Headline

Penyelenggara negara tak takut lagi penegakan hukum. Kisruh royalti dinilai benturkan penyanyi dan pencipta lagu yang sebenarnya saling membutuhkan.

Ariksa Berusaha Perkuat Potensi Antariksa di  Kancah Global

Iko Amraeny
23/8/2025 11:59
Ariksa Berusaha Perkuat Potensi Antariksa di  Kancah Global
Diskusi Panel Ariksa yang bertajuk Urgensi dan Relevansi untuk Indonesia(MI/HO)

ASOSIASI Antariksa Indonesia (Ariksa) mempunyai misi yaitu memperkuat potensi antariksa di kancah global. 

Ariksa adalah sebuah platform yang menyatukan semua pihak yang terlibat dalam dunia antariksa Indonesia, seperti perusahaan, pemerintah, universitas, dan masyarakat. Tujuannya untuk bekerja sama dan berinovasi agar pengembangan teknologi antariksa dan satelit menjadi lebih cepat, sehingga dapat bermanfaat bagi semua masyarakat Indonesia.

Riksa diresmikan pada 21 Januari 2025, di Jakarta dengan pendiri dan Dewan Pengurus Asosiasi Antariksa Indonesia terdiri dari praktisi di industri satelit nasional, Adi Rahman Adiwoso dan pengusaha muda nasional, Aryo PS Djojohadikusumo serta David Fernando Audy. 

Diskusi Panel yang bertajuk Urgensi dan Relevansi untuk Indonesia membahas bagaimana potensi, tantangan, dan kontribusi antariksa indonesia untuk bersaing di kancah global diselenggarakan di Grand Hyatt, Jakarta Pusat (21/8). 

Diskusi ini dihadiri oleh sejumlah ketua lembaga pemerintah, rektor, dan tamu undangan di antaranya:

  • Ketua Umum Ariksa & CEO Pasifik Satelit Nusantara (PSN), Adi Rahman Adiwoso
  • Ketua Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Laksana Tri Handoko
  • Rektor Institut Teknologi Bandung (ITB), Prof. Dr. Ir. Tatacipta Dirgantara, M.T.
  • Dewan Pengawas Ariksa, Dr. Sofyan A. Djalil, S.H., M.A., M.ALD.
  • Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Wamendiktisaintek), Prof. Stella Christie, A.B., Ph.D.
  • Anggota Pembina Ariksa, Marsma TNI Dr. Penny Rajendra, S.T., M.Sc., M.Sc.

Diskusi tersebut dibuka oleh pernyataan dari Prof Stella Christie yang menegaskan bahwa Indonesia membutuhkan pendidikan sains dan teknologi guna menumbuhkan bibit-bibit generasi yang akan ikut mengembangkan potensi antariksa di kancah global. 

"Bapak Presiden mengamanahkan kepada kami, untuk membangun sekolah Garuda, SMA yang akan memiliki kualitas sangat tinggi, dan menghasilkan lulusan-lulusan SDM sains dan teknologi, yang akan bisa mengambil pendidikan terbaik di dunia, baik di luar negeri maupun di dalam negeri," paparnya dalam diskusi panel, Kamis (21/8). 

Stella juga mengatakan akan meningkatkan kualitas teknologi dan sains di universitas-universitas Indonesia khususnya di bidang vokasi. 

Ketertarikan SDM dalam bidang sains ataupun fisika juga menjadi poin dalam meningkatkan potensi di kancah global. Melihat ketertarikan fisika di Indonesia cukup menurun, menjadikan tantangan bagi ARIKSA untuk meningkatkan kualitas SDM dengan minat yang sejalan. 

Menurut Tri Handoko, selaku Ketua Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Ariksa akan fokus dan meningkatkan space ekonomi yang basisnya adalah citra, data dari remote sensing. Karena off-taker yang cukup besar di Indonesia saat ini. 

"Karena kalau kita mencontoh mereka, mereka itu basis ekonomi antariksanya itu adalah di manufakturnya. Di manufakturnya, di pelucurannya dan sebagainya. Kalau di kita tidak mungkin kita bisa masuk ke situ. Itu yang karena off-taker di dalam negara kita itu cukup besar," paparnya dalam diskusi panel. 

"Menurut saya, itu bukan pilihan yang smart. Jadi pilihan yang smart adalah kita remote sensing yang harus kita mainkan," kata Tri Handoko. 

Dalam mendukung perkembangan dunia antariksa, dibutuhkan biaya yaitu economy space yang akan dibangun untuk   keberlangsungan potensi ini. 

Data ekonomi satelit global sekarang mencapai 1,8 triliun dan ekonomi antariksa tersebut pada tahun 2035. Untuk kawasan Asia sekarang ini sekitar US$30 juta, tetapi dalam data ekonomi Indonesia mencapai US$100 juta. 

"Dan pertumbuhannya yang menarik sekali bahwa pertumbuhannya itu sekitar 9 persen per tahun secara global. Itu jauh lebih tinggi daripada pertumbuhan GDP global," papar Sofyan A. Djalil, Dewan Pengawas ARIKSA, saat diskusi panel. 

GDP global sekarang ini tumbuhnya antara 2%-3$. Jadi pertumbuhan ekonomi antariksa itu 3 kali pertumbuhan GDP global. Ini adalah indikasi betapa pentingnya ekonomi yang terkait dengan antariksa. 

Menurut Sofyan Djalil, yang paling penting adalah memiliki ekosistem yaitu ekosistem regulasi yang kemudian mendorong dan dimana pemerintah akan intervensi. Namun yang jadi permasalahan ialah pemerintah tidak terlalu familiar atau curiga pada protosektor. 

"Aspek ekonomi yang potensi yang besar sekali, kalau kita ciptakan ekosistem yang bagus, kemudian lokasi kita yang tepat sekali, saya pikir ekonomi antariksa di Indonesia di masa depan itu akan cukup potensi bertambah," kata Sofyan Djalil. 

Sistem Pertahanan Masuk dalam Pengembangan Antariksa

Dari segi pertahanan dan keamanan juga diperlukan dalam pengembangan antariksa di Indonesia. 

Anggota Pembina Ariksa, Marsma TNI Penny Rajendra dalam diskusi panel mengatakan, khususnya dalam Akademi Angkatan Udara sudah mengantisipasi dengan memiliki pertahanan siber dan antariksa. Yang kedua, mereka sudah membangun Skandik 506 dalam pertahanan dan siber. 

Menurutnya, yang terpenting ialah dari sisi konstelasi geografis bisa disebut sebagai center of gravity-nya di Geo Pasific ini yang sangat penting bagi Indonesia kedepannya. Dan ini tidak bisa dilakukan sendiri, harus melakukan kolaboratif kemampuan ke SSA (Space Situational Awareness).

Menurut Ketua Umum Ariksa Adi Rahman Adiwoso, Indonesia masih berfokus pada regulasi, sedangkan Badan Antariksa dalam pembuatan roket lab di New Zealand diselesaikan salam 18 bulan dengan luas hanya 3,6 hektar. Itu membuat Indonesia 'tergelitik' untuk memfokuskan pembuatan satelit. 

Pembuatan satelit yang bernama satelit di atas meja menjadikan peluang untuk meningkatkan kualitas antariksa Indonesia. Dengan harga di bawah 200 ribu dolar bukan jutaan maupun triliun. 

Pemberdayaan SDM

Menurut Rektor Institut Teknologi Bandung (ITB), Prof. Dr. Ir. Tatacipta Dirgantara, M.T., dalam kaitan SDM, ITB ialah satu-satunya mempunyai jurusan tentang astronomi yaitu Aerospace Engineering yang di mana mahasiswa mempelajari tentang dunia astronomi, teknologi udara, juga antariksa. Ilmu-ilmu tersebut menunjang para mahasiswa yang menekuni jurusan tersebut bisa berkolaborasi mengenai riset maupun ekosistem yang mungkin nantinya menjadi sebuah temuan baru bagi Ariksa. 

Tatacipta Dirgantara berharap, BRIN bukan hanya membahas satelit dari berbagai sektor, tetapi juga mulai dengan University Industry Collaboration. Di mana setiap ada topik-topik R&D (Research adn Development), bukan hanya troubleshooting yang hanya 1-2 minggu tetapi mencakup semua riset tentang satelit, telekomunikasi, dan lain sebagainya. Mengajak para lulusan S2 dan S3 melakukan riset bersama BRIN membuat waktu R&D tersebut lebih singkat, tak memerlukan waktu 3-4 tahun. Dengan memanfaatkan ekosistem, kolaborasi, interaksi, sinergi sangat penting untuk masa depan. 

Mengumpulkan para SDM dan generasi muda di bidang astronomi maupun antariksa untuk dibuka peluang dalam memberdayakan teknologi ARIKSA agar visi dan misi tercapai. (Z-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya