Headline

Setelah melakoni tenis dan olahraga di gym, aktor Christoffer Nelwan kini juga kerajingan padel.

Fokus

Keputusan FIFA dianggap lebih berpihak pada nilai komersial ketimbang kualitas kompetisi.

Nina Bobo untuk Bobby, Humanisme di Era Kekejaman Nazi

Ardi Teristi Hardi
18/11/2018 11:44
Nina Bobo untuk Bobby, Humanisme di Era Kekejaman Nazi
(akun facebook Tolerance Film Festival indonesia)

"Nina bobo, oh nina bobo. Kalau tidak bobo, digigit nyamuk," senandung lagu pengantar tidur bagi banyak anak-anak Indonesia tersebut terdengar merdu.

Lagu tersebut bukan lagu biasa bagi Alfred Munzer, tapi memiliki arti dan kenangan yang dalam. Alfred adalah seorang keturunan Yahudi yang selamat dari pembantaian oleh Nazi pada sekitar tahun '40-an.

Ia yang saat itu masih berusia sembilan bulan selamat setelah diasuh dan dilindungi oleh orang Indonesia, Tole Madna, yang tinggal di Belanda. Di keluarga itu, ada sorang perempuan pembantu rumah tangga yang sangat menyayanginya, Mima Saina. Setiap hari ia rela berjalan berkilo-kilo meter untuk membelikan Alfred susu. Saat Nazi menggeledah rumah-rumah untuk mencari orang Yahudi, Ia bersembunyi bersama Alfred di atas langit-langit.

Di saat akan tidur, Mima sering menidurkan Alfred dengan nyanyian Nina Bobo. Karena kebaikan Mima Saina itu, Alfred menganggapnya seperti ibunya sendiri. Ia pun sering terkenang kebaikan dan pengorbanan Mima saban mendengarkan lagu Nina Bobo.

Demikian sebagian cerita film Nina Bobo untuk Bobby yang diputar di Tolerance Film Festival di Institute Francais Indonesia, Sabtu (17/12) sore. Sebuah film dokumenter yang sangat inspiratif dan menyentuh tentang toleransi antarmanusia yang lintas agama, ras, bahkan kebangsaan.

Film berdurasi sekitar 30 menit tersebut berlatar kehidupan tahun 1940-an di Belanda. Cerita dijalin atas penuturan Alfred.

Selain menampilkan wawancara bersama Alfred, film menjadi lebih menarik karena sang sutradara, Monique Rijkers, juga menampilkan foto-foto lama koleksi Alfred dan lukisan ilustrasi peristiwa-peristiwa yang dialami.

Nama Bobby sendiri merupakan panggilan Alfred saat tinggal di rumah Tole Madna agar tetangga tidak curiga saat memanggilnya. Nama Bobby mirip dengan nama anak bungsu Tole, Robby. Berkat nama itu, Alfred bisa bertahan empat tahun bersama keluarga Tole sebelum bertemu kembali dengan orang tua aslinya.

"Saya bisa berada di sini karena keluarga pasangan Indonesia-Belanda," kata Alfred dalam film itu.

Alfred merasa bersyukur bisa tinggal dalam keluarga yang sangat toleran dan bisa menghargai perbedaan. Ada lima agama berbeda dalam keluarga itu, Kristen, Protestan, Islam, Budha, dan Alfred yang seorang Yahudi.

Atas jasa Tole Madma dan Mima Saina, kedua nama itu tercantum di monumen Yad Vashen, Yerusalem. Monumen tersebut dibangun untuk memperingati korban hollocaust dan mengenang sosok-sosok yang berjasa menyelamatkan orang-orang Yahudi dari pembantaian Nazi.

Tolerance Film Festival di Institute Francais Indonesia berlangsung dari 15-18 November 2018 Institute Francais Indonesia. Kegiatan yang sudah memasuki tahun ketiga ini diadakan untuk memperingati Hari Toleran Internasional (International Day of Tolerance) setiap 16 November. (AT/M-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Irana Shalindra
Berita Lainnya