Bijaklah Menyebarkan Informasi

RAMADAN sebentar lagi meninggalkan kita dan sudah seharusnya bisa tinggal dalam diri kita nilai-nilai berpuasa.

Sejak awal hingga delapan hari menjelang Ramadan terakhir, ada rasa miris yang tersisa dalam hati.

Rasanya memang betul ketika kita cuma bisa menahan haus dan lapar.

Tidak lebih.

Beberapa kali saya mengamati media sosial, ternyata isinya tidak berubah dari caci maki, ujaran kebencian, fitnah, hingga berbagi tautan yang tak jelas asal usulnya.

Padahal, kalau mendengarkan ceramah dari para ustaz, baik secara langsung maupun dari radio sambil berkendara, semua itu bisa menurunkan bahkan menghilangkan nilai puasa.

Awalnya saya tidak terlalu memperhatikan masalah ini karena media sosial buat saya tak lebih dari tempat untuk sedikit mengendurkan urat saraf melihat foto atau cerita-cerita lucu.

Namun, ketika sejumlah teman memperlihatkan gejala yang tak patut itu, saya pun mulai berpikir.

Apa sebenarnya yang diharapkan ketika kita berbagi tautan yang tak jelas asal usulnya, melontarkan caci maki, menebar fitnah, dan sikap-sikap yang jauh dari bermartabat?

Kalau ada yang menebar hal-hal demikian dan kemudian kita malah ikut menyebarluaskan, bila akhirnya itu cuma fitnah, kita termasuk yang akan menerima dosanya.

Itu sebabnya Ramadan mengajarkan kita untuk menahan diri bukan cuma dari lapar dan haus, melainkan juga lebih penting ialah menjauhkan diri dari hal-hal yang kurang elok tersebut.

Semoga saja dalam beberapa hari terakhir ini di penghujung Ramadan, kita makin bijak dalam mempergunakan media sosial.

Saya termasuk yang meyakini apa yang kita tulis, utamanya di media sosial, itulah gambaran karakter diri sebenarnya.

Andi Muhammad
Jakarta