Headline

Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.

Peradaban Mencukur Rambut

Despian Nurhidayat
06/4/2019 23:40
Peradaban Mencukur Rambut
Peradaban Mencukur Rambut(MI/Ebet)

MEMANGKAS rambut atau memotong rambut merupakan kegiatan yang lazim dilakukan semua orang di dunia.

Ternyata kebiasaan memotong rambut merupakan adat istiadat yang sudah terjadi ratusan atau bahkan ribuan tahun yang lalu dan dilakukan para leluhur. Lalu, sejak tahun berapa mencukur rambut begitu penting untuk dilakukan? Apakah ada sebuah tradisi di balik mencukur rambut?

Dalam sebuah diskusi buku Peradaban Rambut Nusantara, yang diselenggarakan di Perpusnas , Senin(18/2), dijelaskan bahwa sebenarnya mencukur rambut sudah terjadi sedari dahulu kala. Relief piramida Mesir yang berusia 7.000 tahun merupakan saksi dari terbentuknya peradaban rambut.

“Bangsa Mesir memiliki gaya rambut yang juga merupakan lambang dari kekayaan, umur, dan kelompok sosial seseorang. Rata-rata orang Mesir, baik lelaki maupun perempuan, memiliki potongan rambut sebahu dan ada juga yang digundul atau plontos. Mereka akan memotong rambut ketika beranjak dewasa dan akan meninggalkan ikal kecil di sisi kepalanya yang bernama ‘kunci pemuda’. Tanda ini untuk melambangkan usia,” ungkap Oky Andries selaku salah satu penulis dari buku Peradaban Rambut Nusantara.

Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa ketika lanjut usia, orang-orang Mesir akan menggunakan rambut palsu guna menutupi uban atau kebotakan. Para perempuan dari bangsa Mesir yang kaya raya, lazim menghiasi rambut mereka dengan hiasan emas, sedangkan yang merupakan rakyat jelata hanya akan menghiasi rambut mereka dengan kelopak bunga. Lain hal dengan pria, para pria bangsa Mesir yang kaya raya akan mengenakan banyak aksesori pada wig yang mereka kenakan, sedangkan rakyat jelata hanya akan membuat pendek rambut mereka atau plontos.

Beralih ke India, sejarah bangsa satu ini mencatatkan bahwa masyarakat pada zaman dahulu harus menggunduli rambut dengan sisa kunciran panjang di belakang kepala. Hal itu dimaksudkan agar Tuhan mudah menariknya ke nirwana. Kecenderungan itu pun biasanya terjadi hanya di kalangan atas bangsa India.

“Sejak abad ke-16 tepatnya Dinasti Mughal, para pria yang memiliki rambut panjang mulai me­ngenakan kopiah dan serban untuk menutupi rambut mereka. Begitu pun dengan perempuan yang mulai mengenakan kerudung tradisional khas yang menjadi padanan khas baju sari. Hal ini terjadi diakibatkan oleh kecenderungan hadirnya Islam di India,” ungkap Fatsi Anjani yang juga menulis buku Peradaban Rambut Nusantara.

Membicarakan mengenai rambut panjang, tentu tidak bisa dipisahkan dari ‘Negeri Tirai Bambu’. Dataran Tiongkok memiliki keunikan pada gaya rambut mereka yang menandakan usia dan status pernikahannya. Untuk para pria yang membiarkan rambutnya panjang menjuntai dan gundul pada bagian depan bukan semata-mata mereka menginginkan hal tersebut.

Jenis rambut semacam itu diketahui sebagai adat turun-temurun yang diwariskan orangtua mereka. Berebeda hal dengan para perempuan, perempuan yang belum menikah biasanya berambut panjang dan dikepang. Sementara itu, yang sudah menikah akan mengikat rambutnya dan diberi tanda bahwa mereka sudah menjadi seorang istri.

Beralih ke dataran Asia Tenggara, kedua penulis buku tersebut meaparkan bahwa menurut penelusuran mereka bahwasanya laki-laki dan perempuan Asia Tenggara sangat menghargai rambutnya seperti mencintai kepala mereka sendiri. Oleh karena itu, memotong atau mencukur rambut lebih kepada pengorbanan bagi diri mereka.

“Seperti halnya pemotongan rambut kawula, terutama perempuan istana, setelah mangkatnya seorang raja sebagaimana dilaporkan di Aceh, Patani, Siam, dan Johor di abad ke-17 merupakan sebuah pengorbanan. Secara simbolis mungkin bisa dikatakan sebagai bahan pengorbanan pengganti jiwa,” ungkap Oky.


Bentuk sumpah

Di Indonesia, Arru Palakka pada zaman 1672 setelah kemenangannnya atas Makassar dan juga Susuhunan Pakubuwono pada 1715 menunjukkan sebuah upa­cara pemoto­ngan rambut panjangnya yang bisa dikatakan sebagai bentuk sumpah berkorban setelah mendapatkan rahmat Tuhan.

Selain Arru Palakka, Pangeran Diponogero juga pernah melakukan hal yang sama. Para pahlawan Indonesia mencukur rambut seusai mendapat kemenangan merupakan sebuah adat bagi pahlawan peperangan yang bernazar. Pangeran Diponogero pernah bernazar untuk menggunduli kepalanya jika meraih kemenangan dalam peperangan.

Bukan hanya mereka berdua, Bung Tomo atau Sutomo pun pernah melakukan nazar untuk tidak akan mencukur rambutnya yang telah lebat sebelum Indonesia benar-benar merdeka. Mencukur rambut tentunya menjadi sangat penting jika mengingat hal ini begitu sakral di­ucapkan para pahlawan. Selain itu, dalam ajaran agama Islam juga melakukan hal yang sama dalam praktik haji, mereka kan menggunduli rambut mereka atau ber-tahallul.

Memotong atau mencukur rambut terbukti sebagai sebuah bentuk yang tak semata-mata dikarenakan keinginan. Namun juga ada sebuah pengorbanan, sebuah janji, dan tradisi yang melekat dalam setiap praktik yang dilakukan bangsa-bangsa di seluruh dunia. Indonesia pun termasuk salah satu negara yang memiliki tradisi tersendiri dalam praktik mencukur rambut. (M-4)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya