Headline

Presiden sebut negara butuh kepolisian tangguh, unggul, bersih, dan dicintai rakyat.

Fokus

Puncak gunung-gunung di Jawa Tengah menyimpan kekayaan dan keindahan alam yang luar biasa.

Kekuatan Film Biopik Berbalut Kisah David vs Goliath Arena Balap

Fathurrozak
18/11/2019 13:40
 Kekuatan Film Biopik Berbalut Kisah David vs Goliath Arena Balap
Matt Damon dan Christian Bale, masing-masing memerankanCarroll Shelby dan Ken Miles di film Ford v Ferrari.(Dok Ford v Ferrari)

SEKILAS Ford v Ferrari memang bisa ditangkap sebagai kisah masuknya Ford dalam arena balap. Menjadi kuda hitam, pabrikan mobil asal Amerika Serikat itu berhasil menang dalam ajang balap Le Mans 24 hours melawan raksasa Ferrari.

Namun sesungguhnya film besutan James Mangold ini adalah film biopik tentang perjuangan dua sahabat Carroll Shelby (Matt Damon) dan Ken Miles (Christian Bale) dalam mewujudkan mimpi dan sekaligus mendobrak birokrasi uzur.

Kisah di awali dengan kegagalan merger yang menimpa Ford dan akhirnya membuatnya membangun mobil balap sendiri. Ford merekrut mantan pebalap dan pemenang Le Mans 24 hours 1959, Carroll Shelby. Sementara, Ken Miles karib Shelby yang memenangkan balapan Le Mans 24 hours pada 1966.

Nuansa lawas pada film ini tetap kontekstual. Perkara latar sejarah yang menjadi tumpuan cerita, dipinjam untuk mengisahkan pergulatan manusia dalam memenuhi hasratnya. Pada babak ini, ialah hasrat Miles menjadi pebalap profesional, dan Shelby sebagai orang yang bertanggung jawab untuk mengantarkannya.

Hasrat-hasrat yang hendak dicapai ini dibenturkan dengan ketatnya birokrasi dan cara pikir para eksekutif di Ford. Miles dianggap tidak merepresentasikan citra perusahaan. Sehingga dalam pertama kalinya Ford ikut di Le Mans 24 hours, namanya dicoret. Pergulatan Shelby untuk tetap menyeimbangkan apa yang diingini para eksekutif dan mendorong apa yang dibutuhkan Miles adalah sisi lain pergulatan dalam film. Upaya manusia memelihara hasrat tetapi tetap harus berkompromi dengan realitas.

Dinamika hubungan antara Miles-Shelby ini mengingatkan pada kisah bromance lain, terdekat, dalam film Green Book yang menang Oscars tahun ini. Dalam spektrum lain, Ford v Ferrari memberi impresi yang memantik emosi penonton dalam pemenuhan hasrat keduanya.

Kedalaman Damon dan Bale dalam memerankan Shelby dan Miles adalah unsur utama intrik film ini. Chemistry yang terbangun di antara keduanya mudah untuk menghadirkan empati. Berselisih pendapat, tidak terpenuhinya harapan, dan kompromi yang harus dilakukan baik di antara keduanya, atau dari salah satunya terhadap karakter lain.

Tracy Letts yang memerankan Henry Ford II sebagai pemrakarsa pabrikannya untuk terjun ke arena balap, tentu menjadi antitesis dari karakter utama. Kehadirannya di layar, cukup memberi motif aural yang mengesankan ia merupakan bos yang sulit dipuaskan.

Meski demikian, dalam beberapa adegan, ia juga dihadirkan sebagai karakter yang memiliki sisi lain dari citra utamanya. Contohnya, tangisan saat ia diajak Shelby untuk menjajal mobil Ford rancangan Shelby. Suatu sisi yang ditujukan untuk tetap menampilkan karakter dalam film ini memiliki sisi-sisi dualitas.

Karakter tangan kanan Henry Ford II, Leo Beebe yang dimainkan Josh Lucas bisa dianggap sebagai karakter utama penyulut konflik dalam menghambat apa yang dibutuhkan oleh karakter utama. Josh berperan efektif sebagai antagonis dari sudut lain. Sehingga konflik yang muncul secara besar justru lebih karena andilnya, meski film ini berjudul Ford v Ferrari.

Judul tersebut dipilih mungkin sebagai cara untuk memudahkan audiens dalam menerima film ini. Namun konfontrasi yang terjadi antara Ford dan Ferrari justru tidak diberi porsi yang begitu tebal.  

Meski secara porsi di layar dan penceritaan Ford v Ferrari lebih didominasi karakter pria, Mangold juga memberikan sentuhan kacamata perempuan. Hal itu lewat karakter Mollie Miles yang diperankan Caitriona Balfe.

Ketegasan sikap Mollie setidaknya paling kentara ialah saat ia menggugat keputusan sepihak Miles. Ini sekaligus membuat naskah yang ditulis Jez Butterworth, John-Henry Butterworth, dan Jasson Keller ini menihilkan stereotip karakter. Bahwa perempuan tidak selamanya awam mengenai mesin. Mereka juga berhak untuk punya suara atas tindakan dan mendorong motivasi dari respon-respon karakter lain di layar. (M-1)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Bintang Krisanti
Berita Lainnya
Opini
Kolom Pakar
BenihBaik