Headline

Reformasi di sisi penerimaan negara tetap dilakukan

Fokus

Operasi yang tertunda karena kendala biaya membuat kerusakan katup jantung Windy semakin parah

Opera ala Drama Wayang

Abdillah M Marzuqi
22/6/2019 22:50
Opera ala Drama Wayang
Opera ala Wayang(MI/ABDILLAH M MARZUQI)

SAJIAN kali ini bukan sekadar wayang orang yang berkukuh dengan nilai-nilai tradisi. Sembari bernostalgia ketika wayang berjaya, mereka membuka tangan untuk masa datang. Demi wayang berkemajuan dan generasi milenial.

Tabuhan dari nayaga langsung memecah perhatian. Saron merancak dengan ritmis. Bunyian itu lazim dijumpai dalam gamelan. Berpadu dengan irama lain dari perangkat gamelan lain. Uniknya tidak melulu suara khas gamelan, terkadang bunyi saksofon juga muncul. Kesan elegan dan mewah langsung terasa. Jika berpaku pada musik pembuka, tidak sangka bahwa pertunjukan itu berdasar pada seni tradisi, yakni wayang orang.

Membawa slogan the Indonesian Opera, Drayang (drama wayang) Swargaloka menyuguhkan lakon sang penjaga hati di Gedung Kesenian Jakarta pada Senin (17/6). Slogan itu tentu tidak mudah di­nyatakan. Bagi kebanyakan publik, pertujukan wayang dicitrakan sebagai kuno, klasik, dan membosankan. 
Sebagian besar masyarakat memang mereka lebih akrab dengan drama musikal ataupun opera. Padahal secara prinsip, wayang juga merupakan pertunjukan kompleks dengan pelibatan banyak unsur pertunjukan, mulai musik hingga kostum. Bahkan, bahasa pun memakai bahasa Indonesia. Meloncat dari pertunjukan wayang yang biasanya berbahasa Jawa.

“Saya ingin ini menjadi opera karena unsur di dalamnya saya pikir memenuhi syarat. Kita bisa bicara vokal, musik, lagu. Semuanya kita rangkum dalam sebuah karya ini,” terang penulis naskah sekaligus sutradara, Irwan Riyadi, yang dijumpai Media Indonesia seusai pentas.

Dari segi alur cerita, lakon ini cukup menarik dengan menghadir­kan sisi lain dari sebuah karakter wayang. Lakon yang dibawakan bercerita tentang sepenggal kisah dari sang penjaga hati yang setia menemani ke mana pun kekasihnya melangkah untuk mencari kesejatian hidup. Penjaga hati juga merelakan kekasih pergi untuk kebahagiannya.

Lakon wayang selalu punya banyak sisi. Tidak ada karakter yang melulu baik ataupun selalu buruk. Persis seperti kehidupan manusia, sisi gelap selalu menyertai sisi terang. Baik dan buruk.

“Wayang adalah bicara nilai. Kami ingin mengangkat nilai kemanusiaan kita semua sebagai sebuah bangsa karena wayang mengajarkan sesua­tu tanpa sebuah tekanan, tanpa menjudge (menghakimi), tanpa menggurui. Itulah yang kita ambil bahwa wayang akan selalu menjadi nilai-nilai yang baik untuk bisa kita sebarkan pada seluruh orang di mana pun berada,” tambah Irwan.


Kisah Narasoma

Narasoma yang sering dicitra sebagai pangeran dengan tingkat kesombongan dan kenakalan akut dikaruniai keindahan luar-dalam. Kecerdasan akalnya dibungkus ­tubuh seksi nan memukau. Pantaslah Setyawati tergila-gila pada putra Prabu Mandrapati dari Mandaraka itu.

Jauh dari sosok Narasoma muda yang bengal, ia punya sisi lain yang bersetia dengan Setyawati. Cinta menjadi napas hidupnya. Derita ialah ujian untuk kekuatan cintanya.

“Ceritanya tentang Raden Narasoma yang pergi dari kerajaan. Kemudian mulai menemukan istrinya dan berakhir hidupnya dalam perang Bharatayuda,” terang sutradara sekaligus koreografer Bathara Saverigadi Dewandoro.

Tema cinta yang menjadi sentral dalam lakon itu juga diperluas dengan kisah tentang Setyawati yang harus berpisah selamanya dengan sang ayah, Bagaspati. Cinta Bagaspati kepada Setyawati melebihi segalanya. 

Bagaspati merelakan semuanya demi kebahagiaan Setyawati dan Narasoma. Karena cinta pula Narasoma merelakan adiknya, Dewi Madrim, untuk dipersunting Pandu, yang nantinya melahirkan kembar Nakula dan Sadewa.

Pentas itu bisa membuktikan kelayakan slogan yang diusungnya. Pemain dituntut untuk tidak hanya piawai dalam memainkan karakter wayang, tetapi juga berolah suara. Paduan itu lazim dijumpai dalam pertunjukan berformat opera dan drama musikal.

“Ini termasuk format baru dari drayang, drama wayang. Kalau pernah yang lalu-lalu, unsur klasiknya masih terasa walaupun sudah kita balut. Tapi kalau yang ini kita ingin lebih milenial supaya menjaring anak-anak muda untuk menyukai wayang. Tidak hanya anak muda, tapi juga orang tua yang berjiwa muda,” tambah Irwan.

Koreografi yang ditampilkan juga tidak hendak mengulang utuh tarian dalam wayang orang klasik. Banyak unsur kebaruan yang ditampilkan koreografer sekaligus sutradara muda Bathara Saverigadi Dewandoro. Unsur gerak dalam tari kontemporer dimasukkan dalam panggung. 

Meski secara kasatmata, jelas pertunjukan itu ialah pentas wayang orang. Tidak ada yang menyangkalnya. Kelompok penari berpadu dengan aksesori burung, lampu, dan ranting. Khusus sebagai pembuka pentas, ditampilkan tari yang dibuat secara kolosal. “Ada empat segmen yang diciptakan. Kemudian sisanya adalah pembagian sesuai dengan adegan hanya untuk memperkuat kejadian,” ungkap Bathara.

Yang tersisa hanya sikap tubuh dari tiap-tiap karakter wayang. Cara duduk, bicara, dan bersikap menjadi hal tidak dilupakan, sedangkan unsur lainnya diolah sedemikian rupa untuk mendapati bentuk artistik kekinian dan cita rasa kontemporer.

Kostum dan artistik ditata apik, indah. Meski tidak meninggalkan kaidah wayang, banyak aksesori baru yang disematkan untuk menguatkan kesan kabaruan, seperti pernak-pernik busana.

Perdebatan pasti mengemuka ketika berbincang tentang wayang garapan. Pertunjukan ala Drayang Swargaloka bisa dibilang menjadi penyeimbang bagi pertunjukan klasik wayang orang. Kaum muda bisa dengan mudah menangkap pesan dari wayang, tanpa harus berpusing dengan bahasa dan waktu berjam-jam. Semua tersaji dalam pertunjukan yang demikian lekat dengan mereka.

“Pasti karena perjalanan waktu kan begitu. Tapi bagi saya, tradisi tidak pernah berhenti. Tradisi akan terus berjalan. Kalau tradisi itu berhenti berarti menjadi monumen, hanya menjadi museum, tidak akan punya roh. Jadi, kita wajib mengisi sesuai dengan perkembangan zaman ini. Kalau tidak, kita akan tertinggal karena orang akan selalu bergerak. Bukan bearti yang klasik tidak baik. Semua ada porsinya masing-masing,” pungkas Irwan. (M-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya