Headline
Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.
Presiden Trump telah bernegosiasi dengan Presiden Prabowo.
Warga bahu-membahu mengubah kotoran ternak menjadi sumber pendapatan
DI antara isu politik yang masih menggelinding di negeri ini hingga sekarang ialah tentang rekonsiliasi. Rekonsiliasi dari dua pihak (kubu) yang sebelumnya bersaing dalam pilpres. Ini langkah--yang dipandang dari perspektif kebangsaan--merupakan perilaku mulia.
Namun, tampaknya rekonsiliasi masih alot terwujud, sulit menyatu, karena ada satu pihak yang mengajukan syarat-syarat tertentu. Saking peliknya syarat tersebut, akhirnya rekonsiliasi yang muruahnya merupakan solusi suatu masalah malah melahirkan masalah baru.
Dalam konteks itu, ada kisah dalam dunia wayang yang menarik direnungkan, yakni fenomena rekonsiliasi para makhluk halus penghuni Hutan Wanamarta dengan Pandawa. Saking totalnya rekonsiliasi mereka digambarkan dengan menyatunya para siluman ke dalam diri Pandawa.
Skenario lanjutan
Alkisah, setelah Pandawa lolos dari maut di Bale Sigala-gala, Drestarastra mengundang mereka untuk datang ke istana Astina. Dalam surat undangannya, tertulis pula permintaan maaf Drestarastra atas perilaku durjana putra-putranya (Kurawa) terhadap Pandawa.
Sebelumnya, Pandawa dan Kunti sengaja dibakar hidup-hidup oleh Kurawa atas inisiatif serta komando Sengkuni. Namun, atas pertolongan dewa, Pandawa selamat dan tinggal sementara di Kahyangan Saptapratala. Mereka kemudian hidup ngulandara, berpindah-pindah dari satu hutan ke belantara lain yang diniatkan sebagai laku prihatin.
Sesuai dengan waktu yang tertulis dalam undangan, Pandawa yang diwakili Bratasena menghadap Drestarastra yang ialah uaknya sendiri. Pada pertemuan itu, selain Duryudana (sulung Kurawa) yang telah diangkat sebagai raja Astina, juga hadir nayaka praja, di antaranya patih Sengkuni, resi Durna, dan senapati Karna Basusena.
Setelah kembali menyampaikan permintaan maaf dan basa-basi lainnya, Drestarastra menyatakan bahwa negara telah memutuskan untuk memberikan wilayah kepada Pandawa guna dijadikan tempat berteduh, membangun rumah. Wilayah itu bagian dari Astina, tapi masih berupa belantara.
Ini kebijakan Drestarastra sebagai solusi agar Kurawa dan Pandawa--sesama trah Abiyasa--tidak berebut Astina. Pandawa dipersilakan membangun tempat tinggal sendiri sesuai dengan kehendaknya. Astina juga akan memberikan bantuan apa pun yang dibutuhkan Pandawa demi terlaksananya proyek tersebut.
Bratasena menerima pemberian Wanamarta. Namun, ia menolak bantuan yang dijanjikan Drestarastra dalam bentuk apa apun. Bratasena menyatakan Pandawa mampu membangun rumah (negara) dengan kekuatan sendiri.
Sengkuni diam-diam gembira dengan kesediaan Bratasena menerima tawaran membangun rumah di Wanamarta. Ini merupakan 'skenario' lanjutan yang ia rancang sebagai misi rahasia dengan target menyirnakan Pandawa dari muka bumi setelah gagal dalam peristiwa Bale Sigala-gala.
Ide memberikan wilayah itu memang murni dari Drestarastra karena iba dengan para keponakannya itu. Namun, dipilihnya Wanamarta, bukan wilayah lain, merupakan usulan Sengkuni. Itu belantara yang gung liwang-liwung serta sangat angker.
Sengkuni yakin Wanamarta akan menjadi kuburan Pandawa. Sejarah anak-anak mendiang Prabu Pandudewanata itu bakal berakhir. Dengan sirnanya Pandawa, kekuasaan Kurawa atas Astina akan langgeng.
Melawan jin
Sekembalinya dari Astina, Bratasena langsung menemui ibunya, Kunti Talibrata. Pada saat itu juga berkumpul kakak Bratasena, yakni Puntadewa, serta ketiga adiknya, Permadi, Tangsen, dan Pinten. Bratasena menyampaikan hasil pertemuannya dengan Drestarastra bahwa Pandawa diberi hutan Wanamarta untuk hidup.
Setelah bersarasehan dan dengan restu ibu, Pandawa sepakat bulat memutuskan membangun rumah sendiri di Wanamarta. Mereka bahu-membahu, mulai membabati hutan hingga mendirikan bangunan dengan swadaya.
Pada awalnya Bratasena tidak kesulitan merobohkan pohon-pohon raksasa dan semak belukar yang mengular. Namun, ketika langkahnya semakin ke dalam, ia mulai menghadapi hambatan. Semua binatang penghuni hutan menghadang. Nyaris tiada jeda hewan-hewan liar mengeroyok, mencakar, menerkam, dan menggigit. Akibatnya, Bratasena kehabisan tenaga, tersudut, dan nyawanya terancam.
Saat melihat situasi kritis itu, Puntadewa lantas memberikan pertolongan. Dengan aji pengasih, ia tidak perlu mengeluarkan tenaga guna menundukkan semua sato (binatang). Hewan-hewan buas itu akhirnya tunduk dan manut (nurut) kepada Puntadewa.
Setelah selamat dari amukan binatang, Bratasena kemudian menghadapi kendala yang lebih berat lagi, lawan yang tidak kasatmata, yakni makhluk siluman. Jin Dandunwacana menerjang Bratasena karena dianggap telah mengobrak-abrik kerajaan mereka.
Bratasena tidak mengerti apa yang terjadi pada dirinya. Ia tidak berkutik terjerat jala sutra, pusaka Dandunwacana. Hanya Permadi yang tahu apa yang terjadi pada kakaknya. Itu berkat minyak jayengkaton pemberian Resi Wilawuk dari pertapaan Pringcendani.
Permadi kemudian memberikan pertolongan kepada Bratasena. Diusapkannya mata kakaknya itu dengan minyak jayengkaton. Seketika itu Bratasena melihat Dandungwacana yang kemudian ia labrak dan kalahkan.
Selain Bratasena, Permadi juga menghadapi musuh yang tidak bisa dilihat dengan mata biasa, yakni jin Dananjaya, sedangkan Pinten dan Tansen melawan jin Nakula dan jin Sadewa. Ketiganya unggul perang.
Menyatukan diri
Dandunwacana dan ketiga saudaranya kemudian melapor kepada raja jin, Yudhistira. Mereka mengaku kewalahan menghadapi kedigdayaan Pandawa. Sebenarnya, Wanamarta itu merupakan kerajaan jin yang dipimpin Yudhistira. Kerajaan yang bernama Amarta itu titipan Bathara Indra.
Yudhistira bersabda bahwa sudah saatnya menyerahkan Amarta kepada Pandawa, lima kesatria yang mereka tunggu-tunggu sesuai dengan amanat Bathara Indra. Maka dari itu, mereka kemudian bergegas menemui Pandawa.
Yudhistira memasrahkan Amarta kepada Pandawa. Penyerahan itu juga disertai dengan menyatunya kelima jin ke dalam diri Pandawa. Yudhistira masuk ke raga Puntadewa, Dandunwacana merasuk pada diri Bratasena, Dananjaya menyatu pada Permadi, Nakula masuk ke raga Tangsen, Sadewa menyatu dalam diri Pinten.
Dalam perspektif politik, menyatunya Yudhistira dan keempat saudaranya ke dalam diri Pandawa itu merupakan bentuk rekonsiliasi ajur-ajer (menyatu) yang tulus, ikhlas, tanpa syarat. Nilai moralnya, demikianlah semestinya rekonsilasi dibangun, bukan dengan hitung-hitungan untung-rugi atau ethok-ethok (pura-pura). (M-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved