Headline
Reformasi di sisi penerimaan negara tetap dilakukan
Operasi yang tertunda karena kendala biaya membuat kerusakan katup jantung Windy semakin parah
DI kalangan pencinta musik etnik, nama Joko S Gombloh dewasa ini tentu sudah tidak asing. Selain sibuk mengajar sebagai dosen di Institut Seni (ISI) Surakarta dan Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, ia juga selalu aktif mengisi sejumlah diskusi etnomusikologi di Tanah Air.
Tidak hanya itu, ia juga sering terlibat di berbagai pertunjukan akbar, misalnya, Jazz Gunung, Parade Bedug, dan Ngayogjazz, hingga Festival Dawai Nusantara.
Joko yang selama ini aktif bermusik bersama sejumlah etnomusikologi dari dalam dan luar negeri bersama kelompok musik Sono Seni Ensemble, baru-baru ini juga turut diundang dalam acara Negara Melodrama. Sebuah pertunjukan yang diinisiasi sutradara kenamaan Indonesia, Garin Nugroho, di Bentara Budaya Jakarta.
Dalam pergelaran tersebut, Joko bermain gitar bas, sedangkan Garin sendiri memberikan dongeng tentang Nusantara, di sela-sela Joko bermain musik bersama kawan-kawannya.
Media Indonesia sempat bertemu Joko seusai acara. Ada beberapa hal yang sempat dibicarakan, khususnya soal musik dan tahun politik. Menurut Joko, keberadaan musik etnik (etno music) kini menjadi amat penting terlebih bagi masyarakat Indonesia yang belakangan tampak semakin terpolarisasi.
Namun demikian, Joko mengatakan bahwa ketika berbicara soal musik etnik mula-mula harus diposisikan terlebih dahulu dalam konteks kebudayaan. Dalam konteks kebudayaan, menurut Joko, dapat digunakan untuk mengapresiasi budaya lokal. Ia dapat dihadirkan, bukan hanya dalam rangka merangkul, melainkan juga dalam rangka memberi kesempatan kepada para pemusik untuk berekspresi dengan kelokalannya masing-masing.
Kelokalan itulah yang kemudian menjadi aspek penting apabila musik etnik hendak ditarik ke dalam pengertian politik. Mereka dapat menghadirkan pelajaran luar biasa terkait dengan bagaimana tata cara berdemokrasi.
“Edukasi atau tata cara demokrasi yang ada dalam musik, bagaimana spirit di dalamnya, bagaimana kolektivitasnya, dan bagaimana perbedaan-perbedaan di dalamnya, itulah yang kemudian menjadi harmoni,” katanya.
Joko lantas mengatakan bahwa tahun politik kini seharusnya dapat memberikan kesempatan atau momentum tersendiri bagi musik etnik untuk mengajarkan tentang keberagaman. Di dalamnya terdapat begitu banyak nilai yang digunakan untuk menyebarkan kebinekaan melalui berbagai macam alunan.
Musik etnik, menurutnya, bisa saja menjembatani polarisasi politik lewat berbagai cara, misalnya konser atau pertunjukan. Meski demikian, ia memberi catatan bahwa yang lebih penting dari semua itu ialah bagaimana orang-orang kemudian menghargai musik, bukan hanya dalam kegiatan seremonial atau panggung-panggung besar, melainkan juga kepada cara bagaimana musik itu eksis dan dirawat pemainnya. (Gas/M-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved