Headline

Rakyat menengah bawah bakal kian terpinggirkan.

Ilmuwan Ciptakan AI Baru Mirip Otak Manusia, Kalahkan ChatGPT

Iko Amraeny
28/8/2025 11:15
Ilmuwan Ciptakan AI Baru Mirip Otak Manusia, Kalahkan ChatGPT
Model AI baru bernama HRM meniru cara kerja otak manusia dan berhasil mengalahkan ChatGPT, Claude, hingga Deepseek dalam tes penalaran ARC-AGI. (Alphatarget)

PARA ilmuwan telah mengembangkan jenis baru kecerdasan buatan (AI) yang mampu bernalar dengan cara berbeda dari sebagian besar large language model (LLM) seperti ChatGPT. Hasilnya menunjukkan performa jauh lebih baik dalam beberapa tolok ukur penting.

Model penalaran baru bernama hierarchical reasoning model (HRM) ini dikembangkan dengan meniru cara kerja otak manusia, khususnya pada proses hierarkis dan multi-skala waktu. Di mana berbagai bagian otak memadukan informasi dalam rentang waktu yang berbeda, dari milidetik hingga menit.

Para ilmuwan di Sapient, sebuah perusahaan AI asal Singapura, menyebut model ini bisa mencapai kinerja lebih baik sekaligus lebih efisien. Hal ini karena HRM membutuhkan lebih sedikit parameter dan contoh data pelatihan.

Menurut studi yang diunggah pada 26 Juni di basis data pracetak arXiv, HRM hanya memiliki 27 juta parameter dan menggunakan 1.000 sampel pelatihan. Sebagai perbandingan, LLM canggih biasanya memiliki miliaran hingga triliunan parameter. Estimasi menyebutkan GPT-5 yang baru dirilis bahkan memiliki sekitar 3–5 triliun parameter.

Cara Baru AI dalam Bernalar

Ketika diuji pada benchmark ARC-AGI, ujian yang dirancang untuk mengukur sejauh mana model mendekati Artificial General Intelligence (AGI). HRM menunjukkan hasil yang mengesankan.

HRM meraih skor 40,3% pada tes ARC-AGI-1, lebih tinggi dibanding 34,5% milik o3-mini-high dari OpenAI, 21,2% milik Claude 3.7 dari Anthropic, serta 15,8% dari Deepseek R1.

Sebagian besar LLM modern menggunakan chain-of-thought (CoT) reasoning, yaitu metode memecahkan persoalan kompleks menjadi langkah-langkah sederhana yang diungkapkan dengan bahasa alami. Metode ini meniru proses berpikir manusia yang membagi masalah besar menjadi potongan yang lebih mudah dipahami.

Para peneliti dari Sapient menilai CoT masih memiliki beberapa kelemahan. Di antaranya pemecahan tugas yang kurang stabil, membutuhkan data dalam jumlah besar, serta waktu pemrosesan yang lambat.

Sebaliknya, HRM mengeksekusi tugas penalaran secara berurutan hanya dalam satu kali proses, tanpa perlu supervisi eksplisit pada setiap langkah menengah. Model ini bekerja melalui dua modul: modul tingkat tinggi yang bertugas untuk perencanaan abstrak (lebih lambat), dan modul tingkat rendah yang menangani perhitungan cepat serta detail. Mekanisme ini menyerupai cara otak manusia memproses informasi di berbagai aspek. 

Teknik yang digunakan adalah iterative refinement, yaitu mekanisme perhitungan yang meningkatkan akurasi solusi dengan berkali-kali memperbaiki perkiraan awal. Dalam tiap siklus singkat, sistem mengevaluasi apakah perlu melanjutkan proses berpikir atau sudah bisa menghasilkan jawaban akhir.

Hasil dan Kontroversi Awal

HRM berhasil mencapai kinerja nyaris sempurna dalam tugas-tugas sulit. Seperti teka-teki Sudoku kompleks (yang gagal diselesaikan LLM konvensional), serta unggul dalam menemukan jalur optimal di labirin.

Meskipun belum ditelaah, penyelenggara benchmark ARC-AGI mencoba mereplikasi hasil ini setelah para peneliti Sapient membuka kode sumber model di GitHub.

Mereka memang berhasil meniru hasil angka yang dilaporkan. Namun, dalam blog post resmi, mereka mengungkapkan temuan mengejutkan: arsitektur hierarkis HRM ternyata hanya memberi dampak kecil pada performa. Justru ada proses penyempurnaan tersembunyi selama pelatihan yang tidak terdokumentasi, dan itulah yang kemungkinan besar memberi kontribusi besar juga dalam peningkatan performa. (Livescience/Z-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani
Berita Lainnya