Headline

Penaikan belanja akan turut mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi 5,4%.

Kesetiaan Suci

(M-2)
10/2/2019 01:30
Kesetiaan Suci
(Dok MI)

DI antara kisah kesetiaan (cinta) dalam dunia wayang yang paling fenomenal adalah pasangan suami istri, Sinta-Rama. Berbagai ujian berat jalinan cinta suci mereka dapat dilalui dengan sempurna. Sinta menunjukkan kesetiaannya kepada Rama, dan itu dibawa hingga mati.

Dalam konteks dunia politik di negeri ini, kesetiaan tampaknya kini sedang banyak menjadi perbincangan. Tidak sedikit politisi (kader) yang tidak setia kepada partai politiknya. Mereka menentukan langkah pilihannya sendiri. Ekstremnya, banyak terjadi pembangkangan.
Dari perspektif jagat wayang, kisah kesetiaan Sinta terhadap Rama itu secara filosofis bisa dijadikan bahan renungan. Sekali menjatuhkan pilihan, ia berjuang dan mempertahankannya hingga akhir hayat.

Hidup terlunta-lunta
Alkisah, Raja Negara Mantili Prabu Janaka menjalani laku prihatin di Bengawan Gangga. Di tengah laku relegiositasnya itu, ia menemukan kendaga, sejenis kotak dari kayu, yang terapung-apung hanyut terbawa arus. Janaka memungutnya dan isinya orok perempuan. Janaka mengambil bayi itu sebagai anak angkat dan memberinya nama Sinta.  

Seiring berjalannya waktu, Sinta tumbuh menjadi gadis jelita. Selain kondang akan kecantikannya, Sinta juga dikenal sebagai perempuan yang suci trilaksita-nya, yakni suci hati, pikiran, dan ucapan. Itulah yang membuat semua laki-laki di pelosok marcapada jatuh hati.
Maka yang terjadi, Prabu Janaka setiap hari kedatangan tamu yang berniat melamar Sinta, sang putri kedhaton. Dari sinilah Janaka merasa sudah saatnya mencarikan pasangan hidup putrinya.

Ia kemudian meminta saran sahabatnya, seorang brahmana bernama Kala dari pertapaan Dwarawati. Ia bertanya, siapa lelaki yang menjadi jodoh putrinya. Brahmana Kala tidak langsung menjawab. Setelah beberapa saat menenangkan batin, ia kemudian memberikan busur dan panah--konon pusaka milik Dewa Siwa, kepada Janaka. Pesan singkatnya, kesatria yang mampu mengangkat busur, itulah jodohnya Sinta.

Pada suatu ketika, Janaka mengadakan sayembara, barang siapa yang kuasa mengangkat busur pusaka Negara Mantili, berhak meminang Sinta. Sontak, para raja dan kesatria dari penjuru jagat mengikutinya.

Singkat cerita, yang mampu mengangkat busur adalah kesatria dari Negara Ayodya bernama Rama Regawa. Sinta kemudian diboyong ke Ayodya dan resmi menjadi istri Rama. Rama adalah putra sulung Prabu Dasarata dari permaisuri Dewi Kasulya.

Rama yang merupakan putra mahkota digadang-gadang menjadi penerus penguasa di Ayodya. Tapi karena intrik istana yang dihembuskan salah satu istri Dasarata, Dewi Kekayi, Rama tidak menjadi raja. Yang menggantikan Dasarata setelah lengser adalah Barata, putra Kekayi.   

Tidak hanya itu, demi langgengnya kekuasaan Barata, Rama diharuskan meninggalkan istana. Sejak itu, Sinta mendampingi Rama hidup ngulandara, terlunta-lunta, di Hutan Dandaka. Keduanya ditemani adik kandung Rama lain ibu, Leksmana Widagda.  

Sungguh tidak terlintas dalam benak Sinta menjalani hidup seperti itu. Sebagai putri raja dan dipinang Rama, yang disebut-sebut sebagai titisan Bathara Wisnu, tentu menjanjikan hidup ayem tenteram.

Tetapi kenyataannya, ia hidup jauh dari kenikmatan. Ia berumah ranting beratap dedaunan. Makan pun hanya yang ada di belantara. Tapi ia tidak menyesal menjadi pendamping Rama yang bernasib papa.

