KETATNYA persaingan di industri global membuat developer atau pengembang gim lokal harus memutar otak dan mengambil setiap kesempatan untuk terus berkembang.
Salah satu kesempatan yang bisa dimanfaatkan developer gim untuk naik level ialah mengikuti Game Connection America (GCA) 2023 yang diselenggarakan di Oracle Park, San Fransisco, Amerika Serikat, pada 20-21 Maret 2023.
Delapan developer gim lokal terpilih menjadi delegasi Indonesia mengikuti GCA tahun ini, yakni Khayalan Arts, Arsanesia, Clay Game Studio, Firebeast, Grinsmile Studio, Khailabs, Mythic Protocol, dan Megaxus Infotech.
Deputy of Business Development at Asosiasi Game Indonesia Febrianto Nur Anwari mengatakan keberangkatan delapan developer gim lokal tersebut merupakan hasil dari kolaborasi pihaknya dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kementerian Komunikasi dan Informasi, serta Indonesia Trade Promotion Center Los Angeles. Delapan studio pengembang gim dari berbagai daerah di Indonesia tersebut sebelumnya melalui seleksi dan wawancara sebelum ditetapkan sebagai delegasi.
Faerie Afterlight (Clay Game Studio)
Febrianto menjelaskan, GCA merupakan event business to business (B2B) yang melabeli diri mereka sebagai deal making event. GCA mempertemukan para developer gim dengan calon partner bisnis mereka, mulai publisher, investor, co-development partner, ataupun platform.
"Dengan mayoritas peserta merupakan para pengambil kebijakan perusahaan, peluang untuk tercipta business deal di event ini cukup besar. Event ini menjadi salah satu destinasi utama bagi para perusahaan gim dunia, termasuk Indonesia, untuk mencari calon partner bisnis baru," kata Febrianto melalui keterangannya, kemarin.
Menurutnya, GCA tahun ini merupakan keikutsertaan ketiga bagi delegasi Indonesia. Sebelumnya, pada 2018 dan 2019, Indonesia juga mengirimkan beberapa developer dan publisher gim ke ajang tersebut.
Mighty Knight (Firebeast Studio)
Berdasarkan laporan dari Asosiasi Game Indonesia, total nilai bisnis yang tercipta dari kolaborasi setelah keikutsertaan di ajang 2019 mencapai lebih dari US$5 juta atau sekitar Rp75 miliar.
Sementara itu, salah satu delegasi, CEO Arsanesia Adam Ardisasmita, mengaku diberikan sejumlah bantuan oleh pemerintah dalam event itu, mulai tiket pesawat, booth di GCA yang digunakan untuk bertemu calon partner bisnis.
"Tiket pesawat, booth disediakan pemerintah. Jadi, yang tidak di-cover adalah akomodasi, kita cari sendiri," kata Adam ketika dihubungi dari Jakarta, Kamis (23/3).
Adam mengaku, pada event itu, studionya yang berbasis di Bandung, Jawa Barat, ingin mendapatkan publisher yang bisa memberikan lisensi kepada gim mereka, Project Unseek. Nantinya, setelah diberi lisensi oleh publisher, gim akan dijual ke publik. Saat dihubungi Media Indonesia, Adam mengaku masih berada di San Fransisco untuk melakukan meeting dengan calon investor.
Project UNSEEK (Arsanesia)
"Kita sudah meeting belasan sampai hampir 20 meeting yang sebelum berangkat sudah kita set up. Jadi, pas hari event-nya, kita ceritain lagi bikin gim apa dan butuh bantuan apa dari publisher-nya," katanya.
Adam menjelaskan, gim Project Unseek saat ini belum bisa dimainkan secara gratis ataupun berbayar oleh publik. Sebelumnya, gim tersebut sempat tersedia di Steam, sebuah layanan distribusi digital gim vidio. Namun, gim tersebut masih dalam bentuk demo dan dimainkan secara terbatas.
