Headline

Gencatan senjata diharapkan mengakhiri perang yang sudah berlangsung 12 hari.

Fokus

Kehadiran PLTMG Luwuk mampu menghemat ratusan miliar rupiah dari pengurangan pembelian BBM.

Ilusi Politik Adu Domba

Thoriq Tri Prabowo Pengelola Resource Center Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Kalijaga
07/2/2017 06:30
Ilusi Politik Adu Domba
(ANTARA/HAFIDZ MUBARAK A)

ADA pepatah lawas yang berbunyi menang dadi areng kalah dadi awu (menang menjadi arang kalah menjadi abu).

Itu menjadi penanda bahwa tidak ada yang diuntungkan ketika berselisih dengan saudara sendiri. Peribahasa Jawa tersebut cukup mewakili beberapa pertikaian di panggung politik bangsa ini.

Perebutan kekuasaan di negeri ini bak drama kolosal Baratayuda.

Kontestasi politik pemilihan kepala daerah (pilkada) yang tinggal menghitung hari, makin menunjukkan betapa kekuasaan nyaris menutup semua saluran dalam diri manusia.

Lihat saja bagaimana tebaran fitnah, informasi palsu, hingga saling lapor ke kepolisian karena merasa dirugikan.

Fenomena tersebut jelas berdampak kepada kehidupan masyarakat.

Terlebih ketika dimunculkan isu SARA sebagai strategi menjatuhkan kandidat lain.

Isu ini memang seksi untuk mendulang simpati walau belum bisa dikatakan sebagai mesin pembuat suara.

Yang pasti, isu SARA bisa memecah belah persatuan umat yang selama ini terjalin baik.

Politik ini tentu mengingatkan kita pada istilah devide et impera pada masa penjajahan Belanda.

Politik adu domba tersebut sangat efektif untuk mengacaukan persatuan sehingga perjuangan anak-anak bangsa bisa ditaklukkan.

Dalam konteks pilkada, masyarakat diadu domba oleh oknum tertentu agar perhatiannya untuk mengkritisi rekam jejak dan program kandidat calon pemimpin teralihkan.

Masyarakat yang sudah terjangkit virus adu domba ini nyaris tak peduli lagi tentang program lagi, tetapui fokus pada masalah yang sebenarnya kurang substansial.

Kalau hal tersebut dibiarkan jelas akan membahayakan demokrasi Indonesia.

Ilusi politik adu domba masyarakat sama kejamnya dengan penjajah karena sama-sama merugikan bangsa.

Masyarakat dikaburkan kesadaran dan logikanya dengan isu yang sama sekali tidak relevan digunakan untuk negara demokrasi.

Pasalnya, dalam negara demokrasi, semua orang memiliki hak dan kewajiban yang sama.

Masyarakat harus lekas sadar akan ilusi yang dibuat segelintir oknum yang haus kekuasaan.

Bayangkan kalau akhirnya dia berkuasa, bisa-bisa kehidupan berbangsa bakal hancur.

Masyarakat harus kembali menyadari bahwa kualitas pemimpin bukan pada isu-isu tidak substansial, melainkan ada pada rekam jejak dan program kerjanya.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya