Headline

Kecelakaan berulang jadi refleksi tata kelola keselamatan pelayaran yang buruk.

Fokus

Tidak mengutuk serangan Israel dan AS dikritik

Cats yang Gagal Mengeong

Fathurrozak
27/12/2019 21:00
Cats yang Gagal Mengeong
Salah satu adegan film Cats (2019).(Dok. Universal Pictures)

Perbincangan bernada pesimistis terhadap film musikal Cats sudah menyeruak sejak trailer pertamanya rilis pada Juli lalu. Itu kemudian ditambah dengan pernyataan sutradara Tom Hooper --juga menyutradarai King’s Speech dan Les Misérables-- saat premiere, yang mengaku bahwa film baru saja selesai sehari sebelumnya.

Cats melibatkan pemeran dengan berbagai talenta, mulai dari penari balet kenamaan Fransesca Hayward, pembawa acara tv James Corden, musikus Taylor Swift, Jason DeRulo, dan Jennifer Hudson --yang sudah membuktikan kapasitas aktingnya dalam Dream Girls, aktris legendaris Judi Dench, Ian McKellen, juga aktor Idris Elba atau Rebel Wilson. Namun, kontras dengan ensemble yang tampak menjanjikan, performa film yang diadaptasi dari pertunjukan musikal Broadway ini sungguh flop.

Desain visual Cats tampak mengerikan dengan melihat para karakternya, para kucing dengan gestur manusia berbulu. Bulu dalam beberapa film dapat menjadi sebuah kekuatan, bila berhasil menyajikan efek yang meyakinkan. Namun, jadi bencana bila detil tidak berhasil ditampilkan.

Garis besar cerita Cats ialah perjumpaan Veronica (Francesca Hayward), kucing yang dibuang oleh entah siapa di lorong gelap London, dengan sekelompok kucing liar yang menyebut diri Jellicles. Dengan rasa takut dan penasaran, Veronica mengikuti setiap ritus Jellicle Ball yang mereka lakukan pada satu malam.

Mungkin, tidak sepenuhnya kesalahan Tom Hooper ketika Cats masuk ke layar perak dan menjadi bencana. Cats konon merupakan salah satu naskah teater musikal yang aneh. Kelahirannya didahului adaptasi buku analogi puisi TS Elliot, Old Possum's Book of Practical Cats, oleh komposer legendaris Andrew Lloyd Webber menjadi serangkaian lagu. Sutradara Trevor Nunn kemudian melengkapinya agar dapat menjadi satu naskah teater.

BACA JUGA: Bombshell, Saat Diam tak lagi Tertahankan

Dalam teater musikal Cats, lagu dan tari menjadi atraksi utama ketimbang narasi. Tidak sedikit yang menganggap ceritanya absurd, namun lebih banyak yang menikmati tarian dan lagu --Memory ialah salah satu megahit-nya, menjadikan Cats salah satu pementasan terpanjang di panggung Broadway.

Hanya saja, kemeriahan di atas panggung tersebut terasa amat berbeda dengan ketika Cats dialihkan ke medium film, dengan penonton yan tidak dapat langsung merasakan energi para penampil. Sisi estetika yang mungkin bercela pun dapat dimaafkan saat di panggung, tapi saat di layar film, menjadi canggung.

Ketika saya menyaksikan nukilan pentas Broadway Cats, para aktor mengenakan kostum dengan motif serupa kucing, lengkap dengan bulu-bulunya, dan riasan di wajah mereka. Mengalihwahanakannya ke film, harapan saya, akan menaikkan estetika desain tampilan dari pentas panggung tersebut. Apalagi, teknologi CGI sudah semakin canggih.

Ternyata, tidak sepenuhnya demikian. Bulu-bulu yang dibubuhkan ke para aktor nampak norak. Seperti seolah hanya memakai kostum berbulu, bukan sesuatu yang memang tumbuh pada tubuh mereka. Ditambah, kontras antara tapak tangan yang tanpa bulu dengan lengan mereka, atau telapak kaki. Hanya milik Veronica, yang terlihat tidak mengganggu, dengan coraknya sebagai kucing berwarna putih dan garis-garis tipis hitam-butterscotch.

Performa Hayward, setidaknya menonjol dari segala lubang film ini. Gestur yang ia bawakan, setiap koreo yang ia tarikan, menjadi salah satu hal indah yang bisa kita nikmati dan cukup memberi kekuatan film ini. Setiap geraknya mampu menyampaikan karakter Veronica yang takut, penasaran, dan kucing yang juga bukan bagian dari Jellicle. Agak membingungkan memang ketika beberapa karakter tidak menunjukkan gestur mereka sebagai bagian dari kucing, dengan pengecualian aktor kawakan Ian McKellen atau Judi Dench.

Cats gagal memberi impresi sebagai produksi musikal berbalut teknologi CGI yang mungkin saja bisa menaikkan nilai estetika kekuatan bulu pada suatu film. Gagasan mengenai Heaviside Layer, juga masih terasa begitu absurd ketika kucing Jellicle dipilih oleh Old Deutoronomy untuk naik balon udara, dan terlahir kembali. Meninggalkan celah plot yang lemah dan tidak begitu banyak digali. Hasil itu terasa berbeda dengan produksi film musikal Tom Hooper sebelumnya, Les Miserables, yang punya visi tegas dan plot yang lebih tertata, dan lebih memiliki kedalaman emosi. Cats bisa jadi antisipasi bagi rumah produksi lain dalam pertimbangan mereka untuk memakai 'bulu' sebagai bagian dari pilihan kreatif mereka dalam film. (M-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Irana Shalindra
Berita Lainnya