Bahari, Jalan Berliku si Haji Nekat

Gas/M-4
09/8/2019 23:00
Bahari, Jalan Berliku si Haji Nekat
Bahari(MI/SUMARYANTO BRONTO)

TAMU Kick Andy selanjutnya ialah Bahari. Pria asal Surabaya itu juga tak kalah unik dengan Mabruri karena ia memilih rute perjalanan haji menggunakan angkutan umum yang sebagaian besar melalui jalur darat. Secara keseluruhan ada 12 negara yang dilalui Bahari secara estafet demi naik haji, di antaranya ada Malaysia, Thailand, Myanmar, Laos, Kamboja, Vietnam, Nepal, India, Pakistan, dan Oman.

Bahari memulai perjalanan dari Surabaya, Jawa Timur, sejak 5 Agustus 2011 dan berakhir di Mekah pada 1 November 2011. Pada titik tertentu, dia mengakui bahwa perjalanan dapat terasa amat berat. Bukan cuma karena medan dan pengaruh cuaca yang buruk, melainkan juga karena keadaan politik di negara atau daerah persinggahannya. Saat tiba di pos imigrasi Kota Tamu, Myanmar, misalnya, Bahari mengaku menemui kendala karena kota itu tertutup bagi orang asing.

"Saya masuk di sana hampir menjelang magrib. Mau menginap, di empat hotel semuanya ditolak karena tidak ada surat dari Deplu. Akhirnya, teman saya yang staf Kedubes dari Yangoon itu lapor ke imigrasi. Eh, tidak tahunya malah diusir karena daerah itu memang tertutup dan terlarang," tuturnya.

Perjalanan Bahari sejauh 100 kilometer dari Yangoon (Ibu Kota Myanmar saat itu) kemudian terasa sia-sia. Tamu, kota kecil di Region Sagaing, yang terletak di bagian barat laut Myanmar itu merupakan pintu masuk ke negara bagian Manipur, India. Petugas tak mengizinkannya melintasi kota tersebut untuk menyeberang ke India hingga kemudian Bahari terpaksa kembali menempuh perjalanan belasan jam dengan menggunakan bus dan bemo.

Melintasi ruas jalan yang rusak, Bahari mesti menumpang bus yang sempit, tanpa AC, dan harus berjejal dengan aneka barang. Pada suatu ketika, perjalanan bahkan harus berhenti karena ban kendaraan bocor, disamping ia juga harus merayap untuk menyeberangi sungai tanpa jembatan.

Bahari juga sempat dicurigai sebagai mata-mata saat tiba di Gwadar, Pakistan. "Perjalanan saya dari Karachi menuju Gwadar ditempuh menggunakan taksi. Itu sejauh 700 kilometer dari bandara, seperti Surabaya ke Jakarta. Waktu 100 kilometer jalan, teman mahasiswa yang mendampingi saya saat itu merokok karena tidak tahan di taksi saat tambah angin. Setelah itu, langsung kami didatangi polisi karena daerah Karachi hingga Gwadar itu juga daerah terlarang, daerah pemberontakan, sehingga tertutup juga untuk orang asing," tutur Bahari.

Ditangkap polisi

Bahari kemudian benar-benar ditangkap bersama tiga orang kawan lainnya. Ia diinterogasi secara terpisah dan tidak hanya dicurigai sebagai mata-mata, tapi juga kurir narkoba. Namun, karena saat digeledah tidak ada barang bukti, Bahari akhirnya dibebaskan.

"Ujug-ujungnya minta duit. Sekitar 5 lakh atau sekitar 50 juta rupiah. Terus saya bilang ke teman saya itu, polisi suruh rampok saya saja nanti tak tulis. Sampai akhirnya tidak jadi ditangkap," imbuh Bahari yang berprofesi sebagi jurnalis itu.

Selain ditemani mahasiswa ketika tiba di Pakistan, Bahari berangkat haji dengan ditemani tiga orang fotografer. Pasalnya, ia sendiri ialah seorang jurnalis yang menempuh perjalanan tersebut lantaran tugas dari redaksi. Selama perjalanan, kisahnya juga sempat dimuat di surat kabar Jawa Pos hingga 79 seri atau selama lebih dari tiga bulan.

"Dari Surabaya didampingi tiga orang fotografer secara bergantian. Dari Surabaya ke Jakarta ganti, terus Jakarta hingga Bangkok ganti lagi, kemudian dari Bangkok ke New Delhi. Setelah itu ke sananya lagi sendiri, karena fotografernya tidak dapat visa," tutur Bahari.

Meski demikian, Bahari tidak pernah mengaku sebagai jurnalis selama menempuh perjalanan. Ia mengaku sebagai insinyur penata taman karena hal itu diperlukan untuk mempermudah perpindahan dari satu negara ke negara lain. Namun, profesi sebagai jurnalis itu tetap diketahui pihak keamanan sehari setelah ia ditangkap untuk pertama kalinya di Gwadar.

Ceritanya, kala itu Bahari sedang melanjutkan perjalanan dengan dipandu orang Balukistan. Dalam perjalanan itu pula, ia menyamar menggunakan pakaian penduduk lokal yang disertai gamis. Menjelang menyebrang ke Oman, Bahari bermaksud untuk menyewa kapal, tapi tidak ada satu pun kapal di salah satu pelabuhan Gwadar. Setelah itu, ia akhirnya memilih bermalam kembali di Gwadar hingga digeledah lah ia untuk kedua kalinya sampai diketahui sebagai seorang jurnalis.

"Baru leyeh-leyeh 10 menit, saya didatangi lagi oleh intel dari imigrasi. Digeledah semua, lalu pergi kemudian datang lagi bersama kepalanya yang lebih muda. Digeledah lagi hingga akhirnya ketemu surat rekomendasi dari Dubes yang mengatakan bahwa saya ini jurnalis, kalau ada apa-apa mohon dibantu. Dari situ saya kemudian kembali lagi ke Karachi," katanya.

Dalam menempuh perjalanan, Bahari tidak memilih lewat Iran, Suriah, Turki, dan Mesir. Pilihan lewat Oman sebagai jalan pintas pun diambil. Namun, karena Arab Saudi tidak mengizinkan jalur darat dari Oman, ia akhirnya naik pesawat bersama rombongan haji asal Oman.

Visa haji Bahari sudah disiapkan lewat agen perjalanan di Surabaya. Ia tiba di Mekah beberapa jam sebelum pintu masuk ditutup pada 1 November 2011 dan perjalanan haji Bahari menggunakan angkutan umum itu telah dibukukan dengan judul Haji Nekat. (Gas/M-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya