Headline

Bartega buka kegiatan belajar seni sambil piknik, ditemani alunan jazz, pun yang dikolaborasikan dengan kegiatan sosial.

Fokus

Sekitar 10,8 juta ton atau hampir 20% dari total sampah nasional merupakan plastik.

Isi Lumbung biar tidak Tumbang

MI/IWAN J KURNIAWAN
08/3/2015 00:00
Isi Lumbung biar tidak Tumbang
(ANTARA/SAPTONO)
SEPERTI apa jadinya bila pemerintah terus mendatangkan beras dari luar negeri? Setidaknya akan berdampak pada masyarakat. Mereka akan menanggung beban berat di pundak.

Urusan perut memang sangat fatal. Beras jadi makanan pokok sehari-hari. Memang tidak semua penduduk makan beras. Ada pula sebagian masyarakat mengonsumsi jagung dan sagu sebagai makanan primer. Itu bisa kita temukan di pelosok-pelosok di Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Maluku.

Persoalan beras sangatlah penting. Permasalahan tersebut bahkan membuat Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla berang. Mereka pun ikut turun gunung. Mereka melakukan operasi pasar di Jakarta dan Makassar, Sulawesi Selatan. Kabarnya, peredaran beras akhir-akhir ini dikuasai 'pemain'.

Kenaikan beras selalu berdampak negatif. Padahal, bila kita telusuri pada akar budaya di Tanah Air, ada tradisi leluhur yang sangat kuat terutama di daerah-daerah yang memiliki budaya bergotong royong. Mereka mengumpulkan padi di lumbung agar tak kelaparan.

Setiap daerah punya cara sendiri-sendiri. Suku Gawai Dayak di Kalimantan Barat, misalnya, punya cara adat. Mereka selalu menyiapkan lumbung bersama untuk menyimpan hasil panen. Hasil panen pun bisa menjadi persediaan selama setahun ke depan.

Hal itu pula yang bisa kita temukan di suku Badui (Dalam), Banten. Mayoritas warga menganut kepercayaan leluhur, Sunda Wiwitan. Warga selalu menaati alam. Setiap dusun memiliki lumbung-lumbung khusus untuk menyimpan persediaan padi.

Suku Tidung di Kalimantan Utara (Kaltara) juga punya cara unik. Mereka selalu menyiapkan persediaan padi. Semua mereka simpan di rumah baloy (adat), rumah tradisional suku tersebut.

Rumah baloy merupakan hasil kebudayaan seni arsitektur sejak ratusan tahun. Seperti suku lainnya, suku Tidung memunyai kebudayaan dan model rumah adat sendiri. Rumah adat itu masih menggunakan tiang-tiang penyangga di bagian bawahnya.

Namun, sekarang sudah lebih modern dan modis. Ciri arsitekturnya diyakini sebagai hasil pengembangan arsitektur rumah lamin. Lamin merupakan rumah panjang suku Dayak Kenyah dan Kutai di Kalimantan Timur. Dalam rumah tersebut setiap kepala keluarga juga memiliki ruang khusus (semacam gudang) untuk menyimpan persediaan padi.

Lumbung bersama

Setiap rumah adat di Pulau Kalimantan memiliki dasar kayu ulin. Warga suku Tidung, misalnya, selalu membangun rumah baloy menghadap ke utara. Pintu utamanya menghadap ke selatan.

Tak ketinggalan, ruang khusus untuk menyimpan padi pun mutlak ada. Itu untuk kebutuhan rumah tangga setiap keluarga. Mereka mendapatkan warisan dari para leluhur. Hidup sederhana dengan menyiapkan lumbung untuk tetap bertahan.

Di dalam rumah baloy terdapat empat ruang utama (ambir). Ada ruang utama kiri (alad kait) sebagai tempat untuk menerima masyarakat. Ruang utama tengah (lamin bantong) sebagai tempat pemuka adat bersidang memutuskan perkara adat.

Ruang utama kanan (ulad kemago) sebagai ruang istirahat. Adapun yang terakhir ialah ruang utama dalam lamin dalom sebagai singgasana kepala adat Tidung.

Pada bagian belakang rumah baloy ada bangunan lumbung kilong. Bangunan itu merupakan tempat pementasan kesenian suku Tidung, seperti tari Jepen. Di belakang lubung kilong itu ada lagi sebuah bangunan besar bernama lubung intamu, yakni tempat pertemuan masyarakat adat. Seperti acara pelantikan (penahbisan) pemangku adat dan untuk musyawarah masyarakat adat se-Kalimantan.

"Lumbung itu sebagai penanda kesejahteraan sebuah desa. Bila desa tak memiliki lumbung bersama, itu melanggar aturan adat," tutur Ibrahim, warga suku Tidung, pekan lalu.

Kesejahteraan di masa lalu menjadi penting. Ibrahim melihat keberadaan lumbung kini sebagai bukti. Para pendahulu sudah memberikan jalan, yaitu lewat hidup gotong royong untuk menghindari kelaparan. "Di desa-desa masih kuat terasa hingga hari ini. Setiap bulan setiap keluarga wajib menyimpan beras. Ini tradisi turun-temurun."

1 kaleng padi
Masyarakat suku Kenyah, Kutai Timur, Kalimantan Timur, juga memiliki lumbung bersama. Lumbung mereka gunakan untuk menyimpan persediaan padi. Setiap keluarga harus memastikan agar lumbung tidak kosong.

Lumbung pluwung (bahasa Dayak Kenyah; padi) selalu ada di setiap desa. Pada dekade 80 hingga 90-an, warga Kenyah masih memiliki ladang padi. "Sejak 10 tahun terakhir ini lahan padi sudah beralih fungsi, yakni menjadi kebun sawit dan pertambangan batu bara," ujar Dewan Pembina Lembaga Kebudayaan Kutai Timur H Halidin Katung.

Meski sudah kehilangan lahan, warga Kenyah masih menjaga tradisi. Mereka mengumpulkan beras 1 kaleng per keluarga untuk disimpan di lumbung. Satu kaleng berisi 10-12 kilogram beras.

Tentu saja, keberadaan beras di lumbung menjadi penting. Warga yang butuh bisa mengambil tanpa membayar asalkan diketahui tetua adat setempat. "Lumbung padi untuk kegiatan adat, seperti bersih desa. Padi yang ada di lumbung untuk keperluan komunal. Lumbung terisi padi sehingga warga pun tak ada yang tumbang (sakit)," cetus Halidin.

Lewat lumbung bersama itu, ada sebuah cermin gotong royong. Itu menjadi pegangan warga Dayak seluruhnya, termasuk suku Tidung hingga Kenyah.

Tradisi mengumpulkan padi masih kuat terasa. Namun, hampir sebagian besar warga beli di pasar. Hanya segelintir warga yang memberi atas hasil panen mereka di sawah.

Sangat realistis memang. Lumbung bersama selalu ada dalam tatanan adat suku Tidung dan Kutai Timur. Bukan lagi berasal dari sawah mereka karena sudah terjadi alih fungsi lahan. Satu-satunya cara ialah mencari dari desa tetangga untuk menjaga agar lumbung tetap terisi.

Kini, Halidin sedang berupaya keras. Ia terus mengajak warga Kenyah, khususnya, untuk menanam padi kembali. Hasil padi memang tidak seberapa. Namun, akan terasa lebih nikmat dan bahagia bila padi sumbangan merupakan hasil keringat sendiri. (M-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Admin
Berita Lainnya