"Kita sempat luncurkan demo di Steam. Kita buka dua minggu. Sekarang kita tutup lagi, nanti ketika ada event lagi kita buka demonya dengan update character dan map yang baru lagi," ungkap Adam.
Ia menjelaskan Project Unseek merupakan gim multiplayer yang ber-setting dunia gaib. Jadi, ada enam orang yang terjebak di dunia gaib. Mereka bisa keluar dari dunia gaib melalui portal. Namun, mereka harus menyelesaikan misi agar portal tersebut terbuka. Yang membuat seru ialah enam orang tersebut dikejar hantu saat mencoba menyelesaikan misi.
Ia berharap gim garapannya tersebut dapat dilirik publisher dari negara lain. Dengan demikian, ada secercah harapan salah satu gim milik developer lokal dapat bersaing di kancah global.
Selain itu, hasil kerja sama dengan publisher akan mendatangkan cuan, tidak hanya bagi Arsanesia, tapi juga bagi devisa Indonesia.
"Yang paling diutamakan adalah dapat publisher, jadi harapannya pulang ke Indonesia kita membawa deal yang besar sehingga bisa jadi devisa buat Indonesia, itu berarti uang masuk ke Indonesia," katanya.
Mengatasi ketertinggalan
Di samping Arsanesia, ada Megaxus yang juga berupaya mencari peluang di ajang GCA. Megaxus terbilang pemain lama di Tanah Air. Ia berdiri sejak 2006 dan hingga kini telah melahirkan 11 PC gim online, 15 mobile game, dan 1 game konsol.
Khayalan ialah studio gim asal Jakarta yang turut diboyong ke San Fransisco. Gim mereka yang telah menjadi hit ialah Samudra (A Deep Sea Journey), yang selain mengusung tema lingkungan, berkenaan dengan kesehatan mental. Saat ini, mereka tengah mengembangkan gim lain berjudul I Need Space.
Ada juga Grinsmile Studio asal Surabaya yang sudah meramaikan kancah gim Tanah Air sejak 2018. Sejumlah gim mereka ialah Paw Rumble, CreepX.Co, juga Agnimurka yang akan datang.
Booth Indonesia di AGC juga menyertakan Mythic Protocol yang tengah membangun gim aksi Mythic Protocol: Riftstorm; lalu Firebeast Studio yang intens ke gim konsol dan PC dengan hit seperti serial dari Mighty Knight atau Zombo Buster.
Studio lain yang ikut serta ialah Khailabs, yang fokus dalam pengembangan VR dan mobile game sejak 2016. Saat ini mereka sedang mengembangkan permainan Hybrid Clash, sebuah permainan strategi 3-vs-3 auto battle PVP yang memberikan pengalaman kompetitif dengan cara komedi kepada para pemainnya.
Tidak ketinggalan adalah Clay Game, pengembang gim asal Malang yang telah eksis sejak 2014. Studio itu kini tengah mengembangkan gim Faerie Afterlight.
Lebih lanjut, Adam mengatakan penting bagi para developer gim lokal untuk terus mengikuti event gim di luar negeri. Hal tersebut dilakukan untuk mengatasi ketertinggalan developer gim lokal ketimbang developer dari negara maju, seperti Amerika Serikat.
"Sejujurnya kalau kita membandingkan apa yang terjadi di Amerika serikat dan Indonesia kondisinya kita tertinggal jauh sekali, mungkin jauhnya sampai 20-30 tahun ketinggalan kita," ujarnya.
Dengan mengikuti event gim skala global, developer gim lokal akan mendapatkan relasi yang luas sehingga pintu untuk naik kelas sangat terbuka. Namun, tentunya perjuangan tersebut tidak akan mudah dan pasti memakan waktu untuk berproses.
"Saya rasa dengan kita terpapar global eksposur dan datang ke event seperti ini mempercepat akselerasi kita untuk mengatasi ketertinggalan. Jadi, karena kita tertinggal jauh kita harus berlari lebih cepat ketimbang yang di depan kita," ujarnya.