Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Gerbang Eksis Dunia di Klub Pemandu Sorak

Galih Agus Saputra
29/12/2019 05:30
Gerbang Eksis Dunia di Klub Pemandu Sorak
Tim Royal All Stars saat latihan rutin di Jakarta.(MI/ MOHAMAD IRFAN )

Bukan lagi sekadar hiburan selingan pertandingan, klub pemandu sorak Royal Cheer Club menjadi sarana para anggotanya untuk tampil di tingkat internasional.

SEJUMLAH pemuda berdiri melingkar sambil memasang kuda-kuda. Di tengah mereka, berdiri seorang perempuan yang bersiap melompat.

Ia memegang bahu rekan di kiri kanan sebagai tumpuan. Setelah mantap, dalam hitungan ketiga, perempuan itu pun melentingkan tubuh ke udara. Penuh percaya diri, ia mendarat mulus di depan rekan-rekannya hingga jadilah formasi utuh mereka yang cantik.

Itulah pemandangan di sesi latihan para anggota Royal All Stars yang berlangsung di Houbii Urban Adventure Park, Kebayoran Lama, Jakarta, Selasa (17/12). Royal All Stars merupakan prototipe dari komunitas Royal Cheer Club yang didirikan sejak 2014. Anggotanya berusia 14-26 tahun yang kebanyakan merupakan pelajar Jakarta dan Jawa Barat. Ada pula sebagian yang merupakan karyawan perusahaan swasta.

"Saya pengalaman lebih dari 10 tahun di cheerleader. Kemudian saya mendirikan komunitas Royal Cheer Club untuk mewadahi minat orang-orang terhadap aktivitas pemandu sorak ini," ujar Silvia Windy kepada Media Indonesia. "Waktu itu pilih nama Royal karena kesannya besar dan memang sedari awal ingin membuat kerajaan cheerleader," tambahnya.

Lebih lanjut ia menjelaskan jika pemandu sorak pada dasarnya merangkum beberapa teknik dasar yang mirip dengan yang ada di gimnastik, tapi lebih bersifat akrobatik. Oleh sebab itu, untuk melakukan gerakan cheerleading tidak hanya membutuhkan fleksibilitas, tetapi juga keberanian, kepercayaan diri, tanggung jawab, dan tidak kalah penting ialah kekompakan tinggi. Hal terakhir ini bukan saja demi keselarasan gerakan, melainkan juga menyangkut keamanan rekan yang lain.

Dalam proses belajar, Royal All Stars menerapkan enam level. Sebagaimana umumnya, level pertama berisi pelajaran gerakan dasar. Latihan gerakan ini dilakukan di lantai dan ketinggian maksimal hanya sekitar 70 cm.

Elevasi gerakan lompatan meningkat seiring dengan semakin tingginya level pelajaran. Namun, gerakan lemparan atau lompatan tinggi baru diajarkan di level terakhir.

"Dalam sesi latihan, biasanya juga kita sesuaikan dengan usia anggota. Jadi misalnya anak usia SD, mereka tidak boleh melebihi level dua. Nah, setelah itu, kalau sudah SMP boleh sampai level tiga, kemudian bisa naik terus ke level selanjutnya," imbuh Silvia.

Kala menghadapi kompetisi, para anggota Royal All Star akan berlatih intens selama tiga bulan. Meski tekanan lebih berat, Silvia mengatakan psikologis anak-anak justru cenderung lebih ceria dan percaya diri.

Dari pengalamannya mengajar cheerleading bertahun-tahun, perempuan berusia 32 tahun ini menilai jika dampak psikologis positif tersebut merupakan buah dari atmosfer yang kompak. Kegiatan cheerleading yang sedemikian rupa membuat tekanan-tekanan perlombaan tetap terasa menyenangkan karena dihadapi sebagai kelompok. Selain itu juga kegiatan olahraga memang sudah lama terbukti memberikan efek bahagia pada pikiran manusia.

Di sisi lain, atmosfer itu sendiri memang harus pula dijaga dengan metode pelatihan yang tetap menyenangkan. Meski menjadi juara merupakan hal menyenangkan, bukanlah segalanya.

Dengan sederet hal itu Silvia yakin jika kegiatan cheerleading akan membawa dampak bagus, khususnya bisa menjadi sarana pembetukan karakter anak. Ia pun mengungkapkan jika telah menyaksikan perubahan sifat anak yang awalnya egois menjadi lebih berempati pada orang lain.

Berbagi waktu dengan ngantor

Meski Silvia cukup banyak memaparkan manfaat cheerleading bagi anak-anak, bukan berarti anggota Royal All Stars hanya para bocah. Aldi Saputra ialah gambaran pencinta cheerleading sejati.

Berlatih sejak enam tahun lalu, kini pria 24 tahun itu tetap konsisten menjadi cheerleader dengan membagi waktu antara kerja kantoran. "Saya latihan ke Houbii sepulang kantor. Saya sebenarnya sudah suka dengan dunia pemandu sorak sejak 10 tahun lalu itu dan saya selalu semangat bila tiba saatnya Royal All Stars mempersiapkan penampilan untuk kompetisi," tuturnya.

Dari hobi dengan gerakan gimnastik plus akrobatik, kecintaannya pada cheerleading makin dalam karena merupakan gerbang untuk mendunia. Hal ini memang terbuka karena keikutsertaan di kompetisi internasional diwadahi pemerintah, salah satunya dengan memberangkatkan timnas Cheerleader Indonesia ke Florida, Amerika Serikat.

Hingga kini Aldi memang belum ikut seleksi timnas. Namun, ia bertekad di masa depan akan menjadi wakil Indonesia di kompetisi internasional.

Ilona Nediva juga merupakan anggota Royal All Stars yang yang punya mimpi besar. Siswi kelas 9 SMP Pangudi Luhur, Jakarta Selatan, ingin menjadi cheerleader profesional.

Dalam keseharian di sekolah, menurut Ilona, kegiatan pemandu sorak telah memberikan banyak pengaruh untuknya. Ia mengaku lebih semangat ketika berangkat, terlebih juga hal itu selalu memancing keinginannya untuk menjaga kesehatan. Kesehatan baginya sangat penting karena dari situ ia dapat melakuan berbagai macam pekerjaan, termasuk kesiapannya untuk tampil di berbagai kompetisi, dari kejuaraan daerah (Kejurda), kejuaraan nasional (Kejurnas), dan internasional.

Sementara itu, Edzelika, siswa SMAN 29 Jakarta, mengaku kepincut dengan kekompakan dan keseruan yang terlihat dalam penampilan tim pemandu sorak. "Kebetulan di sekolah kan juga tidak ada ekstrakurikuler cheerleader, jadi saya ikut di sini saja. Keren banget pokoknya," tukasnya. Edzelika juga bertekad untuk bisa ikut seleksi timnas hingga berprestasi sebagai cheerleader internasional. (M-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Triwinarno
Berita Lainnya