Justru di situlah Sinta menguji diri sebagai istri. Sumpah setianya sehidup semati bersama Rama mendapat ujian. Sinta teguh sampai kapan pun dirinya tidak bisa dipisahkan dengan Rama, apa pun yang terjadi.

Mengangkat busur
Di saat masih menyesuaikan diri hidup di dalam hutan, mendadak Sinta diculik Rahwana alias Dasamuka. Sinta dibawa ke Alengka dan ditempatkan di Taman Argasonya yang asri nan indah. Di tempat itu, Sinta dimanjakan dengan semua fasilitas hidup yang serbah mewah. Ia ditemani Trijata yang siap membantu apa pun yang dibutuhkan Sinta.

Tentu ada perbedaaan yang kontras antara hidup di Hutan Dandaka dan di Argasonya. Di hutan yang serbatidak ada, sedangkan di Argasonya yang serbaada dan nyaman. Konon keindahan taman Argasonya sama dengan taman-taman yang ada di kahyangan.   
Dasamuka memang memanjakan Sinta. Ini upayanya untuk meluluhkan cinta Sinta, yang diyakini sebagai titisan Bathari Sri Widowati. Kekuasaan dan kedigdayaan yang ada dalam genggamannya tidak ada artinya bila Sinta tidak berada di sampingnya. Bagi Dasamuka, Sinta adalah cinta sejatinya dan kesempuraan hidupnya.

Kisah Dasamuka memburu Sri Widowati sudah terjadi jauh sebelumnya, setelah ia menaklukkan para dewa di kahyangan. Namun, ketika itu Sri Widowati menolak cinta raja Alengka dan memilih bunuh diri. Menurut guru Dasamuka, Resi Maryuta, Sri Widowati menitis di marcapada.

Pertama, menitis dalam diri Dewi Citrawati, istri Raja Maespati Prabu Arjunasasrabahu. Rahwana berusaha merebutnya tetapi tidak mampu mengembari kesaktian Arjunasasrabahu. Ia malah babak belur setelah ia diikat dan diseret kereta Arjunasasrabahu.

Waktu pun berlalu. Bhatari Sri Widowati kemudian menitis lagi ke wadak Dewi Sukasalya, putri Raja Ayodya Prabu Banaputra. Singkat cerita, Dasamuka pun gagal mendapatkan ‘jelmaan’ Sri Widowati. Namun, gelora Dasamuka tidak padam. Hingga suatu ketika ia menemukan perempuan yang menjadi ‘rumah’ Sri Widowati berikutnya, yakni Sinta.

Oleh karena itu, Dasamuka mempertahankan Sinta dengan mempertaruhkan segalanya. Ia tidak peduli bahwa Sinta sudah menjadi milik Rama. Pun ia tidak takut beradu sakti dengan Rama, titisan Bathara Wisnu, dewa keadilan dan ketertiban jagat.  

Namun, cintanya bertepuk sebelah tangan. Meski sudah bertahun-tahun dikungkung di Argasonya, Sinta tidak secuil pun tresna kepada Dasamuka. Ia tidak bisa melupakan Rama dan tetap setia menunggunya.

Singkat cerita, Rama berhasil menjemput Sinta dari Argasonya. Banyak jatuh korban yang diakibatkannya. Bahkan, Dasamuka pun tidak berkutik setelah diterjang panah Rama dan kemudian ditimbun gunung oleh Anoman.

Membakar diri
Seusai membawa pulang Sinta, Rama meragukan kesetiaan istrinya. Itu dilatarbelakangi pikirannya bahwa istrinya itu telah hidup bertahun-tahun di Argasonya. Rama mencurigai Sinta pasti tidak suci lagi.

Untuk membuktikan kesuciannya itu, Sinta bersumpah dengan melakukan aksi bakar diri. Jika dirinya terbakar api, itulah bukti tidak suci. Tetapi bila yang terjadi dirinya tidak mati karena api, itu bukti masih suci. Ternyata, Sinta kalis dari api.
Hikmah dari kisah ini bahwa Sinta adalah contoh lambang kesetiaan. Ia mampu mempertahankannya dalam kondisi dan gelombang apa pun. Bahkan, ia berani mempertaruhkan jiwa raga demi kesetiaaan itu. (M-2)

 



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Dedy P
Berita Lainnya