Headline

RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian

Fokus

Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.

Produsen Film Butuh ini agar Produksi Lebih Jos

Fetry Wuryasti
24/9/2019 17:34
Produsen Film Butuh ini agar Produksi Lebih Jos
Suasana bioskop rakyat di Teluk Gong, Jakarta.(ANT/Galih Pradipta)

Penggunaan data untuk kepentingan strategi bisnis menjadi hal mutlak di setiap lini usaha, termasuk perfilman.

Menurut produser dari Lifelike Picture, Sheila Timothy, salah satu kegunaan data dalam strategi bisnis ialah menentukan target audiens yang dituju. Sayangnya, Indonesia masih minim data yang memaparkan pergerakan jumlah penonton bioskop, ataupun lokasi per genre film dari puluhan tahun ke belakang. Di sisi lain, Sheila paham bahwa mengumpulkan data butuh jangka waktu panjang untuk menghasilkan suatu konklusi.

"Ada genre tertentu yang populer dibandingkan yang lain. Tentu karena biaya produksi juga berbeda," ujar Sheila, pada forum Akatara, program tahunan untuk mengembangkan ekosistem perfilman nasional, di Jakarta, Jumat (20/9).

Ia menambahkan, bisnis film tentu berkaitan dengan biaya produksi dan hasil yang akan dituju nanti. Dengan data-data , produser bisa mempelajari genre film apa, target audiens seperti apa, dan seberapa besar jumlah penonton yang bisa dicapai. Mereka juga jadi bisa menentukan kapan rilis film yang bisa lebih menguntungkan buat genre tertentu.

"Data bisa diolah sedemikian rupa dan menajamkan strategi memproduksi suatu film sehingga tidak lagi takut memproduksi film non-genre populer. Itu yang kami butuh suport dari pemerintah untuk data. Karena sulit memproduksi film, termasuk penentuan target audiens tanpa data yang jelas," tutur Sheila.

Beberapa tahun terakhir, kurangnya data membuat para produser film dalam membuat keputusan untuk memproduksi film dia akui masih sangat konvensional, yaitu dengan uji kelayakan dengan kekuatan tim mereka dan intuisi yang didasarkan pengalaman. Bila tersedia, data memungkinkan produser baru untuk masuk ke industri untuk ketajaman menganalisis suatu pasar.

"Saya berharap data juga dilengkapi dengan pergerakan jumlah layar ketika film tersebut dirilis. Sebab terkadang menjadi sangat tidak adil buat kami produser film lokal, ketika data ini dikeluarkan seolah-olah kita kalah dengan film asing. Perlu dibandingkan juga jumlah capaian penonton di hari pertama dengan jumlah layarnya. Data jumlah layar kami butuhkan untuk bisa menganalisis pergerakan dan pencapaian suatu film," jelas Sheila.

Direktur CJ Cinemas Indonesia (CGV) Ferdiana Yulia Sunardi, atau akrab dengan nama Dian Sunardi Munaf, mengatakan berkembangnya pemesanan online tiket bioskop bisa menghasilkan statistik tren kepada minat penonton pada film

Korelasinya bagi pihak bioskop antara lain untuk membaca lokasi layar yang diserap oleh film tertentu. Tim progamming juga bisa mengalokasikan jumlah layarnya. Data pun berguna untuk menentukan lokasi kota mana yang perlu ditambah layar bioskopnya.

Hingga Agustus 2019, CGV telah memiliki 366 layar tersebar di 15 provinsi Indonesia. Kontribusinya sendiri sejumlah 21% dibandingkan total layar bioskop yang ada di Indonesia. Sampai akhir tahun perusahaan masih menargetkan membuka lima bioskop dengan rata-rata enam layar per lokasi.

Pertimbangan CGV memilih lokasi baru untuk mendirikan bioskop, juga masih berdasarkan riset internal, mengenai seperti apa pola kebiasaan menonton masyarakat terutama di daerah kabupaten yang menjadi sasaran. Alasannya sampai hari ini mereka melihat kebutuhan untuk leisure dengan menonton masih datang dari penduduk kota besar.

"Kami ingin membuka sebanyak-banyaknya layar, tetapi tidak mudah menentukan. Hal ini mengingat apakah kontinuitas menonton penduduk di daerah akan sama seperti di lokasi CGV yang sudah eksisting di kota lain. Maka itu data sangat berharga buat kami. Kami menginginkan adanya satu sumber data yang memang official bisa diinisiatifkan oleh pemerintah, yang bisa jadi acuan. Sehingga ada satu channel acuan,"

Lalu untuk menentukan lokasi layar yang disasar tentu harus melihat tren film yang disaksikan penonton. Di CGV perbandingan antara film Indonesia dan non-Indonesia, sampai 25%-30% per tahunnya.

CGV sebagai penayang memiliki pakem minimum layar untuk suatu film. Durasi lama film bertengger di bioskop dan penambahan atau pengurangan layar ditentukan oleh jumlah penonton di hari-hari pertama.

"Jumlah penonton suatu film di tiga weekdays pertama dan di weekend menjadi penentu jumlah layar dan menambah nafas lama film di bioskop," jelas Dian. (M-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Irana Shalindra
Berita Lainnya