Headline
Presiden Prabowo resmikan 80.000 Koperasi Merah Putih di seluruh Indonesia.
Presiden Prabowo resmikan 80.000 Koperasi Merah Putih di seluruh Indonesia.
Film Green Book berkisah perjalanan dua pria dengan karakter dan latar belakang berbeda. Banyak kejadian lucu dan mencerahkan sepanjang perjalanan mereka. Walau mengangkat isu diskriminasi ras, film ini mudah untuk dinikmati karena dikemas dengan ringan dan menarik.
Isu sensitif dan berat itu tidak lantas menjadikan kening berkerut selama film diputar. Sebaliknya, isu tersebut dikemas apik dengan jalan cerita ringan dan balutan komedi. Tak jarang, adegan pilu dan miris juga sering hadir.
Film ini memenangkan 3 dari 5 kategori yang dinominasikan pada Golden Globe 2019. Green Book juga berhasil menjadi nomine Oscar 2019 untuk 5 kategori yang akan diumumkan 25 Februari mendatang. Selain itu, masih ada penghargaan dari Academy Awards 2019, Producers Guild of America Award, National Board of Review Award, dan British Academy of Film and Television Arts 2019.
Sederet penghargaan itu memang layak disematkan pada film yang dibintangi dua aktor kelas atas yakni Viggo Mortensen dan Mahershala Ali. Film garapan sutradara Peter Farrelly itu mengangkat dinamika 'bromance' pianis Don Shirley yang diperankan oleh aktor pemenang Oscar, Mahershala Ali (Moonlight), dengan penjaga keamanan klub malam yaitu Tony 'Lip' Vallelonga yang diperankan Viggo Mortensen (Lord of The Rings Trilogy).
Film drama ini berdasar pada sosok dan peristiwa nyata. Naskahnya ditulis oleh Nick Vallelonga.
Kisah berawal dari Don Shirley yang membutuhkan seorang sopir untuk tur konsernya. Tony Lip menerima pekerjaan itu berhubung klub tempat ia bekerja sedang renovasi.
Dua orang yang berbeda ini harus bersama selama delapan minggu. Mereka memulai perjalanan dengan pedoman sebuah buku kecil berjudul The Negro Motorist Green Book. Buku itu merupakan panduan bagi para pejalan kulit hitam ke hotel-hotel dan restoran-restoran yang mau menerima mereka. Sebab mereka bakal melalui daerah yang kental dengan diskriminasi ras.
Don Shirley ialah pianis kulit hitam yang sangat terpelajar. Nama besar Don Shirley ternyata berbanding terbalik dengan kondisi psikologinya. Ia tidak merasa bahagia walaupun dipuji dan dikenal lantaran masih merasakan diskriminasi sebagai orang kulit hitam yang pada zaman itu diperlakukan berbeda. Selain itu, Don Shirley sering merasa kesepian karena hidup sendiri dalam apartemennya di Carnegie Hall.
Tony 'Lip' Vallelonga adalah seorang penjaga klub malam Amerika keturunan Italia yang cepat naik pitam. Hidup di jalanan membuatnya menjadi sosok yang sembrono, kasar, dan liar. Meski Tony Lip adalah sosok yang sangar di luar, ternyata ia penuh cinta di dalam. Ia menjadi figur suami, ayah, dan kerabat yang baik.
Saat Tony Lip menerima pekerjaan menjadi sopir dari seorang kulit hitam, banyak orang sekitarnya yang tidak percaya. Tony tidak menghormati orang-orang kulit hitam. Pada adegan awal, Tony membuang gelas bekas minum dua pekerja kulit hitam yang sedang bekerja di rumahnya. Sesaat setelah pekerja itu meninggalkan dapurnya. Tony mengambil gelas dan membuangnya ke tempat sampah.
Awal perjalanan, dua pria ini saling kesal satu sama lain. Tapi tak lama kemudian, Shirley membantu Tony untuk menulis surat untuk istrinya yang lebih romantis dan lebih tepat susunan kalimatnya. Keduanya lantas berproses untuk saling mengenal dan memengaruhi satu sama lain, meski tidak jarang pula menimbulkan pertikaian.
Green Book berhasil menyajikan suasana Amerika tahun 1960-an, dari set lokasi, properti, hingga tata kostum. Diskriminasi ras terhadap kaum kulit hitam juga ditampilkan dengan sangat gamblang mulai dari tidak boleh makan bersama dengan orang kulit putih, hingga tidak boleh menggunakan fasilitas umum dengan bebas. Ada satu adegan yang menyentuh, Tony dan Shirley harus berurusan dengan polisi karena aturan hukum melarang orang kulit hitam berada di luar rumah pada malam hari.
Perlakuan diskriminatif dalam perjalanan itulah yang karakter dua pemain utama itu begitu jelas perbedaanya. Don Shirley harus mempertahankan martabat di tengah perlakuan diskriminatif. Sedangkan Tony Lip mengalami dilema untuk membela Shirley atau mengikuti pandangan yang memandang rendah kaum kulit hitam. Pada gilirannya, Tony tampil paling depan untuk membela majikannya. Tony juga sering menempuh jalan kekerasan. Hal yang paling tidak disuka oleh Shirley.
Film ini juga mempertontonkan stereotipe antarras. Salah satunya adalah yang disangkakan Tony pada Shirley dalam kasus ayam goreng. Meski pada akhirnya Tony mengajari Shirley makan ayam goreng. Perjalanan itu pula yang membuat karakter keduanya semakin melebur, mengenal, dan bisa berkompromi satu sama lain.
Pilihan musik latar pun cukup memberi kesegaran selama 130 menit durasi film. Musik itu pula yang semakin meneguhkan kepiawaian berpiano seorang Don Shirley.
Film yang diangkat dari kisah nyata, yang membuat jalan ceritanya cenderung mudah ditebak, namun film ini tidak akan membuat mata berpaling dari layar sedikit pun. Semua itu berkat kemasan menarik dan unsur komedi yang kental. Film drama komedi itu dibungkus dengan visual dan narasi apik, hingga selera humor bisa melintasi batas budaya. Semua bisa tertawa. Film itu mampu mengajak semua penonton tertawa saat menonton, lalu berpikir saat keluar gedung bioskop. (M-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved