Headline

Buruknya komunikasi picu masalah yang sebetulnya bisa dihindari.

Fokus

Pemprov DKI Jakarta berupaya agar seni dan tradisi Betawi tetap tumbuh dan hidup.

Menancapkan Jangkar Kehidupan

Nasaruddin Umar Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta
24/5/2018 07:05
Menancapkan Jangkar Kehidupan
(ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

DALAM sebuah hadis sahih dikisahkan, Abu Hurairah yang dipercaya sebagai penjaga Baitul Mal diminta Nabi Muhammad SAW berjaga-jaga karena kemungkinan ada maling di Baitul Mal.

Seusai tengah malam, Abu Hurairah memergoki seorang pemuda mengendap-endap yang akan mencuri harta di Baitul Mal. Abu Hurairah menangkap maling itu.

Sebelum diserahkan kepada Nabi, pencuri itu mengiba. Ia mengaku terpaksa mencuri karena kepepet. Ia kehabisan akal setelah perbekalan hidupnya habis. Ia meyakinkan Abu Hurairah bahwa yang ia akan ambil ialah gandum untuk menghidupi keluarganya pada hari itu. Akhirnya, Abu Hurairah melepaskannya dengan catatan ia tidak akan mengulanginya.

Seusai salat Subuh, Nabi menanyakan kepada Abu Hurairah perihal pencuri di Baitul Mal. Abu menceritakan pencuri memang ada, tetapi dilepaskan karena pencurinya melakukannya akibat terpaksa. Nabi menyayangkan pencuri itu dilepas. Nabi mengingatkan kembali akan ada lagi pencuri di Baitul Mal.

Ketika malam semakin larut, Abu Hurairah menangkap lagi seorang pemuda yang ternyata yang datang malam sebelumnya. Kali ini, pencuri itu mengiba dilepaskan karena anak keluarganya tidak makan. Kalau maling itu ditahan, keluarganya mengalami masalah. Akhirnya pencuri itu dilepas dengan janji yang sama, tidak akan mengulanginya.

Seusai salat Subuh, Nabi menanyai Abu Hurairah lagi perihal pencuri semalam. Ia menjawab pencuri datang lagi dan dengan sangat terpaksa dilepasnya karena pertimbangan keluarga yang sedang darurat. Nabi berpesan lagi untuk tetap berjaga-jaga karena akan ada lagi maling.

Lepas tengah malam, betul-betul ada maling lagi. Abu Hurairah kembali menangkap basah pencuri itu. Alangkah kagetnya ia, ternyata pencuri itu yang datang dua malam sebelumnya. Abu Hurairah kali ini tidak memberi ampun. Kedua tangan pencuri dibelenggu dan akan diserahkan kepada Nabi untuk diadili.

Sebelum diserahkan kepada Nabi, pencuri itu berpesan kepada Abu Hurairah, "Hai Abu Hurairah, saya memohon maaf aku telah merepotkan engkau karena keadaanku. Kali ini saya pasrah diadili Nabi. Namun, sebelumnya izinkan saya menyampaikan sesuatu kepadamu sebagai ungkapan terima kasih saya atas segala kebaikanmu telah melepaskan saya dua malam berturut-turut. Saya akan mengajarimu suatu amalan. Jika engkau mengamalkan amalan ini, pasti engkau tidak akan diganggu iblis atau setan. Bahkan jika engkau membacanya, iblis akan lari terbirit-birit sampai ke ujung langit ketakutan dan tentu tidak akan mengganggu engkau lagi."

Abu Hurairah penasaran dan kemudian bertanya apa amalan itu. Pencuri itu mengajarinya dengan membaca Ayat Kursi (QS al-Baqarah/2:255) sampai terakhir.

Abu Hurairah seolah-olah sadar bahwa pencuri itu bukan pencuri biasa. Dalam pikirannya barangkali ini malaikat yang sedang menyamar sebagai orang fakir miskin. Apalagi, pencuri itu selalu menyampaikan keinginannya mengambil barang yang bukan miliknya hanya sebatas yang akan dimakan pada satu hari bersama keluarganya. Ini juga dibuktikan dengan kecilnya kantong yang dibawa.

Sesungguhnya, Abu bisa saja memberikan sedikit gandum yang berada di dalam baitul mal. Akan tetapi, ia tidak memiliki mandat untuk membagi gandum itu kepada orang lain. Ia hanya berhak sebagai penjaga dan pemegang kunci baitul mal, tetapi tidak berhak mengambilnya walaupun untuk dirinya sekalipun.

Seusai salat Subuh, Nabi kembali menanyai Abu perihal pencuri di baitul mal. Abu membenarkan memang ada pencuri lagi, tetapi ia adalah pemuda yang itu-itu lagi.

Nabi bertanya di mana orang yang mencuri itu. Abu menjawab, "Mohon maaf Rasulullah, saya kembali melepasnya karena ternyata ia bukan maling biasa. Ia bahkan menasihati dan memberi saya wirid Ayat Kursi, yang katanya kalau dibaca, iblis akan ketakutan dan lari terbirit-birit sampai ke ujung langit."

Nabi menjelaskan, "Hai Abu Hurairah, pencuri yang datang dan engkau telah tangkap basah itu ialah iblis yang menjelma menjadi manusia."

Setelah mendengar penjelasan Nabi, Abu merasa sangat menyesal, mengapa sosok yang paling dibenci-nya dan sudah ditangkap itu selalu ia lepas berulang kali.

Pelajaran berharga yang dapat diambil dari kisah ini ialah bahwa kita perlu memegang amanah itu sekuat-kuatnya dan tidak boleh luluh dengan bujuk rayu dan tunduk dengan tekanan apa pun dan dari siapa pun. Ini demi memegang teguh amanah yang dibebankan di atas pundak kita.

Semakin besar amanah yang diemban akan semakin besar pula godaannya. Kita perlu berhati-hati sebagai pemegang amanah karena terkadang di sekitar kita ada iblis yang berjubah malaikat dan ada malaikat yang sedang berjubah iblis, yang kedua-duanya ingin mengukur tingkat kedalaman iman kita.

Abu Hurairah menampilkan contoh yang baik. Ia bergeming untuk mengambil harta baitul mal, baik untuk dirinya maupun untuk orang lain. Namun, sebagai manusia biasa, ia juga tidak luput dari kelemahan karena terpengaruh bujuk rayu iblis yang menyamar sebagai pencuri.

Hikmahnya ini sebagi proses pembelajaran dan kematangan spiritual kita di dalam menjalani perjalan hidup kita. Inilah pelajaran di dalam menancapkan jangkar kehidupan.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Kardashian
Berita Lainnya