BADAN Pusat Statistik (BPS) mencatat sampai 2016 setidaknya ada 129,281 juta unit kendaraan bermotor di Indonesia. Sebanyak 105,150
juta unit di antaranya merupakan jumlah sepeda motor. Jumlah yang fantastis, apalagi kendaraan itu menumpuk di kotakota besar di Indonesia, salah satunya di Ibu Kota Jakarta.
Jumlah kendaraan di Ibu Kota lebih banyak ketimbang jumlah penduduknya. Berdasarkan data BPS DKI Jakarta pada 2015, jumlah kendaraan roda dua ialah 13,9 juta dan jumlah kendaraan roda empat 3,5 juta kendaraan. Pada 2015 itu, penduduk Jakarta ada 10,1 juta jiwa.
Berdasarkan data itu, tidak mengherankan bila DKI Jakarta mengalami
kemacetan luar biasa dan berimbas pada kemacetan di Jakarta dan sekitarnya, seperti Bekasi, Depok, dan Tangerang.
Mudahnya masyarakat membeli kendaraan, termasuk kendaraan roda dua,
membuat pengguna sepeda motor meningkat.
Kini jarang sekali kita melihat masyarakat yang mencapai satu tujuan
berjalan kaki, sekalipun hanya 50 meter.
Para pejalan kaki kini banyak yang hijrah menggunakan kendaraan bermotor dengan berbagai alasan, mulai alasan efi siensi waktu hingga alasan pembuktian status sosial.
Permasalahan banyaknya jumlah pengendara bermotor yang berakibat pada
tingkat kemacetan tidak sampai di situ.
Jumlah kendaraan bermotor yang tinggi berpengaruh pada tingkat polusi udara. Meningkatnya kepemilikan kendaraan bermotor, baik roda dua maupun roda empat yang didukung kemudahan dalam memperolehnya, menjadi salah satu pemicu peningkatan gas knalpot yang mencemari udara (Karno, 1996).
Emisi gas buangan kendaraan bermotor merupakan faktor utama yang menyebabkan polusi udara. Komponen gas dan partikel hasil buangan kendaraan bermotor jika terhirup oleh manusia akan sangat berbahaya. Pada tingkat konsentrasi tertentu zat-zat pencemaran udara dapat berakibat langsung pada kesehatan manusia, baik secara mendadak atau akut, menahun atau kronis/subklinis dengan gejala-gejala yang samar. Dimulai dari iritasi saluran pernapasan, iritasi mata, dan alergi kulit sampai pada timbulnya tumbuhan dan kanker paru-paru (Budiyono, Afi f: 2001).
Buruknya kualitas udara berpengaruh pada tingkat kesehatan tidak cukup
sampai di situ. Polusi berupa gas buangan dari kendaraan yang melintas
akibat pembakaran tidak sempurna sangat berpengaruh terhadap kesehatan
anak usia sekolah, di antaranya terjadi penurunan IQ, penyakit asma, menimbulkan kejang tubuh dan neurophatyperifer, gangguan ginjal, anemia, dan gangguan psikologis, yaitu hiperaktif (Kumaat, Meike: 2012).
Berpangku tangan dan menyerahkan permasalahan ini secara keseluruhan
pada pemangku kebijakan tentu bukan merupakan tindakan yang bijak. Berbagai tindakan masih bisa kita lakukan agar lingkungan kita, tempat kita hidup dapat bersih. Salah satu hal yang bisa kita lakukan ialah membiasakan diri jalan kaki. Tindakan yang mudah nan sederhana. Jalan kaki merupakan suatu bentuk olahraga yang ringan, tapi kaya akan manfaat.
Secara kesehatan, jalan kaki memiliki manfaat peningkatan kadar miglobin (pigmen pengikat kadar oksigen dan hemoglobin), peningkatan kadar glikogen (Basmajian 2001). Berjalan kaki secara rutin dapat menurunkan kadar hipertensi, meredakan stres, dan banyak manfaat lain. Menjadikan berjalan kaki sebagai kebiasaan dan dilanjutkan dengan
menyebarkan kebiasaan jalan kaki kepada orang lain secara bertahap akan dapat membantu mengurangi penggunaan kendaraan bermotor yang berujung pada menurunnya kadar polutan yang ada di udara.
Sekali mendayung, dua tiga pulau terlampai. Dengan membiasakan jalan
kaki dan menggunakan alat transportasi umum, kita tidak hanya telah berkontribusi dalam merawat lingkungan khususnya penurunan kadar polusi udara.
Selain itu, kita telah merawat kesehatan diri sendiri, dengan membiasakan tubuh terus bergerak sehingga tidak ada salahnya jika kita memulai melakukan hal sederhana ini dari sekarang dan ke depan juga diharapkan dapat menularkannya kepada orang lain.
Membangun kesadaran akan pentingnya jalan kaki masih belum cukup.
Dibutuhkan dukungan dari pemerintah dalam pengadaan sarana dan prasarana yang memadai untuk para pejalan kaki dan pengguna kendaraan umum.
Pada akhirnya kita berharap kebiasaan jalan kaki dan menggunakan kendaraan umum dapat menjadi sebuah budaya sehingga dapat menurunkan tingkat kemacetan yang kemudian menurunkan tingkat polusi udara. Langkah konkret ini bisa dimulai dengan satu langkah pasti yang mulai dilakukan hari ini, saat ini juga.