Headline

Koruptor mestinya dihukum seberat-beratnya.

Fokus

Transisi lingkungan, transisi perilaku, dan transisi teknologi memudahkan orang berperilaku yang berisiko.

Sulit Memutuskan? Bisa Jadi Kamu Terjangkit Fobo

Suryani Wandari Putri Pertiwi
27/11/2019 09:15
Sulit Memutuskan? Bisa Jadi Kamu Terjangkit Fobo
Fobo katanya, adalah ketidakmampuan untuk memilih salah satu dari banyak hasil yang dapat diterima.(Unsplash/Nik Shuliahin)

Pernah enggak sih merasa sulit untuk menentukan keputusan? Rasanya punya banyak pertimbangan berat yang membuat anda ragu bahan cemas, padahal keputusan itu sifatnya sederhana dan semua opsipun dapat diterima.

Karakteristik yang "takut akan pilihan lebih baik" disebut juga  Fobo yakni sebuah fenomena sosial yang diciptakan oleh Patrick McGinnis, seorang pemodal ventura AS dan pria yang dikenal karena menciptakan istilah Fomo, atau takut ketinggalan.

Dilansir dari theguardian, McGinnis mengungkapkan bahwa Fobo dapat terjadi di mana-mana mulai dari keputusan kecil seperti apa yang harus ditonton di TV, apa yang harus dimakan untuk makan malam,  hingga yang lebih penting seperti apakah akan mengambil pekerjaan baru. Apa pun masalahnya, orang yang menderita Fobo mungkin merasa dirinya kewalahan dengan kemungkinan-kemungkinan apa yang akan terjadi. Bahkan, beberapa orang menyebutnya “kelumpuhan analisis”, ketika tidak ada hasil yang dijamin, dan ketika beberapa dari opsi itu tidak ada.

Seseorang dengan Fobo cenderung menahan komitmen, atau berkomitmen kemudian membatalkan. “Saya menjamin hal itu akan terjadi pada menit terakhir, setiap saat,” kata Aoife O'Donaghue, 24, lulusan baru-baru ini yang berbasis di Edinburgh. Perilaku seperti itu bisa melelahkan bagi teman dan keluarga yang bergantung pada seseorang untuk komitmen yang kuat, dan membawa tekanan pada orang itu sendiri.

Jadi apa yang terjadi? McGinnis, yang telah meneliti F omo dan F obo selama beberapa tahun untuk bukunya yang akan datang, berpendapat bahwa Fobo belum tentu merupakan perilaku manusia yang baru.

“Perasaan ini secara biologis adalah bagian dari siapa kita. Saya menyebutnya biologi menginginkan yang terbaik. Nenek moyang kita sejuta tahun yang lalu diprogram untuk menunggu yang terbaik karena itu berarti mereka lebih mungkin untuk berhasil,” katanya.

Tetapi pengenalan massal teknologi canggih dan internet telah mempercepat Fomo dan Fobo menjadi perilaku sosial yang umum. Bagaimanapun, kita sekarang dapat dengan mudah membandingkan diri kita sendiri satu sama lain sehingga menghasilkan perasaan Fomo dan membebani diri kita dengan pilihan atau memproduksi Fobo.

“Pergilah di Amazon untuk membeli sepasang tali sepatu putih dan Anda memiliki lebih dari 200 pilihan, sedangkan 50 tahun yang lalu Anda akan pergi ke Woolworths dan memilih di antara tiga,” kata McGinnis.

“Faktor lain yang lebih emosional adalah bahwa Fobo didorong oleh narsisme, karena ketika Anda memiliki Fobo, Anda menempatkan kepentingan Anda sendiri jauh di atas kepentingan orang lain, yang membuat semua orang di sekitar Anda ditahan,” lanjut McGinnis.

Fobo katanya, adalah ketidakmampuan untuk memilih salah satu dari banyak hasil yang dapat diterima, istilahnya Fobo merupakan kesengsaraan yang ditimbulkan kemakmuran.  “Untuk memiliki Fobo Anda harus memiliki opsi. Jadi semakin kaya Anda, semakin kuat Anda, semakin banyak opsi yang Anda miliki. Saat itulah Anda mulai merasakannya," katanya.

McGinnis mengatakan, seorang yang mengalami Fobi memiliki  "rasa takut melepaskan". Nah kamu lebih baik memilih, atau menyimpan pilihan tanpa menyelesaikannya nih? (M-2)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Irana Shalindra
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik