Headline
Reformasi di sisi penerimaan negara tetap dilakukan
Operasi yang tertunda karena kendala biaya membuat kerusakan katup jantung Windy semakin parah
ASEP tampak sedang sibuk memangkas rambut seorang anak laki-laki dengan alat cukurnya. Salah seorang pekerja juga tengah sibuk menyapu serpihan rambut di lantainya. Sementara itu, seorang pria tengah fokus dengan buku catatannya dan di depannya ada seorang anak perempuan yang terlihat begitu gembira dan tertawa di balik kaca. Kira-kira, seperti itulah gambaran lukisan berjudul Pangkas Rambut Asep Pesanggrahan karya Sheila Rooswitha Putri, yang dipajang di Backspace, Lippo Mall Puri, Kembangan, Jakarta.
Dewasa ini, Sheila memang dikenal sebagai salah seorankesweg perupa yang identik dengan lukisan bertema kehidupan masyarakat Ibu Kota. Begitu banyak karya yang ia lahirkan, seperti komik, lukisan, atau sketsa kota berkat kecintaannya pada Jakarta. Namun, Minggu (31/3) siang itu, Shiela bukan sedang menggelar pameran karyanya. Ia diundang ke Backspace, yang bekerja sama dengan Tokome.id untuk berbagi pengalaman berkeseniannya dalam dialog Illustrators on Board: A Guide to Creativepreneurship bersama sejumlah perupa lainnya.
Ada ilustrator muda, seperti Vedran Morelio, desainer produk lampu Runa, Noro Ardanto dan Intan Pradina, serta perupa yang tak kalah kondang di Indonesia, Hari Prast atau yang akrab disapa Hari Merdeka.
Dalam dialog, Sheila dan Hari tidak hanya diberi kesempatan untuk bercerita tentang laku seninya, tetapi juga mereka dipantik untuk menceritakan bagaimana caranya membentuk persona di media sosial hingga bagaimana cara mereka memasarkan karya. Tidak hanya itu, Sheila dan Hari juga menceritakan isu yang selama ini menjadi latar belakang membuat karya.
Berbeda dengan Sheila yang selama ini lebih banyak mengampanyekan isu kehidupan masyarakat lewat sketsa kota (urban sketch), Hari selama ini lebih banyak memberi sentuhan ‘kampaye gembira’ dalam karyanya.
Sebagaimana kita tahu, nama Hari cukup populer karena sejak 2014 hingga sekarang selalu menonjol dengan karakter Presiden Joko Widodo yang dikemas ala Tintin,atau yang menjadi bagian dari proyek demo kreatifnya.
Mengemas isu
Sebagai seorang perupa, Hari dewasa ini lebih banyak menaruh perhatian pada isu sosial-politik karena merasa tidak banyak orang yang mengemas isu itu secara positif. Beberapa pihak malah terlihat sering melakukan black campaign yang sering mengganggu tantanan masyarakat sehingga ia berinisiatif untuk memembuat karya secara kreatif, positif, dan penuh nuansa gembira tanpa memojokkan atau menjelek-jelekkan pihak lainnya.
“Saya sebenarnya kan anak iklan. Nah, karena persaingan saat itu sangat ketat, makanya saya kemudian memilih sesuatu yang istilahnya muncul di publik hingga kemudian muncullah soal social movement atau politik itu walau saya sendiri sebenarnya bukan anak politik,” tutur Hari.
Sementara itu, Sheila mengaku dewasa ini lebih tertarik untuk membuat urban sketch lantaran ia gemar jalan-jalan (traveling). Ia sangat menikmati sensasi ketika membuat karya di berbagai lokasi yang ia kunjungi. Bahkan melalui karyanya, Sheila juga percaya dapat melestarikan memori.
“Sebenarnya ini mirip fotografi. Kalau fotografi kita mengabadikan memori menggunakan lensa dan foto, tetapi kalau di urban sketch biasanya saya membuat sekitar dua sampai tiga gambar. Dari situ kita dapat merasakan kenangan menggambar di suatu tempat, aktivitas di sana seperti apa, dan lain sebagainya,” katanya.
Keduanya membuat dua jenis karya. Pertama, mereka berkarya untuk memenuhi kebutuhan ekspresinya, tetapi di sisi lain juga sering membuat karya untuk memenuhi pesanan kliennya. Dalam memasarkan karyanya, mereka juga memiliki caranya masing-masing, misalnya, membuat kolaborasi dengan sesama seniman dan perusahaan, membuat pameran, atau barangkali memajang karyanya di media sosial.
Pengaruh
Menurut Sheila, sebuah karya yang dipajang di media sosial itu juga sangat berpengaruh kepada jenis klien yang akan mendatanginya. Para klien akan terseleksi seturut dengan ketertarikannya masing-masing. Sheila mengaku selama ini lebih banyak membangun persona yang erat kaitannya dengan masalah keluarga, kehidupan sehari-hari, perkotaan, dan isu perempuan.
“Dari situ kemudian klien yang datang ke saya biasanya seperti brand susu anak-anak atau brand-brand lain yang erat kaitannya dengan ketertarikan anak-anak milenial,” imbuh Sheila.
Dalam melahirkan karya, Hari yang berangkat dari dunia periklanan juga mengatakan bahwa seseorang memang harus memiliki kecapakan untuk membaca situasi dan kondisi. Seperti saat ia memutuskan untuk terjun ke dunia ilustrasi, kala itu ia melihat bahwa dunia periklanan tengah semakin berkembang ke dunia digital, bahkan didukung perangkat audio visual yang semakin canggih.
“Istilahnya kita harus bisa membelokkan tren. Saat itu, ketika banyak orang yang mulai pegang kamera lalu foto-foto, saya kemudian belok ke ilustrasi hingga kemudian seperti saat ini,” jelas Hari. (M-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved