Headline

RI dan Uni Eropa menyepakati seluruh poin perjanjian

Fokus

Indonesia memiliki banyak potensi dan kekuatan sebagai daya tawar dalam negosiasi.

Perjalanan Tautan Bait-Bait Indah Puisi dan Musik

Despian Nurhidayat
07/10/2018 04:00
Perjalanan Tautan Bait-Bait Indah Puisi dan Musik
(MI/Ebet)

LANTUNAN lagu yang memiliki kata-kata indah nan bernuansa sastra acap kali dianggap sebuah musikalisasi puisi oleh para penikmat musik. Sebut saja musisi Ebiet G Ade yang memiliki ketajaman pada larik dalam setiap lagunya. Banyak orang yang tak menyadari, rupanya puisi mempunyai ritme, ritmik, dan musikal. Sebetulnya puisi sudah memiliki konsep musikal dalam setiap baitnya.

"Puisi itu, dia punya ritme, dia punya ritmik, dia sifatnya musikal. Jadi, puisi itu bersifat musikal, kalau tidak salah Carlyle yang mengungkapkan hal tersebut. Dia salah satu pegiat sastra dan musik, dia mengatakan puisi adalah pemikiran yang bersifat musikal. Kalau Robert Frost kan pernah bilang puisi itu adalah pikiran yang bernapas dan kata-kata yang terbakar," kata Helvy Tiana Rossa yag merupakan penyair sekaligus dosen Sastra Indonesia Universitas Negeri Jakarta.

Helvy juga mengatakan bahwa jika membaca puisi, seseorang akan merasakan sebuah ritme, rima, dan ada sesuatu hal yang mengalun dalam kata-kata tersebut.

Menurutnya, puisi itu memang sudah sangat musikal. Musikalisasi puisi rupanya sudah ada di Indonesia sejak era 1970-an di Indonesia. Sebut saja FX Sutopo, seorang komponis kelahiran Jombang, Jawa Timur, yang menyanyikan sebuah puisi dari penyair Kirdjomulyo.

Pada era yang sama, kelompok musik Bimbo menjalin sebuah kerja sama dengan penyair Taufik Ismail untuk melantunkan puisi-puisi dari Taufik Ismail. Hal ini tak terlepas dari sebuah puisi yang memang berupa sebuah ritme yang memiliki nuansa musikal.

Joko Pinurbo dalam acara Litbeat, Selasa (11/9), mengatakan terkadang puisi yang ia buat banyak yang dibuat dalam sebuah musikalisasi puisi, tetapi ia merasakan ada sesuatu hal yang hilang. Joko Pinurbo merasa bahwa keutuhan dari sebuah puisi terkadang hilang ketika musik yang dibawakan tidak sesuai dengan konteks dalam puisi tersebut.

Pada era 1980-an pun muncul Arie Reda yang menyanyikan puisi dari Sapardi Djoko Damono. Tujuan mereka dalam hal ini ialah untuk membantu orang awam menikmati sebuah puisi lewat lagu atau bisa dikatakan musikalisasi puisi.

Tidak ada pakem

Pada kenyataannya, ada tiga penyajian musikalisasi puisi, yakni menyanyikan puisi, membuat musik saja tanpa ada nyanyian, dan penggabungan antara musik dan pembacaan puisi saat menyajikannya. Sebetulnya, puisi dan musik merupakan sepasang kekasih yang tidak bisa dipisahkan begitu saja dalam pengaplikasiannya.

Musikalisasi puisi tidak memiliki sebuah pakem dalam pembuatannya, bisa diiringi sebuah gitar, band, ataupun akapela. Keserasian antara puisi dan musik itu yang dipentingkan dalam musikalisasi puisi.

"Banyak orang mengatakan musik itu adalah puisi dan banyak orang juga mengatakan bahwa puisi itu adalah musik. Dan itu biasa dikatakan oleh kalangan tokoh-tokoh musik dan penyair. Mereka mengatakan puisi sangat musikal, ada juga yang mengatakan musik itu sangat puitis ketika didengar seperti itu sehingga menurut saya puisi dan lagu sebenarnya adalah pasangan sejati," ungkap Helvy Tiana Rossa.

Beralih pada 2000-an, mulai bermunculan para musisi yang juga berangkat dari syair puisi, seperti Banda Neira, Payung Teduh, dan lainnya. Hal ini membuktikan bahwa puisi sejatinya merupakan sebuah bentuk dari musik yang berupa bait-bait indah.

Kenikmatan sebuah puisi acap kali memang sulit untuk dinikmati kebanyakan orang karena bentuknya yang dianggap sebuah karya sastra. Namun, jika dibuat sebuah lagu atau diberikan sebuah iringan musik, puisi tersebut terlihat keindahan dan makna yang banyak orang tak menyadarinya.

"Menurut saya akan cukup berkelas jika musisi-musisi di kita menyanyikan sebuah puisi, jadi seperti puisi siapa gitu dibuat sebuah lagu. Konsepnya bukan semata-mata musikalisasi puisi, tapi bagaimana mereka menyanyikan sebuah puisi. Jika kita melihat sekarang kan kebanyakan musisi memiliki lagu yang tidak jelas syairnya, berbeda dengan tahun 70-an dan 80-an yang memiliki syair yang dalam," lanjut Helvy Tiana Rossa.

Musik dan puisi memiliki keterikatan tersendiri, bagaimana sebuah puisi yang awalnya berupa kumpulan kata bisa diubah menjadi sebuah musik dan lagu, justru dikembangkan para musisi dan pegiat musik yang menyadari potensi dalam setiap larik puisi. Jalinan inilah yang menjadi permulaan sebuah musikalisasi puisi terlaksana. Paduan cita rasa puisi yang memiliki makna dan estetika tajam diperkuat dengan alunan musik yang justru memperkuat estetika dan makna dari sebuah puisi.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya