Headline
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
. AS kembali memundurkan waktu pemberlakuan tarif resiprokal menjadi 1 Agustus.
Penurunan permukaan tanah di Jakarta terus menjadi ancaman serius.
SEORANG lelaki berambut klimis dan memakai kaus oblong terlihat sedang momong empat orang anak. Dia berdiri sambil menggendong seorang anak yang masih kecil. Tangan kanannya menjadi penopang supaya anak itu nyaman dalam gendongan, sementara tangan kirinya membelai sang anak penuh kasih sayang.
Tiga anak lainnya berada di samping. Mereka sedang main mobil-mobilan yang modelnya mirip mobil Jeep. Satu anak duduk di atas kap depan, satunya bertugas menjadi sopir, dan satunya lagi berdiri di sampingnya.
Begitulah gambarannya. Keberadaan mereka terlukis di sebuah kanvas berdimensi 55 cmx50 cm dan bertarikh 2020. Syam Terrajana yang memiliki karya lukisan itu, memberinya judul Soresore.
Sekilas, melihat lukisan Syam Terrajana mengingatkan pada realitas masyarakat miskin kota, seperti pemandangan di pinggir pelintasan rel kereta api di bawah jembatan layang Lempuyangan Yogyakarta, dekat Stasiun Lempuyangan. Saban sore, tak sedikit orangtua yang mengajak anaknya melihat kereta api yang lewat. Sambil menunggu kereta lewat, anak-anak mereka bisa naik odong-odong atau sambil makan cilok.
Itulah realitas hiburan kaum miskin kota yang tak mungkin ngemal sambil makan ayam crispy, mahal. Realitas itu mampu dilukiskan Syam secara apik dalam karyanya berjudul Soresore.
Karya itu dia pajang dalam pameran karya seni Mini Seksi #2 bertajuk Kotak di Galeri Ruang Dalam, Yogyakarta, selama dua minggu (1-14 Maret).
Pameran bertajuk Kotak ini tak hanya memamerkan karya Syam. Ada 31 seniman lain yang ikut berkarya, yakni Desy Gitary, Oktaviani, Ridho Scoot, Agung Santosa, Herru Yoga, Rizal Mizilu, Tan Maidil, Hendung Tunggal Jati, Oky Antonius, NPAAW, Rejo Arianto, Rangga A Putra, Yaksa Agus, Ega Budaya Putra, Jhoni Saputra, Agus Kurniawan, Roadyn Choerodin, Giorgio Sciaretta, M Katili, Isa Ansory, Suwandi Waeng, Yanto Gombo, Romi Kumik, Romi Armon, Mona Palma, Mola, Afriani, Ulil Gama, dan Rizal Hasan.
Ini merupakan kali kedua Galeri Ruang Dalam menggelar pameran Mini Seksi. Sebagian seniman yang ikut pameran juga pernah ambil bagian dalam Mini Seksi pertama pada 2017, seperti Syam Terrajana, Herru Yoga, dan Desy Gitary.
Memasuki Kotak, terdapat sejumlah karya seni yang ukurannya relatif sama, yakni 50 cmx50 cm. Hanya beberapa yang ukurannya lebih panjang dan lebar atau malah sebaliknya, lebih kecil. Ceritanya pun beragam. Ada tentang tata surya seperti karya Giorgio Sciarretta, berjudul Surface in Motion in the Universe. Karya ini bertarikh 2018 dengan ukuran 60 cmx50 cm.
Atau kisah alam semesta karya Mona Palma berjudul Melampaui yang bertarikh 2020 dengan ukuran 50 cm x 50 cm. Di karya ini, Mona melukiskan sekawanan burung terbang bebas melintasi perbukitan. Karya ini mengingatkan pada burung-burung migran yang setiap tahun berpindah dari satu negara ke negara lain. Setidaknya, itu tafsir saya atas karya Mona ini.
Yang mencoba mengkritik fenomena saat ini pun ada, seperti karya Fitra Alex Junaidi yang mengkritik perilaku masyarakat sekarang yang sukanya serbainstan. Kritik itu Alex tuangkan dalam karya berjudul Tenggelam dalam Rasa Berbeda.
Karya berukuran 46 cmx40 cm dengan tarikh 2020 milik Alex penuh dengan tempelan bungkus mi instan. Di atas mi, ada beberapa helai benang. Alex menutup bagian atasnya dengan fiber.
Ada sebuah karya yang sekilas langsung mengingatkan pada persoalan yang sedang menjadi isu global: coronavirus atau covid-19. Karya Afriani berjudul Di Antara Bayang-Bayang yang berdimensi 100 cmx100 cm ini melukiskan seseorang memakai masker berwarna hijau. Dahinya mengernyit, tatapan matanya tajam ke samping seolah sedang melihat sesuatu yang membuatnya cemas.
Masuk lagi ke Kotak, ada sebuah karya yang bertalian dengan kata sore, yakni karya Hendung Tunggal Jati, berjudul Sunset. Di karya berdimensi 50 cmx50 cm ini, Hendung mengilustrasikannya dengan warna oranye, serupa langit yang menyemburatkan warna serupa ketika berpamitan dengan baskara.
Namun, di tengah-tengah warna oranye terdapat warna hitam yang mengingatkan pada lubang hitam yang sampai sekarang masih menjadi misteri ataukah senja kala memang sudah dekat?
Sebelum senja kala itu datang, ada baiknya menengok karya Romi Kumik berjudul Introspeksi Diri. Karya berdimensi 50 cm x 50 cm bertarikh 2020, menggambarkan seorang lelaki berjambang dengan mata yang tersapu cat warna merah.
Jembatan antarkotak
Catatan pengantar katalog yang ditulis Yaya Marjan sebagai Perespon Pameran, memulai dengan sekilas sejarah lagu Imagine karya John Lenon bersama Yoko Ono, seorang seniman dari Jepang. Menurut Yaya, imajinasi sangat diperlukan dalam berkarya dan memaknai kotak.
Saat memasuki Kotak, Yaya memberikan catatan akan pentingnya introspeksi. Baginya, introspeksi menjadi penting untuk mengenali diri sendiri, termasuk hal-hal yang aneh atau kurang dalam diri sendiri.
Dari kemampuan mengenali kekurangan diri sendiri itulah akan muncul pengertian kepada orang lain. Mengerti dan mau memahami orang lain inilah yang sangat diperlukan dalam masyarakat kita saat ini.
Setidaknya, Yaya Marjan ingin menghubungkan makna Kotak dengan keberagaman di Indonesia. Menurutnya, manusia hidup selalu berada dalam kotak-kotak primordial yang berwujud agama, suku, bahasa, ras, aliran, kelas, dan lainnya. Pun karena kotak-kotak itu, orang bisa saling menyakiti dan membunuh. Apalagi orang yang tidak memiliki rasa humor.
“Karena humor mampu menjadi pelebur sekaligus jembatan antarkotak,” katanya. (M-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved