisinal dan mana yang gubahan. Padahal, ada tiga lagu dalam Happy Birthday Remix, yakni Birthday All by Myself with Rachmaninov, Memories ... of Pachelbel, dan Clementi’s Groovy Kind
of Birthday
. Menurutnya, audiens yang mendengar tidak akan tahu mana yang orisinal, mana musik pop, dan mana yang Happy Birthday. Itulah sebabnya Ananda menamakan komposisinya dengan Happy Birthday Remix.

You get itu, but you don’t really get it. That’s the points,” ucapnya.

All by Myself ialah lagu yang dirilis Eric Carmen pada 1975 dan dikemas ulang oleh Celine Dion pada 1996. Sementara itu, Eric Carmen terinspirasi dari Piano Concerto No 2 ciptaan komposer Rusia Sergei Rachmaninoff. 

Ananda juga menyajikan Memories yang dipopulerkan Maroon 5. Nyatanya, lagu itu juga didasarkan pada urutan harmonik dan melodi Pachelbel’s Canon gubahan komposer Jerman Johann Pachelbel. Terakhir, Ananda memasukkan Clementi’s Groovy Kind of Birthday. Komposisi itu populer di telinga publik dengan Groovy Kind of Love yang dilantunkan Phil Collins.


Rapsodia Nusantara

Seusai memainkan komposisi tersebut, Ananda pun mengeluarkan karyanya sendiri, yakni Rapsodia Nusantara. Menurutnya, setiap nomor dalam Rapsodia Nusantara didasarkan pada lagu rakyat di Indonesia. Komposisi itu bisa terdiri atas satu atau dua lagu. Hanya saja, dibatasi dalam satu provinsi. Ada 34 provinsi di Indonesia, Ananda berharap bisa menulis sejumlah itu.

Pendasaran pada provinsi juga dimaksudkan untuk memudahkan. Jika didasarkan pada pulau, bayangkan betapa banyak komposisi tercipta karena Indonesia punya lebih dari 17 ribu pulau.

“Saya sangat yakin tidak mampu menciptakan 17 ribu Rapsodia Nusantara,” akunya.

Kali ini Ananda membawakan Rapsodia Nusantara no 24 based on Papua Folksong Domidow from the region of Dogiyai. Komposisi itu didasarkan pada melodi dan nyanyian Domidow yang berasal Kabupaten Dogiyai, Papua.

“Saya mencoba membuat variasi dan fantasi pada nyanyian dari Dogiyai ini. Dan nyanyian itu berjudul Domidow,” ujarnya

Ananda secara khusus menyoroti isu individu berkebutuhan khusus. Ia mengatakan ketika seseorang bertalenta dalam musik, tapi dia hanya punya satu tangan ataupun hanya sejentik jari, hal itu tidak harus menjauhkannya dari musik.

“Karena saya tidak percaya disabilitas, sebaliknya saya percaya orang menjadi disable ketika tidak memberi akses mereka untuk melakukan keinginannya,” tegasnya.

Individu berkebutuhan khusus juga tidak harus mengubur impian mereka untuk menjadi seorang pianis. Satu tangan, bahkan satu jari pun bisa. Ananda mengaku telah menulis lusinan musik bagi para individu berkebutuhan khusus. Salah satunya ia mainkan malam itu, yakni komposisi berjudul Lonely Child. Komposisi itu dimainkan dengan satu jari tangan kanan. Ia mengungkapkan jika tidak bisa dengan satu jari, komposisi itu pun bisa dimainkan dengan bantuan pulpen atau apa pun untuk mengetuk tuts.

Komposer itu juga memainkan salah satu Rapsodia Nusantara bernomor 15 yang diambil dari lagu rakyat Lampung berjudul Ngekham. Rapsodia Nusantara no 15 dimainkan dengan hanya satu tangan. Ananda membagi tugas jemarinya untuk memainkan melodi dan iringan.
Tentu saja itu sulit dilakukan, bahkan lebih susah ketimbang bermain dengan dua tangan.

“Jika Anda mendengarkan musik ini dengan mata tertutup, Anda harusnya tidak tahu bahwa musik ini ditulis untuk satu tangan saja,” tegasnya. (M-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya