Headline

Presiden memutuskan empat pulau yang disengketakan resmi milik Provinsi Aceh.

Fokus

Kawasan Pegunungan Kendeng kritis akibat penebangan dan penambangan ilegal.

Ditelan Pahit Dibuang Sayang

Satria Sakti Utama
11/7/2018 07:40
Ditelan Pahit Dibuang Sayang
(AFP/GIUSEPPE CACACE)

DARI kawasan perumahan di pinggir Kota Bondy, utara Paris, Adama Wagui memamerkan tumpukan piala yang diraihnya. Ia merupakan penjaga gawang terbaik tim lokal AS Bondy 2016 dan turnamen Vichy U-17. Namun, satu hal yang tak terlupakan ialah kepiawaian Wagui menepis tendangan bintang timnas Prancis Kylian Mbappe saat masih muda.

"Sangat sulit melakukannya, tapi kadang saya bisa melakukannya," kata Wagui.

Di tengah euforia Les Bleus yang mencapai babak semifinal Piala Dunia 2018, nama Kota Bondy ikut menanjak. Di sanalah Mbappe mengawali karier sebelum terjun di sepak bola profesional. Wonderkid milik Paris Saint Germain itu menghabiskan waktu sembilan tahun sebelum hijrah ke AS Monaco di usia 15 tahun.

"Belakangan ini anak muda merasa bangga ketika berkata mereka berasal dari Bondy," kata Issa, ayah Wagui yang berdarah Senegal.

Pelatih Antonio Riccardi berdiri di pinggir lapangan AS Bondy ketika melihat bakat luar biasa Mbappe muda. Ia menceritakan Mbappe memiliki gaya seperti Maradona.

"Pemain terbaik datang dari lingkungan ini karena anak-anak kecil di sana selalu menendang bola. Mereka hidup untuk sepak bola, baik di sekolah maupun ketika di perumahan," kata Riccardi.

Untuk menjadi sukses di Bondy hanya terdapat dua jalan, yakni menjadi olahragawan atau penyanyi rap. Mbappe memilih mencari jalan sebagai pesepak bola. Ia lahir lima bulan setelah Prancis menjuarai Piala Dunia 1998. Akan tetapi, jalan tersebut tak selalu mudah karena mereka harus putus sekolah.

"Kami mengatakan kepada mereka hanya akan ada satu Messi, satu Ronaldo, hanya satu Mbappe, dan jalan menuju sukses ialah memotong sekolah," kata pelatih AS Bondy, Jeremy Mimouni.

Mbappe lahir dari keluarga berdarah Kamerun serta Aljazair, dan hampir semua warga di Bondy merupakan warga pendatang baik dari Afrika maupun Timur-Tengah. Wilayah tersebut menjadi salah satu banlieues di Prancis, yakni kawasan kaum pekerja dengan kemiskinan dan tingkat diskriminasi yang tinggi.

 

Mulai memudar

Diskriminasi kaum kulit putih di Prancis mulai memudar di Piala Dunia 1998 karena tak sedikit pemain timnas kala itu berasal dari kawasan banlieues. Bahkan, pemain bintang seperti Zinedine Zidane merupakan pesepak bola keturunan.

Saat ini, dua pertiga skuat asuhan Didier Deschamps merupakan pemain-pemain berdarah Timur Tengah dan Afrika.

Akan tetapi, cinta dan benci seperti dua sisi mata uang. Pemain-pemain yang berasal dari kaum pendatang juga menerima respons kebencian dari masyarakat Prancis di Piala Dunia 2010.

Prancis kala itu terhenti di putaran pertama dan pemain seperti Nicolas Anelka seperti meninggalkan luka untuk tempat-tempat seperti Bondy. Kegagalan Prancis itu terkait erat dengan retaknya keharmonisan tim menyu-sul pemulangan Anelka oleh pelatih Raymond Domenech. Hal tersebut membuat sejumlah pemain melakukan mogok latihan.

"Terkadang beberapa momentum positif dapat menyatukan semua orang untuk sementara. Namun, apakah itu akan terus bertahan?" imbuh Riccardi. (AFP/R-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Msyaifullah
Berita Lainnya